Aksi Nekat Wanita Hampir Bugil Bersimbah Darah di Gerai Louis Vuitton

Aksi serupa juga dilakukannya tahun lalu di outlet Louis Vuitton dengan menuangkan darah menstruasinya ke seluruh tubuh.

oleh Asnida Riani diperbarui 24 Agu 2022, 14:04 WIB
Pejalan kaki tercermin di jendela department store GUM dengan butik Louis Vuitton ditutup karena sanksi di Moskow, Rusia, Selasa, 31 Mei 2022. Ketika invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari ke-100, kehidupan di Moskow dan St. Petersburg sebagian besar tetap normal, bahkan ketika banyak pengecer Barat mulai hengkang dari negara itu. (AP Photo/Alexander Zemlianichenko)

Liputan6.com, Jakarta - Adalah Tash Peterson, seorang aktivis vegan yang nekat menggelar aksi di outlet Louis Vuitton. Perempuan berusia 28 tahun asal Perth, Australia itu tampil hampir bugil, hanya memakai celana dalam, sambil bersimbah "darah."

Aksi ini dilakukannya akhir pekan kemarin, dengan maksud mengkritisi pembeli yang membeli produk hewani, melansir Daily Mail, Rabu (24/8/2022). Ia juga pernah berdemonstrasi dengan topik yang sama setahun lalu, dan menyebutnya sebagai "protes paling kuat yang pernah dilakukannya."

"Hai semuanya, Anda mungkin bertanya-tanya mengapa saya terlihat seperti ini ... tapi saya akan menyamar untuk melakukan protes hari ini di dalam Louis Vuitton sebagai peringatan sejak 'gangguan pertama' saya di Louis Vuitton tepat satu tahun lalu," kata Peterson.

Selain ke tubuh, ia juga memercikkan "darah" ke beberapa bagian lantai gerai rumah mode mewah tersebut. Meski tidak jelas apakah darah asli benar-benar digunakan, Peterson mengaku menggunakan darah menstruasinya sendiri dalam demonstrasi tahun lalu.

"Saya sangat gugup, tapi ini akan jadi protes yang luar biasa dan kuat ... jadi doakan saya beruntung," tambahnya.

Foto-foto menunjukkan aktivis itu berdiri di toko Louis Vuitton, sementara pembeli yang kebingungan bergerak di sekelilingnya. Selama intrusi Louis Vuitton pertamanya, Peterson terlihat berparade di sekitar toko mencoba mempermalukan pembeli karena membeli barang-barang yang menampilkan bahan-bahan yang berasal dari hewan.

Saat itu, ia berteriak, "Siapa yang dibunuh karena tas kulit, jaket, dan jumper wol Anda," ketika penjaga keamanan berusaha mengantarnya ke pintu depan. "Jika Anda membeli kulit binatang, wol, bulu, bulu, dan sisik, Anda membayar untuk pelecehan hewan yang paling mengerikan di planet ini. Anda berkontribusi pada holocaust hewan."

 

 


Aksi Berbeda

Tash Peterson, seorang aktivis vegan yang nekat menggelar aksi protes pembelian produk hewani di outlet Louis Vuitton, Australia. (dok. Instagram @vganbooty/https://www.instagram.com/p/ChmBTG6hGNx/)

Seorang penjaga keamanan yang bertugas saat itu kemudian menyambar sebuah tanda yang dipegang Tash Peterson, memicu tarik ulur antar keduanya ketika pembeli yang tidak terkesan menatap aktivis yang hampir telanjang itu. Aksi itu membuatnya didenda 3,5 ribu dolar AS oleh hakim Perth.

Peterson tercatat telah melakukan serentetan protes tingkat tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyerbu supermarket, restoran cepat saji, dan turun ke kebun binatang di tengah perjuangannya untuk hak-hak hewan.

Aktivis vokal dan bintang OnlyFans yang dianggap pihak berwenang sebagai "hama terbesar Australia" ini bahkan dilarang dari setiap pub di negara bagian Western Australia selama sembilan bulan. Ia juga pernah menyela pertandingan AFLW dengan berlari ke lapangan di Stadion Perth pada Februari 2020.

