Liputan6.com, Jakarta Kaum Buruh menolak keras rencana harga BBM naik, termasuk gas LPG 3 kg. Mereka siap menggelar demonstrasi pada awal September 2022 untuk menentang itu.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan harga BBM. Pertama, kenaikan BBM akan meningkatkan inflasi secara tajam.
Advertisement
Dia memprediksi, inflasi potensi tembus di angka 6,5 persen. Hal itu akan berdampak pada daya beli rakyat kecil semakin terpuruk.
"Khususnya buruh pabrik yang selama 3 tahun tidak naik sudah menyebabkan daya beli turun 30 persen. Kalau BBM naik, bisa-bisa daya beli mereka turun hingga 50 persen," ujar Said Iqbal, Rabu (24/8/2022).
Alasan kedua, tingkat upah di kalangan buruh yang tidak naik juga akan berdampak pada banyaknya PHK akibat kenaikan harga barang. Ini karena perusahaan juga akan melakukan efisiensi akibat biaya energi yang meningkat.
Ketiga, tidak tepat membandingkan harga BBM di suatu negara dengan tidak melihat income per kapita. Indonesia harga pertalite akan dinaikkan di angka Rp 10.000 per liter.
"Kalau melihat income per kapita, Singapore sudah di atas 10 kali lipat dibandingkan dengan kita. Jadi perbandingannya tidak apple to apple," ungkap Presiden Partai Buruh itu.
Dianggap Akal-Akalan
Alasan berikutnya, kalau arahnya untuk menuju energi terbarukan, itu hanya akal-akalan. Said Iqbal menyoroti BUMN dan perusahaan-perusahaan besar masih menggunakan energi fosil, batu bara, diesel, hingga sollar. Alasan ini pun dinilai Partai Buruh hanya akal-akalan saja.
Terakhir, saat ini premium sudah hilang di pasaran, kecuali daerah tertentu. Iqbal minta pemerintah jangan berdalih, ketika pertalite naik maka masyarakat bisa menggunakan premium. Pasalnya, mayoritas konsumen Pertalite berasal dari golongan menengah bawah.
"Buruh mendesak pemerintah untuk memastikan tidak ada kenaikan harga BBM," tegasnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Pengamat Sepakat Harga BBM Naik: Pertalite Rp 10.000, Solar Rp 8.500
Kabar kenaikan harga BBM Subsidi tengah menjadi perbincangan berbagai kalangan. Pengamat energi pun ikut menanggapi, kalau kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar tak bisa dihindarkan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyampaikan langkah penyesuaian harga BBM Subsidi menjadi jalan tengah bagi pemerintah yang menanggung beban subsidi. Ia mengusulkan kenaikan sekitar Rp 2.000-3.000 per liter, baik untuk Pertalite maupun Solar.
Sehingga harga jual nantinya bisa menyentuh di Rp 10.000 per liter untuk Pertalite, dan Rp 8.500 per liter untuk Solar. Dengan harga ini, selisih antara BBM Subsidi dasn Non Subsidi menjadi tak terlalu jauh.
"Saya kira juka benar-benar dinaikkan ada di angka Rp 10.000 per liter untuk Pertalite dan solar subsidi di angka Rp 8.500 per liter," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).
Dengan kenaikan yang dinilai tak terlalu besar itu, dampak terhadap inflasi diprediksi tak akan menjadi masalah. Ia berharap dampaknya masih dibawah 1 persen dari penambahan beban inflasi akibat kenaikan harga BBM.
"Kenaikan ini buat saya cukup rasional dengan tidak terlalu membebani bagi masyarakat," kata dia.
Penegasan
Selain dari mengatur kembali harga BBM Subsidi dan Penugasan, revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 bisa menjadi jalan lain. Melalui aturan ini, pemerintah bisa menegaskan kembali soal kriteria penerima yang berhak mengakses Pertalite maupun Solar.
Untuk diketahui, pemerintah berencana menerbitkan revisi aturan tersebut pada Agustus 2022 ini. Artinya, hanya tersisa kurang lebih satu pekan hingga tutup bulan.
"Misalnya pertalite hanya untuk roda 2 dan angkutan umum plat kuning atau kendaraan umkm, pertanian,nelayan dan bidang lain yang mendapatkan rekomendasi dari aparat terkait. Solar hanya untuk kendaraan angkutan umum plat kuning roda maksimal 6 tdak untuk kendaraan pertambangan dan perkembunan," paparnya.
"Jumlah yang bisa diisi juga hanya 100 liter per hari, ini akan sangat membantu pemerintah dalam menjaga kuota dan subsidi menjadi tepat sasaran," imbuh Mamit.
Advertisement