Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Ukraina Vasyl Hamianin memperingati kemerdekaan negaranya bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI). Ukraina merdeka pada 24 Agustus 1991 dari kekuasaan Uni Soviet.
Pada kemerdekaan ke-31, Ukraina masih menghadapi invasi Rusia. Dubes Hamianin juga meragukan Rusia bisa melakukan negosiasi perdamaian, sebab Rusia menuntut Ukraina menyerahkan wilayah mereka.
Baca Juga
Advertisement
"Saya melihat reaksi rakyat saya setelah misil menghantam flat mereka, tanah mereka, lalu mereka bilang lebih baik mati ketimbang jadi budak," ujar Dubes Ukraina Vasyl Hamianin di markas FPCI, Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Ia pun menyorot bagaimana rencana Rusia yang ingin cepat-cepat mengakhiri perang, namun ternyata selama berbulan-bulan Ukraina masih terus bertahan dan menyerang balik.
"Tiga hari yang dideklarasikan untuk menduduki Kiev dan membuat pemerintah Ukraina menyerah telah menjadi enam bulan pada tanggal 24 ini," ujar Dubes Ukraina.
"Merdeka atau mati," ia menegaskan.
Serangan Rusia ke Ukraina dimulai 24 Februari 2022. Awalnya, Rusia berkali-kali menyebut tidak akan menyerang Ukraina, melainkan hanya latihan saja di Belarusia. Namun, pasukan Rusia masuk ke Ukraina lewat Belarusia.
Rusia telah menguasai wilayah daerah Luhansk yang merupakan secara sah milik Ukraina.
Terkait siapa yang dapat menjadi penengah kedua negara, Dubes Ukraina berkata itu tidak penting, sebab Ukraina melihat Rusia yang sulit negosiasi damai.
"Bisa siapa saja (jadi penengah), Tetapi saya ulangi tidak masalah siapa yang berada di tengah," ujar Dubes Ukraina seraya menambahkan bahwa "pihak satu lagi tidak ingin negosiasi."
Khawatir Serangan Rusia, Perayaan Kemerdekaan Ukraina Dilarang Digelar di Kota Kiev
Ibu kota Ukraina, Kiev, melarang perayaan publik pekan ini untuk memperingati kemerdekaan dari kekuasaan Soviet, dengan alasan meningkatnya ancaman serangan Rusia dalam perang yang menurut PBB pada Senin (22 Agustus) telah menewaskan hampir 5.600 warga sipil, termasuk banyak anak-anak.
Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (23/8), dekat garis depan di selatan negara itu, Ukraina mengatakan Rusia menembakkan roket ke beberapa kota di utara dan barat pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, yang direbut oleh pasukan Rusia tak lama setelah mereka menginvasi Ukraina pada Februari.
Artileri dan tembakan roket di dekat kompleks reaktor nuklir Zaporizhzhia, di tepi selatan Sungai Dnipro, telah menyebabkan seruan agar daerah tersebut didemiliterisasi. Warga Ukraina yang tinggal di dekat pabrik menyuarakan kekhawatiran bahwa peluru bisa mengenai salah satu dari enam reaktor pabrik, dengan konsekuensi yang berpotensi menimbulkan bencana.
"Tentu saja, kami khawatir ... Ini seperti duduk di atas tong mesiu," kata Alexander Lifirenko, penduduk kota terdekat Enerhodar, yang sekarang berada di bawah kendali pasukan pro-Moskow.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah memperingatkan bahwa Moskow dapat mencoba "sesuatu yang sangat buruk" menjelang peringatan kemerdekaan ke-31 hari Rabu, yang juga menandai setengah tahun sejak invasi Rusia.
Advertisement
Cegah Harga BBM Naik, DPR Desak Jokowi Beli Minyak Murah Rusia
Anggota Komisi VII DPR RI asal Fraksi PKB Syaikhul Islam meminta pemerintah berani membeli minyak asal Rusia demi menekan harga BBM subsidi di Tanah Air. Menyusul, tawaran harga minyak mentah dari Rusia lebih murah 30 persen dibandingkan harga pasar.
"Terkait dengan penawaran impor crude dari Rusia lebih murah 30 persen, kita ndak ambil alangkah gobloknya kita. Dengan crude murah nggak ada kenaikan BBM (subsidi). Malah turun kalau perlu harganya kan gitu," tegasnya dalam rapat kerja bersama Menteri ESDM di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (24/8).
Dia menyampaikan, penawaran harga minyak murah dari Rusia ini harus dimanfaatkan betul. Sebab, pemerintah tidak perlu untuk melakukan penyesuaian harga BBM subsidi yang justru ama memicu inflasi.
"Ini penting demi kemaslahatan rakyat," tekannya.
Lanjutnya, banyak negara Eropa sebagai sekutu Amerika Serikat juga tetap mengimpor minyak asal Rusia. Mengingat, harga yang lebih murah daripada pasaran.
"Goblok kalau takut impor minyak mentah dari Rusia. Karena sekutu Amerika (AS) yang dari Eropa itu tetap impor energi dari Rusia," tutupnya.