Pemrotes itu berlari sekitar satu menit sebelum dijegal gelandang Fremantle Kiara Bowers agar keamanan bisa mengejar. Atas aksinya, Peterson didenda 1,8 ribu dolar AS di pengadilan karena masuk tanpa izin.


Bukan Satu-satunya

Seorang pengunjuk rasa memegang spanduk pada peragaan busana Louis Vuitton Spring/Summer 2022 di Paris, Selasa (5/10/2021). Pengunjuk rasa itu berjalan di atas catwalk Paris Fashion Week dengan membawa spanduk yang mengutuk dampak konsumsi berlebihan terhadap lingkungan (Vianney Le Caer/Invision/AP)

Faktanya bagi Louis Vuitton, Tash Peterson bukan satu-satunya pemrotes vokal. Seorang aktivis iklim telah berjalan di runway Louis Vuitton dalam peragaan koleksi Musim Semi/Panas 2022 di Paris Fashion Week, 5 Oktober 2021.

Melansir Independent, aktivits tersebut membawa spanduk bertuliskan, "Overconsumption = extinction" (Konsumsi berlebihan = kepunahan)," tiba-tiba masuk dan ikut beraksi bersama para model. Aktivis perempuan itu mewakili Amis de la terre France, sebuah asosiasi perlindungan manusia dan lingkungan.

Aksi ini bertujuan menyoroti perilaku pemborosan dari industri fesyen. Setelah berjalan beberapa langkah di landasan pacu di Louvre, aktivis tersebut diadang petugas keamanan dan langsung dibawa pergi secara paksa. 

"La planète brûle mais la mode respecte ailleurs (Bumi kita terbakar, tapi fesyen terlihat di tempat lain)," tulis Extinction Rebellion Perancis dalam sebuah unggahan di Instagram mereka saat itu.

Mereka juga menuliskan bahwa "kami adalah korban mode." Industri fesyen, yang mereka anggap sebagai industri beracun, telah mencemari Bumi dan mengeksploitasi manusia.


Pesan dalam Spanduk Lainnya

Seorang pengunjuk rasa memegang spanduk pada peragaan busana Louis Vuitton Spring/Summer 2022 di Paris, Selasa (5/10/2021). Membentangkan spanduk, pengunjuk rasa itu berbaris di jalan yang sama dengan para model. (Vianney Le Caer/Invision/AP)

Extinction Rebellion Prancis memaparkan adanya karyawan industri fesyen yang dieksploitasi di Bangladesh, India, Ethiopia, dan Italia. Mereka menyebut budidaya kapas dapat menghancurkan Bumi, selain menggarisbawahi konsumsi mode secara berlebih.

"Kami tahu, jadi kami bertindak. Kemarin di parade #LouisVuitton, lima aktivis Extinction Rebellion, @amisdelaterrefr, dan @youthforclimateparis menyusup ke podium, menyebarkan pesan kami," tulis mereka dalam salah satu unggahan pada 6 Oktober 2021.

Selain "Konsumsi berlebihan = kepunahan!," spanduk yang dibawa para aktivis juga memuat pesan lain, seperti "Tidak ada fesyen di planet mati," "Perubahan mode bukanlah perubahan iklim," "Iklim adalah korban fesyen," dan "LVMH / Macron, kaki tangan dalam kelambanan."

Mereka mengatakan bahwa pemerintah Prancis tidak mengatur industri fesyen, mendesak regulasi yang mengatur para pemainnya mengurangi produksi busana. Amis de la terre France dalam unggahan Instagramnya menyebut pemerintahan Presiden Perancis Emmanuel Macron turut bertanggung jawab atas kerusakan ini. Pasalnya, selama lima tahun, pihaknya telah menolak para pelaku industri fesyen untuk menghargai Perjanjian Paris. 

Infografis Fakta-Fakta Menarik tentang Fashion. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya