BI Minta Bank Tak Buru-Buru Naikkan Suku Bunga

Bank Indonesia telah memutuskan suku bunga acuan naik menjadi 3,75 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Agu 2022, 17:00 WIB
Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia telah memutuskan suku bunga acuan naik menjadi 3,75 persen. Deputi Gubernur Bank Indonesia , Dodi Budi Waluyo meminta realisasi kenaikan suku bunga di perbankan tetap memperhatikan situasi perekonomian.

"(Penyesuaian suku bunga) kembali ke perbankan, kita harapkan perbankan melihat secara lengkap konteksnya," kata Budi saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (26/8/2022).

Meski suku bunga acuan sudah naik, Dodi meminta perbankan tidak terlalu cepat melakukan penyesuaian. Kenaikan suku bunga di perbankan harus bisa menjaga agar tidak menganggu pertumbuhan ekonomi. Mengingat likuiditas di perbankan masih baik.

"Tentunya konteks kita tidak akan menggangu pertumbuhan dalam melihat hal itu karena likuiditas itu sangat ample," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Bank Indoneia menaikkan suku bunga karena melihat tren pemulihan ekonomi yang cukup kuat dalam 7 bulan terakhir. Namun di sisi lain, pemulihan ekonomi yang kuat ini justru berdampak pada kenaikan harga-harga.

"Tren kenaikan harga-harga yang kemungkinan menimbulkan dampak rembesan ke kita, pasti ini juga dihitung BI. Termasuk sisi neraca pembayaran dan nilai tukar," kata dia.

Sehingga dia menegaskan, Bank Indonesia telah mengambil keputusan yang bisa dilakukan sebagai bank sentral untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kebijakan makroprudensialnya.

"Itu pasti keputusan uang dilakukan BI suda membuat perhitungan terbaik dari berbagai faktor, sama seperti pemerintah, pasti banyak perhitungan," tandasnya.


BI Dongkrak Suku Bunga, Siap-Siap Harga Pertalite Naik

Pengendara motor antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kelapa Dua, Jakarta , Kamis (14/4/2022). Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga Pertalite dan solar. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus ini pada akhirnya menaikan suku bunga acuan yang  sudah tertahan sejak Februari 2021. Kenaikan suku bunga ini sebesar 25 basis poin dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen. Kenaikan ini terjadi guna menjaga laju inflasi yang semakin meninggi di tengah kenaikan harga BBM non subsidi. 

Tak hanya itu,  Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, harga BBM subsidi semisal Pertalite pun diprediksi bakal segera terangkat dalam waktu dekat.

"Dengan adanya kenaikan BI rate pastinya akan menjadi instrumen untuk menekan laju inflasi. Dengan pengumuman tadi, maka sepertinya secara tidak langsung ini menjadi sinyal akan ada perubahan harga BBM subsidi," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (24/8/2022).

Namun, Mamitmeminta agar harga Pertalite naik tidak lebih dari  dari Rp 10.000 per liter, demi menjaga daya beli konsumen yang mayoritas kini masih bergantung pada jenis BBM seharga Rp 7.650 per liter itu.  

"Kalau saya mas maksimal Rp 10.000 ya, jangan diatas itu, akan sangat memberatkan bagi masyarakat," ungkap dia.

 


Sebelumnya

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, lonjakan harga BBM non subsidi yang sudah terjadi pada Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex pada awal Agustus ini memang mempengaruhi angka inflasi. 

Untuk itu, pihak bank sentral sepakat untuk mendongkrak BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang lama tertahan di angka 3,50 persen.

"Keputusan kenaikan suku bunga kebijakan tersebut sebagai langkah pre emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM non subsidi dan inflasi volatile food," terangnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya