Sri Mulyani Pastikan Subsidi BBM Jebol di Oktober 2022

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan subsidi energi termasuk Subsidi BBM akan habis pada Oktober 2022

oleh Arief diperbarui 26 Agu 2022, 19:15 WIB
SPBU Pertamina. Dok Pertamina

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan subsidi energi termasuk Subsidi BBM akan habis pada Oktober 2022. Diketahui, jumlah subsidi energi tahun ini sebesar Rp 502,4 triliun setelah adanya penambahan dari alokasi awal.

Ini bisa habis jika melihat pola konsumsi masyarakat saat ini. Dimana, terjadi tren peningkatan yang cukup besar apalagi yang mengkonsumsi Pertalite dan Solar.

"Ini jadi persoalan, Rp 502 triliun akan habis di bulan Oktober," ungkapnya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Jumat (26/8/2022).

Sri Mulyani menjelaskan dengan adanya pemulihan ekonomi saat ini, yang juga mendorong tingkat konsumsi masyarakat, akan melampaui dari alokasi yang ditetapkan. Hingga saat ini, konsumsi Solar sudah mencapai 63 persen dari alokasi, dan Pertalite sudah 43 persen dari alokasi.

Mengutip data Kementerian ESDM dan BPH Migas, pada akhir tahun konsumsi solar akan mencapai 17,44 juta kilo liter (KL). Ini setara 115 persen dari kuota yang sudah dianggarkan pemerintah.

Sementara untuk Pertalite, mengacu data konsumsi 8 bulan kebelakang diprediksi mencapai 29,07 juta KL di akhir tahun. Ini setara 126 persen dari kuota yang disiapkan pemerintah.

"Kalo kita asumsikan volume dari konsumsi BBM jenis Solar mengikuti 8 bulan terakhir dengan 1,5 juta KL perbulan, kuota itu akan habis di bulan Oktober, demikian juga dengan Pertalite (kuota) 23,05 juta KL akan habis pada Oktober kalau konsumsi di 2,4 atau 2,5 (juta KL) per bulan," paparnya.

 


Perlu Tambahan

Pengendara motor antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kelapa Dua, Jakarta , Kamis (14/4/2022). Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga Pertalite dan solar. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Perlu Tambahan

Bendahara negara membeberkan hitungannya. Jika tren konsumsi dibiarkan terus seperti ini, pemerintah perlu menambah anggaran sebesar Rp 195,6 triliun. Sehingga totalnya menjasi Rp 698 triliun untuk subsidi energi.

Catatannya, mengikuti tren konsumsi serta mempertimbangkan kurs rupiah sebesar 14.700 per dolar AS. Serta memperhitungkan juga acuan harga minyak mentah (ICP) di sekitar USD 105 per barel.

"Artinya jumlah subsidi kita akan mencapai Ep 698 triliun dengan volume, kurs dan harga minyak yang sekarang terjadi, dan tren sampai akhir tahun," kata dia.

 


Kesenjangan Makin Lebar

Kertas bertuliskan "Pertalite Dalam Perjalanan (Habis)" terpampang di salah satu SPBU kawasan Galur, Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2022). Kekosongan pertalite diduga disebabkan oleh migrasi pengguna pertamax dan BBM nonsubsidi lainnya akibat disparitas harga yang cukup tinggi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan akan ada kesenjangan yang makin lebar di masyarakat. Dengan kondisi, subsidi BBM masih dinikmati oleh masyarakat mampu.

Sri Mulyani mengisahkan, menurut data sejak Juli 2022, terlihat pola konsumsi BBM Subsidi. Hasilnya, banyak masyarakat yang relatif mampu ternyata mengonsumsi BBM Subsidi.

Meski negara mengalokasikan Rp 502,4 triliun, ditambah Rp 195,6 opsi tambahannya, uang tersebut akan dinilai tak tepat sasaran. Malah, akan habis karena pola konsumsi yang terjadi.

"Kita akan menciptakan kesenjangan yang makin lebar dengan susbdi, karena yang mampu (yang) nikmati subsidi dan yang tak mampu tidak menikmati (subsidi)," kata dia dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jumat (26/8/2022).

 


Menjaga APBN

Ilustrasi APBN. Dok Kemenkeu

Untuk itu, diperlukan langkah untuk tetap menjaga APBN sebagai shock absorber. Artinya, subsidi tidak dicabut dan penyesuaian anggaran perlu menjadi pertimbangan. Tujuannya untuk memperbaiki manfaat distribusi subsidi ke masyarakat.

Poin kedua, menurutnya, APBN perlu terus dijaga untuk menghadapi 2023 dan 2024. Dimana potensi ketidakpastian masih tinggi.

"Ketiga, gotong royong, maayarakar mampu berkontribusi lebih banyak dibandingkan masyarakat tak mampu yang harus dibantu dengan berbagai instrumen," ujar dia.

"Saya sampaikan ini yang sama disampaikan ke presiden, ini sebuah bentuk mengani kondisi APBN, tolong dihaga dan dihitung secara cermat," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya