Liputan6.com, Jakarta - Hubungan seksual antar pria ditengarai dapat menyebarkan virus cacar monyet. Hal ini memicu perdebatan mengenai apakah penyakit ini harus dirujuk sebagai infeksi menular seksual, atau IMS.
Saat ini, ribuan kasus di AS sebagian besar didokumentasikan pada pria yang berhubungan seks dengan pria (LSL), dan menyebar melalui kontak seksual. Meningkatnya jumlah kasus cacar monyet di AS menimbulkan kekhawatiran—terutama di kalangan komunitas LGBTQ+.
Advertisement
Banyak ahli dan kelompok kesehatan, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), berpendapat bahwa karena cacar monyet ditularkan melalui kontak fisik yang dekat dalam berbagai bentuk, bisa non-seksual atau seksual, maka tidak boleh disebut IMS.
Terlebih lagi, ada juga kekhawatiran bahwa menyebut cacar monyet sebagai IMS menciptakan stigma yang lebih besar di sekitar penyakit tersebut dan masyarakat yang saat ini terkena dampaknya.
Robert L. Murphy, MD, seorang profesor kedokteran di Northwestern University yang mengkhususkan diri pada penyakit menular, mengatakan virus yang menyebabkan monkeypox sedang menyebar secara seksual pada sebagian besar kasus di Amerika Serikat. Tetapi ini tidak berarti infeksi memenuhi syarat sebagai IMS.
Selain itu, penyakit cacar monyet dapat menyebar melalui bentuk kontak langsung lainnya, baik kulit-ke-kulit atau melalui seprai yang digunakan oleh penderita cacar monyet.
WHO mengatakan untuk strategi pencegahan utama perlu meningkatkan kesadaran akan faktor risiko dan mendidik masyarakat tentang langkah-langkah yang dapat mereka ambil untuk mengurangi paparan.
"Ini bukan infeksi menular seksual klasik, tetapi menular secara seksual ... Saya pikir kita harus berurusan dengan fakta yang ada," kata Murphy dikutip dari Verywell Health.
Menurutnya, seseorang tidak harus berhubungan seks untuk menyebarkannya.
Apa Itu IMS?
IMS, kadang-kadang disebut penyakit menular seksual (PMS). Kondisi ini merupakan infeksi atau penyakit yang terutama menyebar melalui kontak seksual. Mereka bisa bakteri atau virus, dan termasuk klamidia, gonore, herpes dan HIV.
IMS dapat menyebar melalui cairan tubuh—seperti air mani, darah, atau cairan vagina—atau melalui kontak kulit-ke-kulit.
Anu Hazra, MD, asisten profesor kedokteran di University of Chicago yang berspesialisasi dalam penyakit menular, mengatakan meskipun dia ragu untuk mengklasifikasikan monkeypox secara ketat sebagai IMS, ada data yang mendukung fakta bahwa wabah monkeypox saat ini ditularkan secara seksual.
“Kami melihat tingkat DNA cacar monyet dalam air mani orang, di rektum mereka. Kami melihatnya di situs seksual,” kata Hazra.
“Apa yang saya katakan adalah bahwa cacar monyet dapat menyebar dengan berbagai cara, dan transmisi seksual adalah salah satunya.”
Hazra mengatakan bahwa cacar monyet telah ada selama lebih dari setengah abad dan endemik di beberapa bagian Afrika tengah dan barat. Penyakit ini disebabkan oleh virus zoonosis, yang berarti dapat menyebar dari hewan ke manusia. (Contohnya termasuk dicakar oleh hewan yang terinfeksi atau memakan daging dari hewan yang terinfeksi.)
Dalam hal penularan dari manusia ke manusia, sebelum wabah ini, virus cacar monyet biasanya menyebar melalui kontak dekat dengan tetesan pernapasan atau lesi kulit orang yang terinfeksi. Ini juga dapat menyebar melalui barang-barang rumah tangga yang terkontaminasi seperti seprai atau handuk.
Data terbaru dari Spanyol menunjukkan sebagian besar kasus monkeypox terjadi karena kontak saat berhubungan seks, dibandingkan dengan segala jenis penularan melalui udara.
Advertisement
Cacar Monyet di Indonesia
Saat ini, penyakit cacar monyet telah menyebar ke banyak negara, termasuk Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengonfirmasi temuan kasus pertama cacar monyet di Tanah Air. Kasus pertama monkeypox di Indonesia pada Jumat, 19 Agustus 2022 petang. Kasus pertama monkeypox ini ditemukan pada pria 27 tahun asal DKI Jakarta.
"Ada satu pasien terkonfirmasi, asal DKI Jakarta, 27 tahun," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Muhammad Syahril dalam konferensi pers daring pada Sabtu, 20 Agustus 2022.
Syahril menuturkan bahwa pria warga negara indonesia (WNI) memiliki riwayat bepergian ke luar negeri. Syahril tidak menjelaskan lebih rinci mengenai negara yang dikunjungi pasien tersebut.
Pasien tersebut tiba di Indonesia pada 8 Agustus 2022. Lalu, mulai merasakan gejala pada 14 Agustus 2022 ia merasakan demam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Lalu, pada tanggal 16 Agustus muncul lesi atau ruam di beberapa bagian tubuh mulai dari wajah, sekitar selangkangan, dan kaki.
"Dan, ada cacar atau ruam di muka, telapak tangan, kaki dan sebagian di sekitar alat genitalia," kata Syahril.
Isolasi Pasien Cacar Monyet
Diketahui kasus pertama pasien terkonfirmasi positif cacar monyet (monkeypox) sedang menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Mohammad Syahril menyampaikan, saat menjalankan isoman, tidak berkontak dengan anggota keluarga lain. Dalam hal ini, isoman di rumah mirip dengan penanganan pasien positif COVID-19 seperti menjaga kebersihan dan mengisolasi atau sebisa mungkin pisah kamar dengan anggota lain.
"Semua kasus pasien penyakit menular ini -- termasuk cacar monyet -- kan dilakukan isolasi ya. Isolasinya bisa di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat isolasi terpusat dan juga rumah sakit," tutur Syahril saat Press Conference: Penemuan Pasien Pertama Terkonfirmasi Monkeypox pada Sabtu, 20 Agustus 2022.
"Yang berbeda dengan COVID-19, kalau monkeypox isolasinya tidak harus di ruang isolasi bertekanan negatif. Untuk isolasi di rumah, ya mirip dengan COVID-19, yang penting dia terpisah dari keluarganya. Tidak kontak dengan keluarganya. Begitu saja sih, jadi tidak ada syarat khusus buat melakukan isolasi di rumah."
Untuk penanganan pengobatan monkeypox berstandar sesuai pedoman dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes. Penjelasan langkah-langkah apa yang harus dilakukan baik di tingkat puskesmas atau rumah sakit di tingkat pelayanan kesehatan primer dan rumah sakit rujukan sudah dilakukan.
"Pasien (positif monkeypox) ini tidak memerlukan ruang isolasi ya sebagaimana COVID-19. Ruang isolasinya itu berbeda walaupun sama-sama ruang isolasi isolasi. Kalau COVID-19 itu dengan tekanan negatif, tapi kalau cacar monyet tidak memerlukan ruang isolasi yang bertekanan negatif," lanjut Syahril.
Advertisement