Kisah Robin Hood Jawa Bagi Harta Rampokan untuk Rakyat Miskin, Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga muda adalah Robin Hood tanah Jawa. Dia mencuri dari para penguasa dan orang kaya lalim untuk berbagi kepada rakyat miskin

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Agu 2022, 12:13 WIB
Sunan Kalijaga | Dok. Bintang.com/Ardini Maharani

Liputan6.com, Semarang - Sunan Kalijaga (Susuhunan Kalijaga) merupakan salah satu walisongo yang paling populer. Model dakwahnya yang unik dengan pendekatan budaya setempat membuatnya lekat di hati, hingga saat ini.

Dia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya masih ada hingga sekarang.

Di antaranya, Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Sunan Kalijaga juga diyakini sebagai penggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Ratu").

Lansekap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga. Kota-kota di Jawa, kebanyakan mengadopsi konsep ini.

Metode pendekatannya itu membuat dakwah Sunan Kalijaga efektif. Banyak tokoh politik dan agama atau kepercayaan yang semula menolak agama Islam jadi bisa menerima dengan metode dakwah Sunan Kalijaga.

Namun, tak banyak yang tahu, sebelum Sunan Kalijaga menjadi wali dan berdakwah, dia pernah 'nakal' pada masa mudanya. Lahir pada 1450 Masehi, Sunan Kalijogo merupakan keturunan penguasa lokal kala itu, Raden Sahur atau Tumenggung Wilatikta yang jika ditarik ke atas masih terhubung dengan Arya Ranggalawe, Banyak Wide hingga Adipati Ponorogo.

Hidup serba kecukupan tidak membuat Sunan Kalijaga anteng di rumah. Pasalnya, dia melihat banyak ketimpangan, di antaranya pajak yang tinggi dan penguasa lokal lalim.

Karena itu, dia nekat menjadi perampok. Sunan Kalijaga merampok orang-orang kaya yang kejam, culas dan menindas masyarakat miskin. Lantas, harta rampokannya itu dia bagikan ke rakyat miskin.

Boleh dibilang, Sunan Kalijaga muda adalah Robin Hood tanah Jawa. Dia mencuri dari para penguasa dan orang kaya lalim untuk berbagi kepada raykat miskin.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Pertemuan dengan Sunan Bonang

Artefak yang ditemukan di Petilasan Sunan Kalijaga di Blora, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com.Ahmad Adirin)

Kisah yang melegenda di Jawa, saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin.

Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Tuhan tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang.

Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai.

Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.

Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang.

Kalijaga lantas melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Namun, cerita ini banyak diragukan oleh para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan bertentangan dengan ilmu syariat

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung berbasis lokalitas. Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Tim Rembulan

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya