Praperadilan Bupati Mimika, Saksi Ahli Hukum Pidana UI Sebut KPK Kangkangi Kehormatan BPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat secara praperadilan oleh Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng. Eltinus menggugat KPK lantaran ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32, Kabupaten Mimika, Papua.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 24 Agu 2022, 01:05 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat secara praperadilan oleh Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng. Sidang gugatan praperadilan kembali digelar di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/8/2022) (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat secara praperadilan oleh Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng. Eltinus menggugat KPK lantaran ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32, Kabupaten Mimika, Papua.

Sidang gugatan praperadilan kembali digelar di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/8/2022). Pihak Eltinus mempermasalahkan penetapan tersangka terhadap Eltinus lantaran diduga kerugian keuangan negara dalam kasus ini belum bisa dibuktikan oleh KPK.

Terkait hal tersebut, saksi ahli dari pihak Eltinus, Dian Simatupang selaku Dosen Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia (UI) menyatakan bahwa untuk menyatakan adanya kerugian negara, harus ada format audit yang tepat yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Pernyataan adanya kerugian negara akibat perbuatan pidana, administrasi maupun perdata, hanya dapat dilakukan atau diformatkan ke dalam suatu hasil pemeriksaan atau audit. Jadi tidak boleh dari format yang lain, dari ekpose, tapi harus dari format audit, ujar Dian Simatupang di PN Jaksel, Selasa (23/8/2022).

Dian menambahkan, kerugian keuangan negara tidak boleh dimunculkan dari sebuah indikasi atau asumsi.

"Ketika hasil audit dilakukan maka akan muncul jumlah kerugian negara yang nyata dan pasti. Tidak boleh kerugian negara masih indikasi, kemungkinan, potensi atau asumsi. Tapi betul-betul yang sudah nyata dan pasti. Sekali lagi formatnya harus hasil audit atau hasil pemeriksaan. Bukan ekpose dalam jumlahnya yang sebenarnya tidak memiliki daya mengikat sebagai alat bukti temuan yang cukup untuk dilakukan penyelidikan atau penyidikan," kata dia.


Audit

Dian mengatakan, sesuai Pasal 10 ayat 1, yang boleh mengaudit kerugian keuangan negara hanya BPK. Karena itu, ketika KPK masih berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang kerugian negara, Dian mengatakan bahwa itu sudah tak dipakai oleh MK.

"KPK masih berpegang pada putusan MK yang sebenarnya sudah ditinggalkan. MK sudah punya keputusan baru yaitu 25 tahun 2016 yang menyatakan bahwa kerugian negara harus nyata dan pasti," kata dia.


Pertanyakan Status

Memperkuat penyataan di atas, saksi ahli pakar pidana yang juga Dosen UII Yogyakarta Mudzakir turut mempertanyakan perihal status tersangka kepada Eltinus Omaleng.

"Tersangka ditetapkan statusnya sebagai tersangka dimuat dalam SPDP atau surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Padahal dalam KUHAP pasal 1 ke 2 dinyatakan, tersangka itu produk penyidikan. Hasil penyidikan itu harus dibuktikan dengan unsur tindak pidana minimal dua alat bukti, jika sudah ditetapkan, siapa yang bertanggung jawab dengan minimal dua alat bukti tadi baru ditetapkan sebagai tersangka," kata Mudzakir.

"Dalam kasus ini SPDP sudah dinyatakan nama orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Menurut saya, penyebutan nama pada awal proses penyidikan, itu melawan hukum dan tidak sah. Seharusnya produk penyidikan. Jika bukan produk penyidikan maka batal demi hukum," ujar Mudzakir.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya