Harga Minyak Mentah Dunia Memantul dari Posisi Terendah

Kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga AS yang agresif dapat menyebabkan perlambatan ekonomi global dan permintaan bahan bakar yang menurun telah menekan harga minyak.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Agu 2022, 08:10 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah memantul dari posisi terendah sepanjang sesi dalam perdagangan yang sangat bergejolak di hari Senin. Harga minyak hari ini diperdagangkan hampir mendatar dibanding pekan lalu.

Hal ini terjadi setelah Menteri Energi Arab Saudi mengatakan bahwa OPEC+ dapat memangkas produksi untuk menghadapi tantangan besar.

Mengutip CNBC, Selasa (23/8/2022), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober turun 44 sen atau 0,5 persen menjadi USD 96,28 per barel pada pukul 12:38 malam atau 16.38 GMT). Setelah sebelumnya sempat jatuh 4,5 persen.

Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman September - yang akan berakhir pada Senin - turun 27 sen atau 0,3 persen menjadi USD 90,50 per barel. Kontrak Oktober yang lebih aktif turun 24 sen atau 0,3 persen ke level USD 90,20 per barel.

Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan, OPEC+ memiliki komitmen, fleksibilitas, dan sarana untuk menghadapi tantangan dan memberikan panduan termasuk memotong produksi kapan saja dan dalam bentuk yang berbeda.

Di awal sesi, kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga AS yang agresif dapat menyebabkan perlambatan ekonomi global dan permintaan bahan bakar yang menurun telah menekan harga minyak.

"Fundamental jangka pendek tampaknya lebih bearish sampai kita melihat beberapa indikasi ekonomi positif baik dari AS atau China, yang tampaknya tidak mungkin," kata Wakil Presiden Senior BOK Financial, Dennis Kissler.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pengaruh The Fed

Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Menurut para ekonom dalam jajak pendapat Reuters, Bank Sentral AS atau the Federal Reserve AS (the Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada September di tengah ekspektasi inflasi telah memuncak dan meningkatnya kekhawatiran resesi.

Investor akan mencermati komentar Gubernur the Fed Jerome Powell ketika ia berpidato di konferensi perbankan sentral global tahunan di Jackson Hole, Wyoming, pada hari Jumat nanti.

Selain itu, menekan harga minyak adalah kekhawatiran atas permintaan bahan bakar yang melambat di China, importir minyak terbesar dunia, sebagian karena krisis listrik di barat daya.

otoritas China memangkas suku bunga pinjaman pada hari Senin sebagai bagian dari langkah-langkah untuk menghidupkan kembali ekonomi yang tertatih-tatih oleh krisis properti dan kebangkitan kasus COVID-19.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Kesepakatan Nuklir Iran

Sementara itu, para pemimpin AS, Inggris, Prancis dan Jerman membahas upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015. Hal tersebut diungkap juru bicara Gedung Putih pada hari Minggu. Hal ini memungkinkan minyak Iran yang terkena sanksi untuk kembali ke pasar global.

Kepala analis komoditas Saxo Bank Ole Hansen mengatakan, tingginya harga gas alam yang diperburuk oleh berkurangnya pasokan dari Rusia memperkuat permintaan minyak.

“Sementara dana terus menjual minyak mentah untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi, pasar produk olahan mengirimkan sinyal lain dengan margin kilang meningkat lagi, sebagian karena lonjakan harga gas membuat alternatif olahan, seperti diesel, terlihat murah,” kata Hansen.

Pasokan di seluruh dunia tetap relatif ketat, dengan operator pipa yang memasok sekitar 1 persen minyak global melalui Rusia mengatakan akan mengurangi produksi lagi karena peralatan yang rusak.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya