Kisah Wanita Workaholic di 'Film Kamu Tidak Sendiri', Bagaimana Islam Memandang Sikap Antisosial?

Film Kamu Tidak Sendiri mengisahkan tentang sosok wanita workaholic (kecanduan terus bekerja) menyebabkan ia menjadi sosok yang memiliki karakter anti sosial. Bagaimana Islam memandang pentingnya hubungan sosial di antara sesama manusia?

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2022, 10:30 WIB
Film Kamu Tidak Sendiri (Foto: YouTube)

Liputan6.com, Cilacap - Film Indonesia tengah bertaburan di bioskop-bioskop. Salah satunya Film Kamu Tidak Sendiri, yang diperankan oleh Adinia Wirasti.

Film Kamu Tidak Sendiri mengisahkan sosok Mira yang diperankan oleh Adinia Wirasti yang memiliki sikap workaholic, yakni kecanduan terus bekerja atau gila kerja. Sikap ini menyebabkan dirinya menjadi sosok yang memiliki karakter anti sosial. 

Meskipun karakter antisosial melekat pada diri Mira, akan tetapi tidak lantas dia tidak menjalin hubungan dengan orang lain. Diketahui ia memiliki sosok idola yang dirahasiakannya yang bernama Mika (Ganindra Bimo).

Suatu hari, keduanya bertemu di depan lift. Mira dan Mika, ingin masuk dalam lift yang sama. Saat berada di dalam, tragedi pun terjadi. Lift tiba-tiba mati, dan di sana hanya ada Mira dan Mika.

Keadaan cukup mencekam, dan membuat Mira merasa takut dan sendiri. Ia pun berusaha untuk teriak meminta tolong kepada orang-orang di luar lift.

Suara Mira rupanya didengar oleh salah satu security bernama Adrian (Rio Dewanto). Ia pun mencoba untuk menenangkan Mira.

Sementara, dalam lift Mira berusaha untuk bertahan hidup bersama Mika. Dan satu-satunya harapan Mira untuk bisa keluar dari lift adalah bantuan dari Adrian. Akankah Mira bertahan?

Dalam film ini, Adinia Wirasti beradu akting dengan pemain-pemain ternama sebut saja Rio Dewanto, Ganindra Bimo, Ayu Diah Pasha, Yama Carlos dan Lukman Sardi.

Terlepas dari Film Kamu Tidak Sendiri yang menarik untuk diikuti kisahnya, tak kalah menariknya juga mengetahui sikap antisosial dalam perspektif Islam.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Pandangan Islam tentang Sikap Antisosial

Sebelum membahas lebih jauh tentang sikap anti sosial dalam pandangan Islam, terlebih dahulu dijelaskan tentang definisi sikap antisosial.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) antisosial mempunyai arti, yaitu seseorang yang tidak suka bergaul, sikap menutup diri dari masyarakat, dan cenderung mengganggu ketenteraman umum.

Menurut Berger antisosial adalah sikap atau perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain ataupun masyarakat secara umum di sekitarnya.

Berdasarkan definisi di atas, sikap antisosial ialah sikap tidak suka bergaul dan menutup diri dari masyarakat serta tidak menghargai keberadaan orang lain disekitarnya.

Atas dasar tersebut, Islam tidak membenarkan sikap antisosial, sebab manusia diciptakan untuk saling mengenal. Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."

Hubungan sosial dengan sesama manusia merupakan salah satu tujuan diciptakannya manusia agar mereka saling mengenal dan bertukar pengetahuan.

Ketika ada sebagian manusia yang antisosial, berarti dengan sendirinya telah mengingkari fitrahnya sebagai manusia.

Islam menilai bahwa orang mukmim yang bergaul dengan sesama manusia lebih baik dari pada orang mukmin yang tidak mau bergaul. Rasulullah SAW bersabda:

اَلْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ ويَصْبِرُ عَلَى أذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِيْ لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

“Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar terhadap kejahatan mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap kejahatan mereka.” (HR. At-Tirmidzi no. 2507 dan Ibnu Majah no. 4032).

Hadits di atas menjelaskan ini menunjukkan tentang tingkatan-tingkatan orang mukmin. Ada mukmin yang sibuk dengan dirinya sendiri, ada yang berusaha bergaul dengan masyarakat sekitarnya.

Islam mendorong agar kita menjadi makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan orang lain.  Meskipun dalam pergaulan diperlukan kesabaran karena tidak lepas dari gesekan, akan tetapi sejatinya kesabaran dalam pergaulan menjadikan ladang pahala bagi kita.

Penulis: Khazim Mahrur

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya