Liputan6.com, Jakarta - Peran negara dalam melindungi konsumen korban investasi bodong belum maksimal. Hal tersebut diungkap oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Edy Halim.
Ia menjelaskan, pemerintah sebenarnya sudah memiliki payung hukum untuk melindungi konsumen. Namun perlindungan tersebut masuk kurang dalam hal pemulihan hak konsumen.
Advertisement
"Negara belum memberikan kepastian humum yang maksimal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 terkait Perlindungan Konsumen dan Kepastian Hukum bagi pemulihan hak konsumen," ujar Rizal dalam konferensi pers di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (19/8/2022).
Rizal menyoroti kasus yang terjadi belakangan ini, perihal korban investasi dan ataupun nasabah para asuransi yang menjadi korban dan menuai kerugian materil. Kasus tersebut banyak yang masuk ke dalam proses hukum hingga bermuara pengadilan.
Namun saat majelis hakim menjatuhkan vomis terhadap terdakwa, hak pemulihan para korban belum menjadi prioritas utama dalam eksekusinya.
"Korban robot trading belum mendapatkan haknya, belum terjadi proses pemulihan hak. Terjadi penyelewengan dana nasabah baik dalam proses penyidikan di kepolisian maupun yang sduah dalam putusan, pailit," jelasnya.
Ia pun mendorong pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga terkait atas kasus tersebut agar memprioritaskan pemulihan hak para korban dari kerugian investasi bodong, ataupun asuransi wanprestasi.
"Ini tantangan bagi kami, yang berproses sih masih mudah tapi saat putusan ini membutuhkan kerjasama bagi banyak pihak," imbuhnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
OJK Terbitkan Aturan Baru Perlindungan Konsumen, Apa Isinya?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat upaya perlindungan konsumen sektor jasa keuangan melalui penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Ketentuan yang memperbarui POJK Nomor 1/POJK.07/2013 ini antara lain mengatur penerapan perlindungan konsumen oleh industri jasa keuangan sejak perencanaan produk, pelayanan, dan penyelesaian sengketa. Selain itu, POJK ini memperjelas kewajiban prinsip keterbukaan dan transparansi informasi produk dan layanan serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen.
"POJK ini semakin memperkuat pengaturan terhadap perlindungan konsumen dan kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan sebagai respon terhadap dinamika perubahan di sektor jasa keuangan," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara, Rabu (18/5/2022).
Menurutnya, penguatan perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan sangat diperlukan untuk menyesuaikan perkembangan inovasi dan teknologi yang cepat dan dinamis di sektor jasa keuangan serta upaya perbaikan implementasi perlindungan konsumen oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
"Harapan kami, POJK Nomor 6/POJK.07/2022 ini dapat menjawab kebutuhan hal tersebut agar sektor jasa keuangan dapat tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat," tambah Tirta.
Penyusunan POJK ini juga telah melibatkan berbagai stakeholder antara lain Pelaku Usaha Jasa Keuangan dari sektor Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank, akademisi, ahli hukum, asosiasi dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS) hingga lembaga swadaya masyarakat untuk mendapatkan masukan atau saran.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Substansi Penyempurnaan
Substansi penyempurnaan untuk memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat yang tercakup dalam POJK Nomor 6/POJK.07/2022 antara lain:
1. Pendekatan pengaturan pada siklus hidup produk dan atau layanan (product life cycle) yang semakin mengoptimalkan upaya perlindungan konsumen dan masyarakat sejak desain produk dan atau layanan hingga penanganan dan penyelesaian sengketa.
2. Penguatan prinsip perlindungan konsumen dan masyarakat antara lain mewajibkan PUJK melaksanakan “edukasi yang memadai” sehingga meningkatkan kemampuan konsumen dan masyarakat dalam memilih produk dan layanan sektor jasa keuangan.
3. Penguatan penerapan prinsip keterbukaan dan transparansi informasi melalui pengaturan bentuk, tata cara dan pengecualian penyampaian ringkasan informasi produk dan layanan
4. Penguatan dukungan terhadap konsumen dan atau masyarakat disabilitas dan lanjut usia, serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen;
5. Kewajiban untuk memberikan waktu yang cukup bagi konsumen untuk memahami perjanjian sebelum ditandatangani atau masa jeda setelah penandatanganan perjanjian terhadap produk dan layanan yang memiliki jangka waktu yang panjang dan atau bersifat kompleks;
6. Kewajiban merekam apabila penawaran produk dan atau layanan dilakukan melalui sarana komunikasi pribadi dengan suara dan atau video;
7. Penegasan kewenangan OJK dalam melakukan perlindungan konsumen termasuk pengawasan market conduct sebagai wujud implementasi pasal 28 sampai dengan 30 Undang-Undang OJK;
8.Kewajiban pembentukan unit atau fungsi perlindungan konsumen dan masyarakat;
9. Kewajiban penyampaian laporan penilaian sendiri oleh PUJK kepada OJK terkait pemenuhan ketentuan perlindungan konsumen.
Dengan diterbitkannya POJK Nomor 6/POJK.07/2022 ini, maka POJK Nomor 1/POJK.07/2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com