HEADLINE: Hasil Autopsi Ulang Brigadir J Diumumkan, Tepis Dugaan Penganiayaan?

Tim Dokter Forensik Autopsi Ulang Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah memaparkan hasilnya pada Senin 22 Agustus 2022. Ada sejumlah hal yang kemudian menjadi perhatian.

oleh Nanda Perdana PutraDelvira HutabaratMuhammad Radityo PriyasmoroFachrur RozieGresi Plasmanto diperbarui 24 Agu 2022, 00:03 WIB
Peserta aksi dari berbagai elemen masyarakat sipil menggelar aksi solidaritas untuk mengenang Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Senin (8/8/2022). Aksi tersebut bertajuk “Keadilan untuk Joshua! Aksi menyalakan 3000 lilin dan doa bersama mengenang kematian Brigadir J”. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Tim Dokter Forensik telah merampungkan Autopsi Ulang Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dan telah memaparkan hasilnya pada Senin 22 Agustus 2022. Terdapat sejumlah hal yang kemudian menjadi perhatian menjawab pertanyaan luka-luka yang ada di tubuh Yosua.

Tim dokter menyimpulkan tidak ada luka kekerasan lain selain akibat tembakan. Luka lain yang diduga akibat penganiayaan seperti di jari akibat rekoset peluru.

Termasuk soal luka memar atau sobekan lainnya, dan kabar kuku tercabut atau pun jari diputus sama sekali tidak ada.

Tim dokter menyebut bahwa total terdapat lima luka tembakan di tubuh almarhum Brigadir J dengan 4 peluru tembus. Di mana ada dua luka tembak yang mengenai bagian cukup fatal di tubuh almarhum, yaitu di bagian dada dan kepala.

Meski demikian, tim dokter enggan memaparkan lebih jauh soal apa perbedaan autopsi yang pertama dan setelah diulang. Semuanya diserahkan ke pengadilan nanti.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengamini bahwa semuanya menjadi bekal di persidangan, termasuk ada dugaan penganiayaan atau tidak.

Menurut dia, di persidangan nanti kasus kematian Brigadir J yang melibatkan atasannya Irjen Pol Ferdy Sambo ini akan terang benderang.

"Tentunya kesaksian ahli sesuai dengan kompetensinya seperti itu. Karena seluruh keterangan ahli akan dijelaskan di persidangan yang memiliki konsekuensi yuridis dan keilmuannya untuk membuat kasus tersebut menjadi terang benerang," kata Dedi kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).

Dia menegaskan, bila kelak ada pihak-pihak yang tidak menerima hasil autopsi ulang Brigadir J ini, maka semuanya bisa disampaikan di pengadilan.

"Silahkan disampaikan di persidangan. Karena semua alat bukti dan barang bukti kan akan diuji oleh majelis hakim," ungkap Dedi.

Senada soal terbukti atau tidaknya ada penganiayaan terhadap brigadir J, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta semua pihak untuk bersabar, karena sejauh ini berkas tahap satu sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.

"Mohon sabar menunggu hasil penyidikan. Saat ini berkas tahap satu sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.Kita tunggu sampai berkas dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P-21) dan dilimpahkan ke pengadilan," kata Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).

Menurut dia, di sidang pengadilan semuanya diharapkan terungkap apa yang terjadi. Karena itu, ada atau tidaknya penganiayaan yang bisa saja mempengaruhi hukuman Ferdy Sambo, biarkan semuanya tergantung majelis hakim.

"Terkait dijatuhkannya hukuman, itu kewenangan Majelis Hakim yang mengadili," ungkap Poengky.

Sementara, pengamat kepolisian dan peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengingatkan, autopsi ini bukan hanya satu-satunya barang bukti dalam kasus kematian Brigadir J. Sehingga, harus diterima apapun hasilnya.

"Kalau memang secara scientific seperti itu, ya tidak ada masalah. Toh autopsi ulang ini bukan satu-satunya alat bukti," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).

Dia menegaskan, apa yang dilakukan tim dokter forensik ini sebenarnya hanya untuk melengkapi autopsi awal saja.

"Dan yang terpenting adalah mengembalikan kepercayaan publik dari asumsi-asumsi liar selama ini terkait penyebab kematian," ungkap Bambang.

 

Infografis Hasil Autopsi Ulang Brigadir J, Tepis Dugaan Penganiayaan? (Liputan6.com/Trieyasni)

Tak Mau Terlalu Banyak Bicara

Sementara itu, saat menghadiri wisuda almarhum sang anak, ayahanda Brigadir Nofriansyah Yoshua atau Brigadir J, Samuel Hutabarat, enggan mengomentari hasil autopsi terbaru jenazah anaknya.

Samuel dan beberapa kerabat menghadiri langsung wisuda almarhum sang anak di UTCC Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa (23/8/2022).

"Tanya saja ke pengacara saya, saya datang hanya untuk wisuda," ucap Samuel, seusai kegiatan wisuda digelar.

Namun, terlihat jelas raut sedih di wajah Samuel, sembari memperlihatkan ijazah sang anak yang telah berpulang ke Tuhan Yang Maha Esa.

Di kesempatan terpisah, Kuasa hukum keluarga Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, Ramos Hutabarat menyatakan, pihak keluarga menerima dan menghormati hasil autopsi ulang yang telah diumumkan Persatuan Dokter Forensik Indonesia.

Hasil autopsi ulang itu menyatakan tidak ada unsur penganiayaan dalam tubuh polisi asal Muaro Jambi tersebut.

Meski sebelumnya pihak keluarga yakin selain ditembak, Brigadir J juga tewas karena dianiaya. Namun hasil autopsi ulang Brigadir J yang dilakukan oleh tim independen itu mentahkan dugaan penyiksaan.

"Kami dari kuasa hukum keluarga pada intinya menerima dan menghormati hasil dari autopsi ulang tersebut," kata Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Ramos Hutabarat dihubungi di Jambi, Selasa (23/8/2022).

Ramos mengatakan pihak keluarga menerima karena hasil autopsi ulang ini dilakukan oleh para pakar dan dokter forensik yang independen. Sedangkan hasil yang menyatakan tidak ada unsur penganiayaan itu didapat secara keilmuan dan keahlian dokter forensik yang melakukan autopsi ulang.

"Menghormati sebagai suatu hasil yang nanti akan diujikan di proses pengadilan. Secara keilmuan yang telah dilakukan tidak ada luka-luka bekas penganiayaan, selain luka tembak," ujar Ramos.

Ramos menjelaskan langkah selanjutnya yang akan diambil tim kuasa hukum adalah mengawal perkara ini hingga mempunyai kekuatan hukum tetap dan para pelaku diberikan hukuman yang setimpal.

 


Sudah Berat

Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2022). Irjen Pol Ferdy Sambo meninggalkan Bareskrim Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan selama tujuh jam terkait kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pakar hukum pidana Teuku Nasrullah menyebutkan, sangkaan pasal 340 yang diberikan ke Ferdy Sambo dianggapnya berat karena maksimal hukumannya adalah mati. Sehingga, jika digabungkan dengan penganiayaan dan lainnya tidak lebih.

"Jadi saya rasa meskipun tidak terbukti penganiayaan, tetapi ada perencanaan pembunuhan sesuai pasal 340 dan ancamannya adalah 20 tahun, seumur hidup atau mati. Tetapi hakim berwenang dalam menentukan hukumannya untuk menggunakan standar minimum satu hari, maksimum mati," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).

"Sekarang ini, kalau saya melihat dari segi kejahatan, tanpa penganiayaan pun orang dalam jarak dekat sampai lima tembakan itu memang sudah direncanakan untuk mati, di situ terbukti perencanaannya," sambungnya.

Dia pun mengungkapkan, kalau memang kena dada dan tidak meninggal, bisa saja dbilang penganiayaan. Tapi, jika sudah lima tembakan memang pembunuhan berencana, dan di situ buktinya.

"Mengenai visum, suka enggak suka boleh saja kita berasumsi ada penganiyaan di tubuh seseorang. Tapi kan visum itu dilakukan setelah beberapa hari terhadap tubuh yang sudah lebam membusuk. Kadang-kadang ada margin error terhadap visum," ungkap Teuku.

Karena itu, lanjut dia, ada atau tidaknya penganiayaan terhadap Brigadir J, tak ada hal yang meringankan Ferdy Sambo, mengingat pasal yang disangkakannya cukup berat ancaman hukumannya.

Selain itu, Teuku juga menyebut, autopsi ulang yang dilakukan tidak hanya disepakati oleh Polri, tapi juga pihak keluarga.

"Tidak mungkin dibuat visum lagi sebagai pembanding. Oleh karena itu, harus dihormati dan tidak boleh diragukan," tukasnya.

Senada, pakar hukum pidana Mudzakir menegaskan, dalam rangkaian yang menjerat Ferdy Sambo ini adalah adanya sebuah pembunuhan.

"Apakah didahului dengan penganiayaan atau tidak, tak mempengaruhi ancaman hukuman terhadap pelakunya," jelas dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).

Selain itu, masih kata dia, pada barang bukti yang sudah diungkapkan ke publik, sudah mengindikasikan ada faktor yang memberatkan hukuman terhadap Ferdy Sambo.

"Faktor pemberatan utama adalah perusakan barang bukti dan mengaburkan tindak pidana, serta laporan palsu," tutup Mudzakir.

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Infografis Perbedaan Hasil Autopsi Ulang dengan Autopsi Pertama Jasad Brigadir J. (Liputan6.com/Trieyasni)

Tetap Penting

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman angkat bicara soal hasil autopsi kedua jenazah Brigadir J yang disebut tidak ada tanda penganiayaan.

Menurut dia, hasil autopsi bisa menjadi jawaban banyaknya spekulasi penyiksaan sebagai penyebab kematian Brigadir J.

“Ini menjadi pembelajaran juga buat kita semua, kalau kemaren kan banyak spekulasi yang beredar disiksa, dicabut kukunya, dipotong jarinya, segala macem, rupanya setelah dilakukan otopsi dengan melibatkan pihak independen, ada juga unsur tiga matra TNI, keluargakorban, disiarkan live hasilnya dan itu sangat kredibel,” jelas Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (23/8/2022).

Habiburokhman menilai pembunuhan terhadap Brigadir J hatus diusut tuntas dan pelaku dihukum, namun pengusutan kasus tidak perlu diwarnai spekulasi di luar pembunuhan.

“Jadi kita katakan yang benar, benar, yang salah katakan salah. Bahwa terjadi pembunuhan,pembunuhan harus dihukum ya tentu. Tapi bumbu-bumbu itu jangan menyimpang, ada disiksa, dibunuh di perjalanan, dan lain sebagainya, sudahlah kita percayakan kepada Timsus yahg dibentuk oleh Pak Kapolri bekerja secara profesional,” jelasnya.

Politikus Gerindra itu menyatakan, meski hasil autopsi kedua menyatakan tidak ada penganiayaan namun hasil autopsi tetap penting.

“Ya kan semua proses pemeriksaan perkara pidana itu kan menyeluruh, bagaimana latar belakangnya, bagaimana motifnya, apalagi peristiwa terjadinya, proses serangkaian sehingga orang itu, itu menjadi pertimbangan majelis hakim,” ucapnya.

“Jadi tetep penting hasil autopsi ini penting, jadi nanti di persidangan kita bisa lihat lebih detail lagi, ya g akan menjadi rujukan bagi majelis hakim untuk memutus perkara ini,” sambungnya.

Sementara itu, terkait hasil autopsi apakah akan meringankan atau tidak berpengaruh pada tuntutan pada Sambo, Habiburokhman menyerahkan pada majelis hakim. “Ya itu nanti pertimbangan hakim,” kata dia.

Senada, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa mengatakan, hasil kedua autopsi terhadap Brigadir J akan memperkuat apa motif yang membuat Irjen Ferdy Sambo menembak yang bersangkutan.

"Dalam proses hukum sebenarnya itu (autopsi) memperkuat tentang niat, tentang motif pembunuhan. Tapi dalam pasal-pasal sudah memenuhi unsur menghilangkan nyawa seseorang," kata Desmond di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (23/8/2022).

Menurut Desmond, hasil autopsi akan menjadi data tambahan dalam proses di peradilan yang nantinya akan dilakukan. "Kan ini intinya si A melakukan pembunuhan dengan sadis dan macam-macam. Tapi pasal yang dikenakan itu sudah sesuai dengan itu," kata Desmond.

Politikus Partai Gerindra itu menyatakan, motif Ferdy Sambo yang membunuh Brigadir J akan terungkap dan terbuka lebar nanti saat pengadilan dimulai. “Di pengadilan nanti akan dibongkar meninggalnya karena apa,” kata dia.

“Persoalan kasus Sambo akan selesai saat proses peradilan. Motifnya akan kelihatan apakah dilakukan di Magelang atau di mana. Sedangkan peradilan akan berjalan sekitar 4 sampai 6 bulan,” sambungnya.

Infografis Ragam Tanggapan Hasil Autopsi Ulang Brigadir J. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya