Turis Indonesia Bakal Diizinkan Masuk Jepang Tanpa Tunjukkan Hasil Negatif Tes Covid-19

Jepang bakal melonggarkan aturan soal tes Covid-19 bagi turis yang mampu memenuhi syarat vaksinasi, apa itu?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 24 Agu 2022, 08:03 WIB
Polisi berjalan-jalan di check in counter keberangkatan di Bandara Internasional Narita, timur Tokyo, Kamis (2/12/2021). Maskapai-maskapai internasional diminta menangguhkan reservasi baru pada semua penerbangan masuk ke Jepang hingga akhir Desember terkait varian Omicron. (AP Photo/Hiro Komae)

Liputan6.com, Jakarta - Jepang berencana tak lagi meminta bukti negatif tes Covid-19 untuk turis yang masuk ke negara itu. Namun, pelonggaran aturan tersebut disertai syarat, yakni mereka wajib sudah divaksinasi Covid-19 tiga kali. Sumber pemerintah juga mengatakan, akan menaikkan kuota pelancong asing yang saat ini di angka 20ribu orang per hari.

Pemerintah juga berencana untuk menerima lebih banyak turis asing dengan mengizinkan tur tanpa pemandu. Jepang sebelumnya mewajibkan pelancong asing untuk mengikuti tur berpemandu bila hendak berwisata ke negara itu mulai 10 Juni 2022.

Mereka memproses aplikasi yang diajukan turis dari 98 negara dan wilayah yang dianggap berisiko penularan Covid-19 rendah. Di antaranya berasal dari Amerika Serikat, Inggris, China, Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand.

Dikutip dari laman Kyodo, Selasa, 23 Agustus 2022, Perdana Menteri Fumio Kishida diperkirakan akan mengumumkan pelonggaran syarat masuk dan penaikan kuota turis asing yang masuk pada hari ini, Rabu (24/8/2022). Sumber itu menyebutkan, pemerintah mungkin akan menambah kuota kunjungan hingga 50 ribu orang per hari.

Waktu penerapan pelonggaran itu masih dipertimbangkan. Di sisi lain, apakah turis akan kembali ke Jepang dengan cepat juga tak bisa dipastikan saat harga minyak melambung di seluruh dunia, buntut perang Rusia di Ukraina.

"Kami akan membuat keputusan dengan tepat dengan mempertimbangkan situasi infeksi di dalam dan luar negeri, dan langkah-langkah pengendalian perbatasan yang diambil oleh negara-negara besar," kata Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno dalam konferensi pers reguler, kemarin.

 


PM Jepang Positif Covid-19

Mantan Menteri Luar Negeri Fumio Kishida berpose di markas besar Partai Demokrat Liberal setelah terpilih sebagai perdana menteri Jepang yang baru di Tokyo, Rabu (29/9/2021). Kishida (64) menggantikan pemimpin partai dari PM Yoshihide Suga yang mengundurkan diri. (Du Xiaoyi/Pool Photo via AP)

PM Jepang awalnya akan mengumumkan langsung pelonggaran kebijakan itu pada Konferensi Internasional Tokyo ke-8 tentang Pembangunan Afrika yang akan diadakan di Tunisia pada 27 dan 28 Agustus 2022. Namun, dia batal berangkat setelah dinyatakan positif Covid-19.

Kishida disebut terpapar virus itu usai libur musim panas. Dia merasakan gejala ringan, yakni sedikit demam dan batuk, sehingga masih bisa bekerja dari rumah dinasnya. PM Jepang itu akan menjalani isolasi mandiri hingga 30 Agustus 2022. 

PM Kishida sudah menerima dosis keempat COVID-19 pada 12 Agustus 2022. Tiga hari kemudian ia berlibur. Kishida sempat main golf di Prefektur Ibrakai, kemudian menginap di hotel pemandian air panas di Prefektur Shizuoka, dan sempat mengunjungi Kuil Mishima Taisha. Istri dan putra dari PM Fumio Kishida menjadi kontak dekat.

