Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan menggunakan metode krejcie dan morgan dalam melakukan verifikasi faktual. Penggunaan metode ini dinilai bakal menyulitkan parpol nonparlemen.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, mengatakan, penerapan metode Krejcie dan Morgan digunakan untuk penguatan lembaga partai politik. Namun dampaknya akan dirasakan partai nonparlemen.
Advertisement
"Betul (menyulitkan partai nonparlemen). Tapi di sisi lain kita dihadapkan pada kondisi penguatan kelembagaan parpol yang sebaiknya dilakukan secara profesional dan transparan," katanya, Jumat (26/8).
Dia menerangkan, jika dilakukan secara obyektif seharusnya semua parpol calon peserta pemilu harus terkena mekanisme verifikasi faktual dengan metode tersebut. Namun itu tidak bisa dilakukan karena putusan Mahkamah Konstitusi nomor 55/PUU-XVIII/2020.
"Sesungguhnya negara sedang melakukan pemihakan kepada partai parlemen. Beberapa pihak sudah melakukan judicial review namun tetap ditolak oleh MK," terangnya.
Namun, Paramita atau akrab disapa Mita mengakui, KPU dituntut harus melakukan upaya perbaikan terhadap mekanisme verifikasi faktual berdasarkan evaluasi Pemilu 2019 silam.
"Ini (penggunaan metode krejcie dan morgan) sebagai sarana memastikan parpol calon peserta pemilu mempunyai keanggotaan yang valid dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Bukan Ingin Mempersulit
Sementara itu, Komisioner KPU, Idham Holik memastikan penggunaan metode krejcie dan morgan bukan ingin mempersulit partai nonparlemen.
"Kami melakukan konsultasi ke lembaga yg otoritatif soal statistik. Itu direkomendasikan karena lebih presisi dalam rangka menggambarkan populasi. Kalau dalam aturan sebelumnya menggunakan metode sample sederhana," terangnya.
Dia menambahkan, penggunaan metode krejcie dan morgan merupakan upaya pembuktian publik sesuai dengan amanah UU Pemilu. Sehingga partai dapat memenuhi syarat keanggotaan sesuai dengan aturan.
"Dalam artian bahwa keanggotaannya bisa dibuktikan itu fungsi verifikasi faktual untuk pembuktian. Ini bisa dilihat pasal satu," katanya.
Idham menganggap pandangan verifikasi faktual dalam PKPU terbaru menyulitkan partai nonparlemen sebagai sudut pandang berbeda saja. Karena KPU telah melakukan uji publik sebelum menerapkan metode Krejcie dan Morgan.
"Jadi tentu pendapat ya, itu karena PKPU melalui uji publik. Enggak ada kita mempersulit karena kita lakukan uji publik," tutupnya.
Advertisement
Perbedaan dengan 2009
Untuk diketahui, sistem verifikasi faktual pada Pemilu 2019 mengambil sampel 10 persen dari jumlah keanggotaan parpol yang diserahkan kepada KPU.
Misalnya syarat minimalnya 1000 anggota, dan parpol menyerahkan keanggotaan untuk dilakukan verifikasi faktual sebanyak 1.100 anggota, maka yang diverifikasi faktual diambil sampel 10 persen dari 1.100 anggota atau hanya 110 anggota.
Demikian pula terhadap syarat minimalnya 1/1000 dari jumlah penduduk, misalnya jumlah penduduknya 550.135 jiwa, maka keanggotaan parpol yang diserahkan untuk dilakukan verifikasi faktual sebanyak 550 anggota, dan dari 550 anggota diambil sampel 10 persen dari 550 anggota atau hanya 55 anggota.
Namun dengan menggunakan metode krejcie dan morgan tidak selalu sama jumlah sampel anggota yang dilakukan verifikasi faktual antara syarat minimal 1.000 anggota atau 1/1000 dari jumlah penduduk.
Sebagai contoh, kabupaten berpenduduk 1.200.000 jiwa, maka syarat minimal keanggotaan yang diserahkan adalah 1.000 anggota, dan jika parpol menyerahkan data keanggotaan melalui SIPOL, sebanyak 1.200 anggota. Maka jumlah sampel anggota parpol yang dilakukan verifikasi faktual sejumlah 290-an anggota dengan penghitungan metode krejcie dan morgan. Sementara dengan metode tahun 2019 hanya 120 anggota
Sumber: Merdeka.com