Liputan6.com, Jakarta Pemerintah resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Usulan tersebut disampaikan Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (Ka. BSKAP) dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi, pada Rabu, 24 Agustus 2022.
Dijelaskan bahwa RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Baca Juga
Advertisement
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ada lima tahap dalam proses pembentukan undang-undang. Kelima tahapan itu adalah perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
Maka dari itu, pemerintah secara terbuka meminta publik untuk memberikan saran dan masukan kepada pemerintah. Pemerintah bahkan sudah mengundang puluhan lembaga dan organisasi untuk memberi masukan terhadap draf versi awal dari RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya.
Draf terbaru juga telah dikirimkan kepada berbagai pemangku kepentingan untuk mendapat masukan lebih lanjut. Selain itu, publik juga dapat ikut andil untuk mencermati semua dokumen dan memberikan masukan atau saran melalui laman website https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/.
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang," kata Anindito Aditomo lewat keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Jumat (26/8/2022).
Hal ini bertujuan dapat memberi kepastian kepada masyarakat dengan adanya satu acuan yang terintegrasi dalam pengaturan sistem pendidikan di Indonesia seperti yang disampaikan oleh Badan Legislasi DPR RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada rapat kerja Rabu, 24 Agustus lalu.
"Norma-norma pokok dari ketiga UU tersebut diintegrasikan ke dalam satu undang-undang, sedangkan norma-norma turunannya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah," tutur Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly.
Ave Martevalenia
Kemenkumham Sodorkan 4 RUU Jadi Prolegnas Prioritas Tahun 2022
Sebelumnya, pemerintah, melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengusulkan empat rancangan undang-undang (RUU) masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2022.
Keempat RUU itu adalah RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, Perlindungan Konsumen, dan Paten.
Usulan disampaikan Menkumham Yasonna Laoly saat Rapat Kerja Kemenkumham dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Diketahui, keempat RUU tersebut sebelumnya merupakan RUU yang masuk dalam daftar tunggu (waiting list) Prolegnas Prioritas Tahun 2022.
"Dengan mempertimbangkan kesiapan dan kebutuhannya, keempat RUU tersebut dimasukkan dalam daftar Prolegnas Prioritas Perubahan Tahun 2022,” ujar Yasonna Rabu petang, 24 Agustus 2022.
Yasonna menjelaskan alasan empat RUU tersebut masuk dalam prolegnas prioritas perubahan tahun 2022.
Pertama, terkait RUU tentang Sisdiknas. Nantinya RUU ini akan diarahkan menjadi UU pengganti dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. RUU ini akan mengintegrasikan tiga UU yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Norma-norma pokok dari ketiga UU tersebut diintegrasikan ke dalam satu UU, sedangkan norma-norma turunannya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah," kata dia.
Harapannya, pengintegrasian ketiga UU itu akan membawa dampak positif pada dunia pendidikan, dan memberikan kepastian dengan adanya satu acuan yang terintegrasi dalam pengaturan pendidikan di Indonesia.
“Ini untuk menghindarkan masyarakat dari potensi kebingungan saat adanya aturan yang tidak harmonis atau bertentangan satu sama lain,” Yasonna menjelaskan.
Sementara pada RUU tentang Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, kata Yasonna, sistem dan mekanisme yang berlaku mengenai perampasan aset terkait dengan tindak pidana saat ini belum memadai.
“Pada saat ini sistem yang ada belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Sehingga diperlukan pengaturan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel,” ucap Yasonna.
Advertisement
RUU Tentang Perlindungan Konsumen
Sementara, pada RUU tentang Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, kata Yasonna, sistem dan mekanisme yang berlaku mengenai perampasan aset terkait dengan tindak pidana saat ini belum memadai.
"Pada saat ini sistem yang ada belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Sehingga diperlukan pengaturan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel," ucap Yasonna.
Ketiga, terkait RUU tentang Perlindungan Konsumen. Revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendesak dilakukan di tengah populernya kegiatan transaksi keuangan digital oleh masyarakat.
"Revisi ini perlu mencakup peran pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti e-commerce dan penyelesaian sengketa," kata Yasonna.
"Selain belum diakuinya pihak ketiga dalam UU ini, aturan-aturan yang ada saat ini belum selaras dalam hal mekanisme ganti rugi dan pelaporan, sehingga diperlukan revisi agar konsumen tidak bingung, dan sekaligus untuk memperjelas tanggung jawab antara kementerian/lembaga terkait," tambahnya lagi.