Jepang saat ini merasakan gelombang ketujuh COVID-19. Berdasarkan situs Japan COVID-19 Coronavirus Tracker, ada tambahan 141 ribu kasus harian di Jepang, serta 243 kematian. Totalnya ada 2,2 juta kasus aktif di negara tersebut.

 


Masih Sepi

Ilustrasi bendera Jepang (AFP/Toru Yamanaka)

Meski telah melonggarkan perbatasannya untuk dikunjungi turis asing, jumlah pelancong ke Jepang nyatanya tidak meningkat drasttis. Pada periode 10 Juni hingga 10 Juli 2022, negeri sakura hanya menyambut sekitar 1.500 turis, menurut data dari Badan Layanan Imigrasi Jepang, dikutip dari CNN.  

Jumlah tersebut turun 95 persen dari periode yang sama pada 2019, sebelum pandemi. Mengapa para turis begitu lambat untuk kembali ke tempat yang secara historis menjadi destinasi populer?

Meski Jepang sudah membuka pintu, negara tersebut saat ini hanya mengizinkan wisatawan liburan untuk datang dalam kelompok yang terorganisir daripada sebagai individu. Bagi banyak orang di Barat yang lebih menyukai spontanitas dan tidak ingin mengikuti rencana perjalanan yang ketat, masalah itu adalah faktor yang menghentikan seseorang bertindak.

"Kami tidak perlu dijaga," kata Melissa Musiker, seorang profesional hubungan masyarakat yang berbasis di New York dan sering bepergian ke Jepang.

Ia dan suaminya telah ke Tokyo sekitar enam kali" Pasangan itu berencana untuk mengunjungi lagi pada 2022 ketika mereka mendengar perbatasan dibuka kembali, tetapi frustrasi oleh pembatasan dan menyerah.


Ganti Destinasi

Liburan di Jepang, Syahrini pancarkan pesona cantiknya dalam balutan busana stylish. Memberikan penampilan ala cewek kue, Syahrini pakai hijab putih yang dipadukan dengan kemeja oranye dan celana putih, serta tas warna putih.(Liputan6.com/IG/@princessyahrini)

Pasangan itu akhirnya memilih tujuan baru dan pergi ke Korea Selatan untuk liburan mereka. Preferensi untuk kunjungan kota daripada liburan pantai memberi keuntungan bagi Seoul, seperti halnya kecanduannya pada K-drama sejak pandemi.

"Kami tidak ingin dikarantina. Itu adalah faktor yang sangat besar," kata Musiker. "Kami hanya ingin pergi dan berkeliling dan berbelanja dan makan sushi yang mahal."

Kebijakan Jepang yang tidak sepenuhnya terbuka tidak hanya berlaku untuk visa. Jepang masih memberlakukan aturan memakai masker di banyak daerah, tur kelompok bisa bertarif mahal, dan Jepang memerlukan karantina pada saat kedatangan, yang membuatnya menjadi penjualan yang lebih sulit.

Katie Tam adalah salah satu pendiri Arry, platform berlangganan khusus anggota yang membantu pengunjung ke Jepang mencetak reservasi di beberapa restoran paling laris di Tokyo, seperti Sukiyabashi Jiro dan daftar Restoran Terbaik Asia baru-baru ini, Den.  Sebelum pandemi, banyak pengguna Arry adalah turis Asia --yang tinggal di Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, atau Singapura-- yang mengunjungi Jepang beberapa kali dalam setahun atau sekadar mampir untuk menikmati akhir pekan panjang yang spontan.

Namun sejak 2020, perusahaan tersebut harus hiatus. "Kami tidak tahu bahwa itu akan memakan waktu begitu lama. Ini pasti sulit," katanya.

Infografis Naruhito Kaisar Baru Jepang. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya