Liputan6.com, Jakarta - Greenland merupakan destinasi impian bagi turis yang ingin menikmati gunung es dan keindahan alam menakjubkan. Pelancong yang datang ke kota terbesar ketiga di wilayah otonomi Denmark itu akan disuguhi lanskap bebatuan abu-abu yang kasar dan keras serta vegetasi yang jarang.
Pemandangan gunung es raksasa yang memukau mulai terlihat setelah berkendara singkat. Melewati gletser Ilulissat di fjord, balok es yang megah melayang perlahan di Teluk Disko, paus pun sesekali muncul.
Baca Juga
Advertisement
"Ini adalah tujuan impian," kata Yves Gleyze, seorang turis Prancis veteran berusia 60-an saat tiba di bandara di Ilulissat, dikutip dari AFP, Jumat, 25 Agustus 2022.
Pemandangan kartu pos menarik 50.000 wisatawan pada 2021 untuk datang, lebih dari 10 kali lipat populasi kota. Setengahnya hanya berhenti sebentar selama pelayaran Arktik.
Jumlahnya diperkirakan akan membengkak dengan pembukaan bandara internasional dalam dua tahun ke depan dan menimbulkan situasi dilematis. Kehadiran lebih banyak turis jelas peluang bagus untuk pulau mendapatkan tambahan pendapatan. Tetapi, ekosistem Greenland makin rapuh dengan jumlah balok es mencair dengan cepat karena terdampak pemanasan global.
Dalam 40 tahun terakhir, Arktik telah menghangat hampir empat kali lebih cepat daripada bagian planet lainnya, menurut sebuah studi ilmiah baru-baru ini. "Kita dapat melihat perubahan setiap hari yang disebabkan oleh perubahan iklim, gunung es semakin mengecil, gletser menyusut," kata Wali Kota Palle Jeremiassen.
Membatasi Pelancong
Di sisi lain, terkait isu lingkungan pencairan lapisan es juga mengancam stabilitas beberapa bangunan dan infrastruktur. Dengan pemandangan alam yang sangat didambakan oleh wisatawan, para pejabat bertekad untuk tetap melindunginya tanpa menolak pelancong yang datang.
"Kami ingin mengontrol kedatangan kapal wisata di sini," kata Jeremiassen, mencatat risiko yang ditimbulkan oleh kapal yang sangat berpolusi. Untuk menjaga lingkungan dan masyarakat, Ilulissat seharusnya hanya menyambut "maksimal satu kapal per hari, maksimal seribu wisatawan per kapal," kata Jeremiassen.
Namun baru-baru ini, tiga kapal pesiar tiba di hari yang sama, membawa 6.000 pengunjung. Wali Kota mengatakan infrastruktur kota tidak dirancang untuk mengakomodasi jumlah tersebut, juga tidak dapat memastikan semua wisatawan yang datang menghormati kawasan lindung, terutama di Fjord.
Islandia di dekatnya, di mana industri pariwisata telah berkembang selama dua dekade, adalah contoh bagaimana tidak melakukan sesuatu. "Kami tidak ingin seperti Islandia. Kami tidak ingin pariwisata massal. Kami ingin mengontrol pariwisata di sini. Itu kunci yang harus kami temukan," sambung wali kota.
Advertisement
4,7 Triliun Ton Es
Greenland telah menikmati pemerintahan sendiri sejak 2009, tetapi berharap untuk mendapatkan kemerdekaan penuh dari Denmark suatu hari nanti. Untuk melakukannya berarti harus bertahan tanpa subsidi dari Kopenhagen, yang saat ini memenuhi sepertiga dari anggarannya. Hingga kini, mereka belum menemukan cara untuk sepenuhnya mandiri secara finansial.
Sumber daya alam utama warga Greenland saat ini adalah laut. Di Ilulissat, satu dari tiga penduduk setempat hidup dari penangkapan ikan, yang menyumbang sebagian besar pendapatan Greenland.
Tapi perubahan iklim berdampak besar. "Dulu ketika saya masih muda, kami memiliki bongkahan es yang bisa kami gunakan untuk berjalan," kata Lars Noasen, kapten kapal wisata saat dia dengan cekatan menavigasi di antara puing-puing gunung es di Disko Bay.
"Sekarang es tidak begitu padat lagi. Anda tidak bisa menggunakannya untuk apa pun, Anda tidak bisa mengayuh es dan memancing seperti di masa lalu," katanya.
Dalam dua dekade terakhir, lapisan es besar Greenland telah kehilangan 4,7 triliun ton es. Menurut peneliti Arktik Denmark, hal itu berkontribusi pada kenaikan permukaan laut sebesar 1,2 sentimeter.
Dampak Nyata Perubahan Iklim
Es yang menghilang telah memengaruhi para nelayan. "Kondisi es berubah. Fjord dulunya tertutup oleh gunung es besar dan es laut dan mereka (para nelayan) tidak dapat berlayar sebelumnya," kata Sascha Schiott, seorang peneliti di Institut Sumber Daya Alam Greenland. T
Sekarang mereka bisa, perahu-perahu juga dapat menangkap ikan sepanjang tahun sekarang, yang telah meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Tetapi, ukuran ikan yang mereka tangkap telah berkurang yang sebagian besar, kata Schiott, disebabkan oleh penangkapan yang berlebihan.
Ejner Inusgtuk, seorang nelayan yang sedang mempersiapkan pancingnya di pelabuhan, tidak setuju dan mengatakan bahwa perubahan iklim yang harus disalahkan. "Iklimnya sekarang terlalu hangat."
Pendapat itu juga diyakini NASA lewat hasil pengamatan mereka pada pertengahan Agustus 2021. Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, gelombang panas yang kuat telah melelhkan sebagian besar lapisan es Greenland, tempat yang seharusnya menjadi lokasi terdingin di Bumi tersebut. Es Greenland mencair sekitar tiga kali ukuran Texas, AS, yang menjadi bukti jelas dari dampak perubahan iklim dan pemanasan global.
Advertisement