Kisah Pilu Ribuan Penyintas Gempa Sulteng Bertahan Tinggal di Bilik Huntara

Hampir 4 tahun lamanya ribuan kepala keluarga penyintas Gempa di Sulawesi Tengah belum mendapat hak hunian yang layak. Pembebasan lahan disebut menjadi kendala utamanya.

oleh Heri Susanto diperbarui 21 Agu 2022, 03:00 WIB
seorang lansia sedang duduk di depan bilik huntaranya di Kelurahan Petobo, Kota Palu. Huntara itu adalah salah satu dari huntara-huntara yang masih dihuni ribuan penyintas Gempa Palu hingga tahun 2022. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Palu - Hampir empat tahun lamanya ribuan kepala keluarga penyintas bencana gempa di Sulawesi Tengah belum mendapat hak hunian yang layak. Pembebasan lahan disebut menjadi kendala utamanya.

Ini tahun ke-4 Nurhasan menempati Hunian Sementara (huntara) di Kelurahan Petobo, Kota Palu. Bersama dia terdapat 700 kepala keluarga yang senasib dengannya juga berjejer bermukim di kompleks huntara situ. Mereka adalah penyintas Gempa Palu tahun 2018 yang kehilangan rumah akibat likuefaksi.

Di Huntara semipermanen berukuran 3X4 itu, Nurhasan harus berbagi ruang dengan istri serta 3 anaknya sejak tahun 2019, pascabencana tahun 2018. Janji segera dibangunkan Hunian Tetap (huntap) oleh pemerintah membuatnya rela tetap berada di bilik huntara yang sempit itu.

Selain kondisi yang tidak layak, status lahan huntara yang masih sewa turut mengkhawatirkan para penyintas karena bisa saja sang pemilik mengambilnya kembali.

“Huntara ini sudah makin tidak layak. Banyak yang bocor. Air dari pembuangan kotoran juga bocor dan luber ke mana-mana,” keluh Nurhasan, Kamis (18/8/2022).

Nasib penyintas di huntara Petobo itu hanya sebagian dari jumlah tak kurang dari 4.000 kepala keluarga penyintas bencana gempa yang juga masih menanti janji hunian tetap dari pemerintah.

Huntap untuk penyintas hingga tengah tahun 2022 berdasarkan data PUPR baru terbangun 3.463 unit atau 45 persen dari total kebutuhan hunian penyintas di Kota Palu, Sigi, dan Donggala sebanyak 7.682 unit.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Apa Masalahnya?

Huntap Satelite di Kelurahan Balaroa, Palu. Huntap Satelite merupakan salah satu skema pembangunan permukiman untuk penyintas Gempa Palu selain Huntap kawasan. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Kementerian PUPR melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Tengah menyebut penyediaan hingga pembebasan lahan dari pemerintah daerah untuk lokasi pembangunan menjadi kendala utama yang membuat pengerjaan molor.

Dari 3 lokasi pembangunan kawasan huntap yang direncanakan yakni Tondo II, Talise, dan Petobo  hingga pertengahan Agustus , 2022 pengerjaan belum dilakukan lantaran proses pengajuan dan lelang.

“Di Tondo II masih menunggu catatan World Bank tentang skenario penanganan lahan. Di Talise sudah lelang dan masuk masa sanggah 2 minggu sebelum kontrak. Sedangkan di Petobo dengan skema konsolidasi lahan warga,” Kapala BPPW Sulteng, Sahabudin mengungkapkan, Sabtu (13/8/2022).

Jika proses awal itu berjalan lancar, pengerjaan huntap tahap II tersebut akan dimulai awal September dan ditarget selesai Desember, 2022.

Sahabudin merinci dari 3 kawasan huntap itu total hunian yang akan dibangun sebanyak 2.351 unit. Jumlah itu di luar hunian penyintas yang juga akan dibangun oleh Dinas Perumahan melalui skema huntap satelit di beberapa titik.

“Kami bertanggung jawab untuk huntap kawasan, sedangkan huntap satelit khusus permukiman dengan jumlah di bawah 200 KK, itu jadi tanggung jawab Dinas Perumahan,” kata Sahabudin.

Nurhasan dan penyintas bencana lainnya di Sulteng berharap pemerintah segera menepati janjinya untuk memberikan mereka hak hunian tetap yang layak di tahun 2022 ini juga. Sebab bangunan yang hanya terbuat dari kalsibod itu akan makin rusak karena usia.

“Sudah 4 tahun. Selama ini kami sudah mengadu kemana-mana tapi belum juga dapat hunian tetap. Tempat ini sudah 90 persen tidak layak huni,” Nurhasan mengeluh.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya