Liputan6.com, Pyongyang - Setidaknya 35 wanita Korea Utara yang menjalani hukuman di penjara utara ibu kota Pyongyang meninggal karena kekurangan gizi pada Juli 2022.
Kerabat mereka tidak dapat mengunjungi para tahanan untuk mengantarkan makanan karena pembatasan COVID-19, sumber di negara itu mengatakan kepada RFA.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun Penjara Kaechon di Provinsi Pyongan Selatan menyediakan makanan untuk narapidana, itu tidak cukup, terutama karena narapidana dipaksa melakukan kerja paksa selama berjam-jam setiap hari.
Kelangsungan hidup mereka tergantung pada keluarga yang membawakan mereka makanan tambahan ketika mereka berkunjung, seperti dikutip dari RFA.org, Selasa (23/8/2022).
Korea Utara pada Mei mendeklarasikan "darurat maksimum nasional" setelah wabah besar virus bulan sebelumnya. Selama masa darurat yang baru berakhir bulan ini, keluarga yang tinggal jauh dari penjara tidak dapat melakukan perjalanan.
Akibatnya, kasus malnutrisi telah meningkat di antara para narapidana di penjara, dan 20 wanita kehilangan nyawa.
Seorang penduduk provinsi timur laut Hamgyong Utara mengatakan kepada Layanan Korea RFA 18 Agustus, dengan syarat anonim karena alasan keamanan.
“Minggu lalu, saya mengunjungi saudara perempuan saya di Penjara Kaechon dan dia memberi tahu saya bahwa 20 tahanan wanita meninggal karena kekurangan gizi dan kerja paksa,” kata sumber itu.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Insiden Serupa Sebelum Pandemi COVID-19
Sebelum pandemi, normal jika tiga atau empat tahanan meninggal setiap bulan, katanya.
Adik perempuan sumber itu menjalani hukuman lima tahun karena ketahuan membuat panggilan telepon ke anggota keluarga yang telah melarikan diri dari negara itu dan bermukim kembali di Korea Selatan.
“Masih ada sekitar 50 narapidana yang terdiagnosis gizi buruk di Lapas Wanita dan mereka diisolasi ke dalam kelompok narapidana yang sakit. Mereka tidak bisa bangun atau duduk. Mereka seperti sedang menunggu kematian," kata sumber tersebut.
“Ketika kematian terjadi, penjaga memasuki penjara dan menumpuk jenazah di satu sisi. Setiap akhir bulan, para tahanan disuruh mengangkut mayat dengan tandu untuk dikubur di pegunungan di belakang penjara,” katanya.
Menurut sumber itu, keluarga biasanya mengunjungi narapidana mereka dan mengantarkan makanan seperti tepung jagung yang bisa bertahan sampai kunjungan berikutnya.
“Meningkatnya jumlah napi yang meninggal karena gizi buruk disebabkan pembatasan pergerakan selama wabah COVID-19. Menjadi sulit bagi keluarga untuk datang dan berkunjung,” katanya.
“Para tahanan tidak dapat menahan kerja keras setelah hanya makan satu bola nasi setiap hari seperti yang disediakan oleh penjara,” kata sumber itu.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kunjungan Keluarga Dibatasi
Tahanan di Penjara Chungsan, juga di Provinsi Pyongan Selatan, diizinkan untuk menerima kunjungan keluarga setiap tiga bulan sekali, seorang penduduk provinsi utara Ryanggang mengatakan kepada RFA dengan syarat anonim untuk berbicara dengan bebas.
“Karena pergerakan warga dibatasi, warga yang lebih dekat dengan penjara Chungsan dapat menyediakan makanan untuk keluarga mereka di penjara. Tapi sulit bagi mereka yang tinggal jauh, seperti di sini di provinsi Ryanggang,” katanya
“Mereka hanya bisa datang menggunakan servi-cha dan hanya bisa membawa makanan setiap enam bulan sekali,” kata sumber tersebut.
Servi-cha adalah truk atau van milik pribadi yang dapat disewa untuk mengangkut barang atau orang ke tempat-tempat yang tidak dapat diakses dengan kereta api dan bus.
Sumber kedua mengatakan bahwa ada beberapa di Penjara Chungsan yang belum menerima makanan dari keluarganya selama pandemi.
“Tahanan dengan keluarga dan kenalan yang membawa makanan dari luar hampir tidak akan selamat dari penjara, tetapi tahanan tanpa makanan dari luar mati karena kekurangan gizi. Dalam sebulan terakhir, 15 narapidana meninggal karena gizi buruk di Lapas Wanita,” kata sumber kedua.
“Ketika seorang napi meninggal, pihak lapas memanggil polisi dari kampung halaman napi dan meminta agar jenazahnya dibawa ke pihak keluarga,” katanya.
“Namun, selama masa darurat COVID, keluarga dibebankan untuk bertanggung jawab atas jenazah. Jika mereka tidak bisa tiba tepat waktu, jenazah digulung dalam kantong jerami dan dikubur di sekitar penjara.”
Perubahan Aturan
Setelah menghadapi rentetan kritik internasional atas perlakuannya terhadap tahanan, Korea Utara pada tahun 2015 mulai menghukum para pejabat di penjara di mana banyak narapidana meninggal, menurut sumber kedua.
Sejak itu, keluarga telah diizinkan untuk mengunjungi setiap bulan, bukan setiap tiga bulan, dan 10 persen dari makanan yang mereka bawa harus dibagikan kepada seluruh penghuni penjara sehingga narapidana tak dikunjungi keluarga mereka masih menerima makanan tambahan.
Namun sejak awal pandemi di tahun 2020, kunjungan keluarga kembali dikurangi menjadi tiga bulan sekali. Dengan lebih sedikit makanan yang masuk, malnutrisi di antara populasi penjara meningkat dengan cepat, katanya.
Alih-alih mengambil langkah-langkah untuk mencegah kekurangan gizi, bagaimanapun, pihak berwenang Korea Utara melakukan yang terbaik untuk mencegah berita kematian keluar, kata kedua sumber tersebut.
RFA tidak dapat secara independen mengkonfirmasi jumlah kematian akibat gizi buruk untuk dua penjara Pyongan Selatan.
Advertisement