EBT Belum Optimal, Produsen Migas Soroti Ketahanan Energi di Masa Transisi

Indonesian Petroleum Association (IPA) mengingatkan agar memperhatikan ketahanan energi saat masa transisi, mengingat masih belum optimalnya pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Agu 2022, 22:58 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Indonesian Petroleum Association (IPA) mengingatkan agar memperhatikan ketahanan energi saat masa transisi, mengingat masih belum optimalnya pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia.

Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk turut serta dalam pengurangan emisi karbon, dengan menerapkan transisi energi.

"Isu mengenai transisi energi semakin kencang digaungkan menuju perhelatan G20," kata Marjolijn dalam keterangan tertulis IPA, di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Marjolijn pun menanggapi hal itu, sektor energi nasional pun kini harus menghadapi dua tantangan utama sekaligus, yaitu peningkatan produksi migas guna memastikan ketahanan energi dan mengurangi beban impor, serta pencapaian target nett zero emission.

Marjolijn melanjutkan, upaya menjaga ketahanan energi pada masa transisi seperti saat ini, menjadi hal yang patut diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan, mengingat masih belum optimalnya pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia.

Oleh karena itu, gas bumi sebagai sumber energi berbasis fosil yang lebih bersih daripada batubara dan minyak bumi, diharapkan dapat menjadi andalan dalam mendukung transisi energi yang ada.

"Indonesia memiliki potensi gas bumi yang sangat besar sehingga diyakini dapat mendukung proses transisi energi dengan tetap memenuhi kebutuhan energi nasional," tuturnya.

 


Potensi Gas

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Meski potensi gas yang dimiliki Indonesia sangat besar, menuru Marjolijn banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi terlebih dahulu agar potensi gas bumi yang ada tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan secara maksimal.

Dia mengungkapkan, para pengambil kebijakan sebaiknya tetap berusaha memastikan agar kebijakan yang dibuat dapat meningkatkan keyakinan investor untuk terus berinvestasi dalam proyek-proyek gas yang ada, terutama dalam hal keekonomian.

"Selain itu, keberlanjutan proyek gas bumi juga perlu diperhatikan agar ketersediaan gas bumi yang menjadi sumber energi tidak terputus," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, pemanfaatan gas bumi sebagai jembatan menuju transisi energi nasional bersifat sangat strategis. Hal ini merujuk pada beberapa tahun terakhir dimana penemuan cadangan migas nasional didominasi oleh gas bumi.

Selain soal potensi tersebut, menurut dia, kebijakan yang diambil pemerintah untuk industri hulu harus dilihat secara lebih luas.

“Perlu diingat bahwa sektor hulu migas memiliki multiplier effect yang besar, sehingga nilai tambah yang ditimbulkan pun cukup besar dan signifikan bagi perekonomian nasional,” ungkapnya.


Pemerintah Kembali Lanjutkan Eksplorasi Migas yang Terhenti di 2014

Ilustrasi Migas. istimewa ©2019 Merdeka.com

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap negara pernah meghabiskan dana USD 2 Miliar untuk eksplorasi minyak dan gas bumi (migas). 

Ia menyebut, dana tersebut habis untuk eksplorasi yang ternyata gagal pada 2012-2014. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk menghentikan eksplorasi selanjutnya. Hal ini, yang disebut akan dimulai kembali pada 2023.

"Jadi ini sejak 2012 sampai 2014 dulu ada eksplorasi besar-besaran yang telah menghabiskan lebih dari USD 2 miliar, eksplorasi ternyata tidak berhasil dan sejak itu sudah tidak ada lagi eksplorasi baru," ungkap Arifin Tasrif dalam Konferensi Pers Nota Keuangan RAPBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Arifin menaruh target untuk lifting minyak sebesar 680.000 barel minyak per hari (bopd). Kemudian lifting gas bumi sebesar 1,050 juta barel per hari.

Dari sisi lifting minyak bumi, salah satu upayanya adalah menjaga level produksi yang terjadi serta mengambil langkah untuk meningkatkan produksinya. Mengingat kondisi sumur-sumur minyak yang saat ini sudah berumur tua.

"Antara lain kita sekarang mencoba pengeboran yang lebih besar, lebih banyak lagi. Terbukti bahwa di Rokan (WK Rokan) sudah mulai ada peningkatan dari trennya menurun dan ini sudah mulai meningkat," paparnya.

"Untuk jangka panjangnya kita memang harus mengupayakan untuk bisa mengeksplor kembali wilayah-wilayah yang masih berpotensi," tambahnya.


Potensi Pengembangan Baru

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Lebih lanjut, Arifin menyebut telah memetakan beberapa potensi lifting minyak dan gas bumi baru untuk dikembangkan. Namun, dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk mengolahnya.

"Membutuhkan waktu yang cukup panjang dan kita perlu melakukan perbaikan-perbaikan fiscal term untuk bisa membuat daya investasi di sektor migas ini akan juga meningkat," ujarnya.

Di sisi lain, ia juga mendorong mulainya produksi di beberapa lapangan lifting, misalnya di Jawa Timur dan Papua. Pada bagian ini, diperlukan penyempurnaan infrastruktur, utamanya infrastruktur lifting gas bumi.

"Sehingga bisa menyambung mulai dari Sumatera sampai ke Jawa Timur. Ini intinya adalah untuk merespons jangka panjang kelebihan gas kelebihan gas di daerah yang surpus, dikirim ke daerah-daerah yang memang sudah menunjukkan penurunan," terangnya.

Kemudian, ada pula potensi di Sumatera Utara yang diklaim bisa dimanfaatkan untuk 7-10 tahun kedepan. Lalu Blok Mahakam yang kini sedang dilakukan penyelesaian.

Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya