Liputan6.com, Jakarta - Pengawas telekomunikasi Rusia, Roskomnadzor menyatakan bakal menindak tegas sejumlah platform teknologi yaitu TikTok, Telegram, Zoom, Discord, dan Pinterest.
Menurut Rozkomnadzor, langkah ini dilakukan karena platform-platform itu gagal menghapus informasi yang dianggap ilegal oleh hukum di negara itu.
Advertisement
Mengutip TASS, Selasa (23/8/2022), perusahaan-perusahaan tersebut dianggap tidak mematuhi prosedur penghapusan informasi terlarang.
Regulator juga mengatakan, mereka gagal memenuhi tanggung jawab utama yang ditetapkan dalam undang-undang federal, mengenai operasi pihak asing di internet di wilayah Rusia.
"Langkah-langkah yang diadopsi dari sifat komunikasi akan berlaku sampai perusahaan asing benar-benar menutup pelanggaran hukum Rusia," tambah regulator.
Mengutip RFE/RL, dalam beberapa bulan terakhir, pengadilan Rusia sudah menjatuhkan denda ke beberapa platform digital seperti Google, Facebook, Twitter, Twitch, WhatsApp, Telegram, dan TikTok karena masalah data pribadi.
Platform-platform ini juga dianggap menolak untuk menghapus konten-konten yang dilarang oleh aturan Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengatakan, platform media sosial dan perusahaan teknologi asing telah melanggar undang-undang internet di negara itu.
Putin juga telah mendorong cara-cara untuk memaksa perusahaan asing membuka kantor di Rusia dan menyimpan datanya secara lokal.
Dikutip dari Alarabiya, Rusia juga telah berkali-kali mengancam bakal mendenda situs-situs, termasuk Google, yang melanggar undang-undang tentang penyebaran "informasi palsu" mengenai tentara Rusia.
Pengadilan Rusia juga dikabarkan mendenda Twitch hingga 2 juta rubel dan Telegram sebesar 11 juta rubel, karena melanggar undang-undang sensor militer.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rusia Denda Google Rp 522 Miliar karena Monopoli YouTube
Sebelumnya, Rusia mendenda Google sebesar 2 miliar Rubel atau setara Rp 522 miliar karena YouTube. Dalam hal ini, YouTube dianggap sebagai platform video yang mendominasi pasar Rusia. Langkah Rusia memberlakukan sanksi denda ke Google bukan kebetulan.
Sudah jadi rahasia umum, Rusia tengah mencoba membalas langkah Google yang mengikuti perusahaan-perusahaan teknologi barat membatasi layanannya di negara itu, akibat serangan Rusia ke Ukraina.
Mengutip Gizchina, Kamis (28/7/2022), regulator antimonopoli Rusia (Federal Antimonopoly Service/FAS) ingin Google membayar sanksi denda sekitar USD 35 juta atau setara Rp 522 miliar.
"Google menyalahgunakan dominasi YouTube sebagai layanan hosting video utama," kata regulator Rusia, FAS. Mereka menyatakan, Google harus membayar denda dalam waktu dua bulan sejak denda berlaku.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Penyebaran Disinformasi
Terlepas dari itu, FAS tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai penyalahgunaan yang dimaksud. Namun, pengawas layanan komunikasi Rusia mengatakan, bulan lalu YouTube juga sengaja menyebarkan disinformasi.
Penyebaran disinformasi ini memungkinkan terjadinya penyebaran pandangan ekstremis dan mengajak anak-anak untuk berpartisipasi dalam protes.
Google memberikan pernyataan terkait kasus ini. "Kami akan mempelajari keputusan ini dengan cermat sebelum menentukan langkah kami selanjutnya," kata Google.
Sanksi denda yang diberlakukan ke Google ini bisa jadi merupakan langkah bagi Rusia untuk memperkuat pengawasan terhadap perusahaan teknologi Amerika.
Sebelumnya, Rusia juga mendenda Google beberapa kali karena gagal menghapus konten ilegal. Namun, jumlah denda yang dibebankan terus meningkat. Selain Google, Rusia menarget sejumlah perusahaan teknologi AS, termasuk Apple.
Rusia mengenakan denda ke Google sebesar USD 365 juta (21 miliar rubel atau sekitar Rp 5,4 triliun), karena dianggap melanggar aturan terkait konten terlarang di negara itu.
YouTube Dianggap Tak Batasi Akses
Dalam siaran pers berbahasa Rusia di laman resminya, regulator komunikasi Roskomnadzor menyebut, Google dinyatakan tidak dapat membatasi akses ke informasi yang dinilai terlarang oleh pemerintah.
"Secara khusus, YouTube, yang dimiliki oleh Google, tidak membatasi akses ke sejumlah materi yang mengandung konten terlarang dalam jangka waktu yang ditentukan," tulis Roskomnadzor.
Beberapa konten yang disebut terlarang seperti "pemalsuan tentang jalannya operasi militer khusus di Ukraina" yang dianggap mendiskreditkan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia.
Konten lain yang dilarang Rusia seperti yang "mempromosikan ekstremisme dan terorisme" serta yang "mempromosikan sikap acuh tak acuh terhadap kehidupan dan kesehatan anak di bawah umur."
(Dio/Ysl)
Advertisement