Holding PTPN Bakal Bawa IPO PalmCo pada 2023

Perseroan membidik perolehan dana IPO PalmCo sentuh Rp 5 triliun-Rp 10 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Agu 2022, 21:03 WIB
Suasana kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 181 saham menguat, 39 saham melemah, 63 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) akan membawa subholding kelapa sawit PalmCo gelar penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) pada 2023. Pelaksanaan IPO itu dilakukan setelah proses pembentukan holding selesai pada 2022.

DIrektur Utama PTPN III selalu induk holding PTPN, Mohammad Abdul Ghani menuturkan, proses ini sedang berlangsung. Dengan pembentukan subholding PalmCo paling lambat Oktober 2022, mengingat pembentukan subholding membutuhkan peraturan pemerintah.

Perseroan membidik perolehan dana IPO PalmCo sentuh Rp 5 triliun-Rp 10 triliun. Adapun pembentukan PalmCo untuk BUMN berperan lebih besar secara nasional untuk peran BUMN lebih besar.

Adapun subholding ini menjadi proyek strategis nasional sehingga pemerintah terus memantau hal itu. Dengan kondisi itu, proses persiapan IPO PalmCo diharapkan dapat dilakukan pada kuartal II dan kuartal III 2023.

IPO PalmCo sempat tertunda pada 2022, menurut Ghani lantaran proses internal subholding organisasi yang tidak mudah.

Di satu sisi, PTPN dari sisi luas lahan saat ini memiliki porsi kepemilikan lahan secara nasional sekitar 4 persen. Sedangkan dari sisi kontribusi produksi sekitar 6 persen. “Kita akan tingkatkan melalui IPO ini,” ujar dia dikutip dari Antara, Senin (22/8/2022).

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


37 Perusahaan Antre di Pipeline IPO, Ada Afiliasi BUMN

Layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sejumlah perusahaan antre dalam pipeline pencatatan Bursa atau Initial Public Offering (IPO).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, terdapat satu calon perusahaan tercatat dalam pipeline IPO yang merupakan afiliasi BUMN.

"Kami berharap akan banyak BUMN dan entitas Anak yang memanfaatkan pasar modal Indonesia dan melakukan IPO pada tahun ini dan tahun mendatang," kata Nyoman kepada wartawan, ditulis Rabu (20/7/2022). 

Hingga 19 Juli 2022, telah terdapat 26 perusahaan yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia dengan total dana yang berhasil dihimpun sebesar Rp 19,2 triliun dan masih terdapat 37 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham. Berdasarkan sektornya, masih didominasi oleh sektor consumer non-cyclicals.

Catatan saja, Bursa belum dapat menyampaikan nama calon perusahana tercatat kepada publik sampai dengan perusahaan tersebut mendapatkan izin publikasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Begitu pula nilai penghimpunan dana yang dibidik perusahaan belum dapat ditentukan saat belum ada kisaran harga yang ditentukan.

"Untuk calon perusahaan yang masih dalam tahap evaluasi belum dapat ditentukan karena belum ada kisaran harga yang ditetapkan. Sedangkan untuk perusahaan yang sudah mendapatkan izin  publikasi bisa dilihat melalui website e-IPO,” imbuh Nyoman. 

Berikut rincian sektor calon emiten:

• 2 Perusahaan dari sektor Basic Materials

• 2 Perusahaan dari sektor Industrials

• 5 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistic

• 9 Perusahaan dari sektor Consumer Non-Cyclicals

• 8 Perusahaan dari sektor Consumer Cyclicals

• 3 Perusahaan dari sektor Technology

• 2 Perusahaan dari sektor Healthcare

• 2 Perusahaan dari sektor Energy

• 1 Perusahaan dari sektor Properties & Real Estate

• 3 Perusahaan dari sektor Infrastructures

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Potensi Penggalangan Dana dari Pasar Modal Masih Ramai

Petugas kebersihan bekerja di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Transaksi bursa agak surut dengan nyaris 11 miliar saham diperdagangkan sebanyak lebih dari 939.000 kali. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, sejalan dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, penggalangan dana di pasar modal, baik melalui penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) maupun right issue, diperkirakan masih ramai.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total potensi penghimpunan dana dari pasar modal mencapai Rp 84,2 triliun. Penghimpunan dana itu dari penawaran saham perdana (IPO), rights issue dan penerbitan surat utang.

Sebelumnya, BEI kantongi 43 perusahaan dalam proses IPO dengan perkiraan total dana yang dihimpun Rp 14,1 triliun. Kemudian terdapat 33 perusahaan yang akan melakukan aksi korporasi itu hingga 3 Juni 2022. Perkiraan dana yang akan dihimpun dari rights issue mencapai Rp 25,2 triliun.

Selanjutnya pada pipeline pencatatan efek bersifat utang dan sukuk terdapat 36 emisi yang akan diterbitkan oleh 30 perusahaan dengan perkiraan total dana yang akan dihimpun Rp 44,9 triliun

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan menilai baik dari sisi emiten, selaku pihak yang membutuhkan dana, maupun investor selaku penyedia dana, akan mengacu pada seberapa besar pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini.

"Karena dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut, emiten akan berani ekspansi sehingga akan mencari pendanaan di pasar modal. Sementara dari sisi investor dengan kondisi ekonomi yang baik maka dana yang mereka berikan baik melalui penawaran saham maupun obligasi bisa digunakan oleh emiten secara produktif. Sehingga investasi investor berjalan dengan baik,” ujar Alfred kepada Liputan6.com, Rabu, 8 Juni 2022.

 


Dibayangi Dampak Kenaikan Suku Bunga

Suasana pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Memang, Alfred mencermati ekonomi Indonesia pada semester II ini akan diperhadapkan pada dampak kenaikan suku bunga. Namun, pihaknya melihat belum ada dampak atau tekanan yang besar yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi, konsumsi, maupun belanja masyarakat.

Ia menilai, Indonesia memiliki modal nilai tukar yang kuat, berkaca pada performa nilai tukar Rupiah secara year to date (ytd) yang masih kuat di tengah sentimen kenaikan suku bunga The Fed.

"Sentimen ini menjadi ukuran bagaimana pasar global masih optimis dengan ekonomi Indonesia in line dengan kondisi inflasi, pertumbuhan ekonomi, surplus neraca perdagangan, dan sentimen harga komoditi,” ujar dia.

Tak hanya itu, sentimen lainnya seperti aksi beli investor asing juga dinilai memberikan kepercayaan diri bagi investor lokal untuk masuk ke pasar modal, baik melalui pembelian instrumen saham maupun obligasi.

Di sisi lain, Alfred mengatakan stabilitas politik di semester II juga relatif kondusif. Sehingga perhitungan pasar sepenuhnya akan fokus kepada respons ekonomi terhadap kenaikan suku bunga, dan konflik geopolitik yang eksposurenya sudah semakin menurun.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya