Liputan6.com, Jakarta - Sidang praperadilan penetapan tersangka terhadap Bupati Mimika, Eltinus Omaleng kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (24/8). Diketahui, dalam kasus ini Eltinus Omaleng diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sidang Rabu (24/8), menghadirkan dua orang saksi. Pertama, seorang saksi fakta dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kedua, Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, W. Riawan Tjandra sebagai saksi ahli.
Advertisement
Menurut saksi fakta, KPK sudah meminta BPK melakukan ekpose terkait kasus ini sebelum kerugian negara selesai dihitung.
"BPK diminta KPK untuk melakukan ekspose atas dugaan korupsi pembangunan Gereja, kemudian KPK kembali meminta untuk menghitung kerugian negara,” kata BPK dalam sidang tersebut.
Pada keterangan berikutnya, saksi ahli yang berlatar ilmu hukum dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ini mengatakan, sependapat dengan pihak BPK. Jika penghitungan kerugian harus diselesaikan terlebih dulu, sebelum adanya ekspose oleh KPK.
"Kita harus lihat tahapannya. BPK yang menentukan terjadi tidaknya kerugian negara. Apakah BPK sudah selesai tahapan (hitung kerugian negara) itu? Menurut saya, selesaikan dulu, (baru lakukan ekspose)” ujar dia.
Perhitungan Kerugian Keuangan Negara
Riawan Tjandra menegaskan, penting sekali adanya perhitungan kerugian keuangan negara sebelum adanya status seseorang menjadi tersangka. Hal ini bertujuan, agar terdapat laporan yang jelas berapa kerugian negara ditimbulkan saat seorang yang ditersangkakan melakukan upaya hukum, seperti praperadilan.
"Bahwa pada peradilan nanti akan ditetapkan seseorang itu bersalah atau tidak, sudah harus ada perhitungan kerugian negara dari BPK,” dia menutup.
Menanggapi kedua saksi itu, Kuasa Hukum Bupati Mimika Eltinus Omaleng, Adria Indra Cahyadi mengamini, perhitungan kerugian negara seharusnya melekat pada penetapan seseorang menjadi tersangka.
Hanya saja dalam kasus ini, dia meyakini perhitungan kerugian negara belum ditandatangani oleh BPK sebagai institusi sah yang melakukan perhitungan kerugian negara namun kliennya sudah diekspose oleh KPK sebagai tersangka.
"Jelas kami tangkap bahwa perhitungan kerugian negara tersebut belum ditandatangani (BPK) Artinya belum ada hasil laporan perhitungan kerugian negara (secara utuh). Karena belum, kami mengacu pada ketentuan pemenuhan 2 alat bukti itu juga belum terpenuhi. Sehingga penetapan tersangka menjadi tidak sah,” Adria Indra Cahyadi menandasi.
Advertisement