Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Ary Egahni, mengapresiasi Restoratif Justice, yang digaungkan oleh Jaksa Agung dan jajaran yang sangat menyentuh rasa keadilan masyarakat dan mendatangkan kebaikan.
Dimana setiap perbuatan pidana yang di bawah nilai Rp2,5 juta tidak berujung pada pemidanaan dan dapat diselesaikan dengan restoratif justice bagi kedua belah pihak yang bersengketa.
Advertisement
Namun, lain halnya dengan dana desa. Dana yang begitu besar kemudian terjadi adanya kekeliruan dalam mengelola, karena keterbatasan pengetahuan dan jenjang pendidikan para kades/pejabat desa sehingga berujung menjadi tersangka.
Hal ini menjadi perhatian Ary Egahni, karena nominal dana desa yang besar dimana seringkali terjadi kekeliruan atau penyalahgunaan lebih tinggi dari angka Rp2,5 juta yang diperuntukan untuk kasus-kasus yang dapat diselesaikan dengan restoratif justice sehingga perkara kades dengan penyalahgunaan dana desa belum bisa diakomodir untuk diselesaikan dengan restoratif justice.
Hal tersebut disampaikan Ary Egahni dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (23/8).
"Kepada Jaksa Agung untuk bagaimana mencari jalan keluar dan memberikan payung hukum atau legal standing dengan pendekatan yang humanis, luhur, dan bermartabat serta tetap dalam koridor hukum kepada para kepala desa, karena kepala desa menjabat diamanatkan dengan dana desa, dan anggaran dana desa yang rata-rata masing-masing Rp1 miliar," kata Ary Egahni.
Tersandung Masalah Hukum
Ary Egahni menyebutkan berdasarkan pengamatan di lapangan, banyak sekali kepala desa tersandung masalah hukum, dan ujungnya menjadi tersangka. Padahal sebagian besar dari kepala desa masih kurang memahami penggunaan dana desa.
"Dengan sumber daya manusia yang juga terbatas, sehingga membuat mereka dalam melaksankan tugas tanggung jawabnya, dalam menggunakan anggaran dana desa sering tersandung malaadministrasi," katanya.
Politikus NasDem dari Daerah Pemilihan Kalimantan Tengah itu ingin masalah ini menjadi perhatian Jaksa Agung dan seluruh jajarannya dari tingkat Kejaksaan Tinggi sampai Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.
"Untuk bagaimana melakukan penegakan hukum yang humanis dalam menangani kasus-kasus hukum yang terjadi dengan kepala desa," ujarnya.
Advertisement