Wagub Jakarta: Kita Akan Cek Kebenaran Kabar Jual Beli Jabatan

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membantah adanya jual beli jabatan di lingkungan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Agu 2022, 15:12 WIB
Sejumlah Pegawai Badan Kepegawaian Daerah DKI melakukan aktivitas kerja di Kantor Balai Kota DKI Jakarta, Senin (9/5/2022). Pemprov DKI masih menerapkan kapasitas maksimal 75 persen terhadap para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di kantor usai Lebaran Idul Fitri 1443 H/2022 M. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membantah adanya jual beli jabatan di lingkungan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Namun demikian dia menyatakan akan mengecek kabar tersebut. 

"Kata siapa? Prinsipnya kami Pemprov tidak melakukan, tidak membenarkan hal tersebut," kata Riza Rabu (24/8/2022).

Riza menyampaikan, akan memeriksa lebih lanjut informasi jual beli jabatan ini. "Informasi tersebut sama-sama kita cek kembali. Kita teliti kebenarannya. Siapapun yang melakukan itu, yang tidak sesuai tentu akan mendapatkan sanksi," kata dia.

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mendesak pembentukan panita khusus (pansus) guna menyelidiki isu jual beli jabatan di instansi lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

"Jual beli jabatan di DKI Jakarta ibarat kentut. Tidak ada yang berani ngomong, tidak ada yang berani ngaku 'aku yang kentut' kan nggak ada. Tapi itu fakta, bukan saya ngarang-ngarang. Suarakan biar segera didorong bentuk pansusnya gitu loh. Yang bisa menguak itu kalau sudah terbentuk pansus, itu pasti akan terbuka semuanya," kata Gembong ketika dihubungi merdeka.com, Rabu (24/8/2022).

Berdasarkan temuan Gembong, beberapa oknum yang ingin naik jabatan perlu membayar sebesar Rp60 juta.

"Untuk geser dari posisi kepala subseksi, itu kan tingkatan paling rendah gitu, geser jadi kepala seksi (itu Rp60 juta). Hanya geser-geser saja dikit. Itu dalam eselon yang sama," tambah Gembong.

 


Tarif untuk Camat

Gedung Balai Kota DKI Jakarta. ©2014 merdeka.com/muhammad lutfhi rahman

Untuk menjadi camat, Gembong menemukan ada yang menjual Rp200-250 juta. Namun, tidak ada harga pasti dalam jual beli jabatan ini.

"Ya bervariasi lah. Enggak akan baku (harganya) tetapi bervariasi tergantung moodnya si penjual itu. Ada yang Rp100 juta, kalau camat ada yang Rp250juta, Rp200 juta, bervariasi," ucap dia.

Gembong menambahkan, di masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan praktik jual beli ini semakin marak.

"Ini sudah bukan sekedar marak. Ini sudah menjadi. Sekarang pertanyaan sederhananya begini, ini keterlibatan pihak lain sudah cukup begitu sangat sentral. Sekarang yang ikut campur jadi lebih banyak. Anies punya tim yang begitu banyak," kata Gembong.

Dia berharap, sebelum masa jabatan berakhir, Anies dapat mengevaluasi dan menemukan oknum yang melakukan jual beli jabatan.

"Sebelum meninggalkan Jakarta seharusnya ini menjadi evaluasi di akhir-akhir masa jabatannya, agar ditemukan akarnya di mana gitu loh, siapa yang terlibat gitu," kata Gembong.

 

 

Reporter: Lydia Fransisca

Sumber: Merdeka.com

Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya