Pria Italia Jadi Orang Pertama di Dunia yang Positif Cacar Monyet, COVID-19, dan HIV

Pria positif cacar monyet, COVID-19, dan HIV itu menderita demam, sakit tenggorokan, kelelahan, sakit kepala, dan radang pada selangkangan.

oleh Asnida Riani diperbarui 25 Agu 2022, 14:28 WIB
Ilustrasi cacar monyet. Credits: pexels.com by Anna Shvets

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pria Italia jadi orang pertama di dunia yang dites positif cacar monyet, COVID-19, dan HIV di waktu bersamaan, klaim para ilmuwan. Para peneliti di University of Catania mengatakan, pria berusia 36 tahun itu dinyatakan positif terinfeksi ketiganya setelah melakukan perjalanan ke Spanyol awal tahun ini, melansir The Sun, Kamis (25/8/2022).

Pria yang belum diketahui identitasnya itu menderita demam, sakit tenggorokan, kelelahan, sakit kepala, dan radang pada selangkangan. Secara total, pria itu menghabiskan lima hari di Spanyol, pada 16--20 Juni 2022, yang mana ia mengaku berhubungan seks tanpa kondom dengan pria.

Menurut laporan kasus yang diterbitkan dalam Journal of Infection, ia dites positif terinfeksi COVID-19 pada 2 Juli 2022, tiga hari setelah pertama kali mengalami gejala. Pada hari yang sama, ia mulai mengalami ruam di lengan kirinya sebelum mengembangkan vesikel kecil yang menyakitkan di tubuh pria, tungkai bawah, wajah, dan bokong.

Lepuh juga muncul di tubuhnya dalam beberapa hari setelah itu. Pada 5 Juli 2022, pria itu dirawat di unit gawat darurat di Rumah Sakit Universitas San Marco di Catania, Italia, sebelum dipindahkan ke unit Penyakit Menular.

Di sana, ia diuji untuk kemungkinan infeksi cacar monyet, dan dinyatakan positif. Ia juga diskrining untuk beberapa IMS dan dinyatakan positif HIV -1. Para peneliti menyimpulkan bahwa "mengingat jumlah CD4 yang diawetkan, kita dapat berasumsi bahwa infeksinya relatif baru."


Gejala Tumpang Tindih

Ilustrasi COVID-19. Credits: pexels.com by Edward Jenner

Para peneliti juga mengungkapkan bahwa pasien sebelumnya telah melakukan tes HIV pada September 2021, yang hasilnya negatif. Pada 11 Juli 2022, setelah pulih dari cacar monyet dan COVID-19, pria itu dipulangkan dari rumah sakit tempat dia disuruh mengisolasi.

Ilmuwan mengonfirmasi bahwa legiun kulitnya telah sembuh dan berkerak, hanya meninggalkan bekas luka. Laporan dari universitas mencatat, "Kasus ini menyoroti bagaimana gejala cacar monyet dan COVID-19 dapat tumpang tindih, dan menguatkan bagaimana dalam kasus koinfeksi, pengumpulan anamnestik, dan kebiasaan seksual sangat penting untuk melakukan diagnosa yang benar."

"Untuk dicatat, swab orofaringeal cacar monyet masih positif setelah 20 hari, menunjukkan bahwa orang-orang ini mungkin masih menular selama beberapa hari setelah remisi klinis," kata mereka. "Akibatnya, dokter harus mendorong tindakan pencegahan yang tepat."

Mereka menambahkan, "Karena ini adalah satu-satunya kasus cacar monyet, SARS-CoV-2, dan koinfeksi HIV yang dilaporkan, masih belum cukup bukti yang mendukung bahwa kombinasi ini dapat memperburuk kondisi pasien. Mengingat pandemi SARS-CoV-2 saat ini dan peningkatan kasus cacar monyet setiap hari, sistem perawatan kesehatan harus mewaspadai kemungkinan ini."


41 Ribu Kasus Cacar Monyet

Ilustrasi penyakit cacar monyet atau monkeypox. Credits: pixabay.com by TheDigitalArtist

Perkembangan terbaru datang ketika virus cacar monyet telah menyebar ke seluruh dunia dengan lebih dari 41 ribu kasus dilaporkan di 94 negara, menurut data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Itu menyebar, terutama melalui kontak kulit ke kulit dan dapat menyebar dari tetesan pernapasan.

Sejauh ini, petugas medis percaya bahwa virus terus ditularkan, terutama di jaringan seksual yang saling berhubungan antara gay, biseksual, atau pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Beberapa kasus baru yang mungkin terkait dengan perjalanan terus diidentifikasi, tambah mereka.

Bulan lalu, seorang pria, yang menderita COVID-19 dan cacar monyet secara bersamaan, menggambarkan bagaimana gejalanya membuatnya terbaring di tempat tidur. Mitcho Thompson, dari California, mengatakan bahwa ia mulai melihat ruam merah di sekujur tubuhnya tidak lama setelah dinyatakan positif COVID-19.

Ia juga menjelaskan bagaimana ia menemukan luka di beberapa bagian tubuhnya, seperti kaki, lengan, punggung, dan leher.


Minggu Kesengsaraan

Ilustrasi demam, gejala awal cacar monyet. Credits: pexels.com by Polina Tankilevitch

Thompson juga mencatat bahwa ia merasa "sangat sakit" dan menceritakan "yang terburuk" adalah ketika "hampir tidak bisa" bangun dari tempat tidur atau minum air. Ia menyebut jangka waktu ia sakit sebagai "minggu kesengsaraan" karena merasa seperti terkena flu yang sangat parah.

Dr Dean Winslow, seorang profesor kedokteran Universitas Stanford yang berbicara tentang kasus tersebut pada saat itu, mengatakan tertular COVID-19 pada saat yang sama dengan cacar monyet sangat jarang, tapi mungkin terjadi.

Spesialis penyakit menular itu mengatakan pada NBC Bay Area, "Tentu saja bukan tidak mungkin hal itu terjadi. Ini hanya nasib buruk. Mereka adalah virus yang sangat berbeda."

Sementara itu, melansir kanal News Liputan6.com, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa penyakit cacar monyet memiliki dua varian yakni, Afrika Tengah dan Afrika Barat. Namun, katanya, varian yang paling banyak beredar adalah Afrika Barat dan memiliki tingkat fatality rate rendah.

Infografis Gejala dan Pencegahan Cacar Monyet (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya