Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, subsidi energi yang ditetapkan pemerintah untuk tahun ini sebesar Rp 502,4 triliun. Dana tersebut diberikan untuk memberikan subsidi kepada Bahan Bakar Minyak (BBM), gas dan listrik.
Menurut Sri Mulyani, jika dana tersebut digunakan untuk manfaat lain akan sangat berlimpah. Misalnya untuk membangun jalan tol atau membangun rumah sakit.
Advertisement
Anggaran subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun setara dengan pembangunan 3.501 kilometer ruas tol baru. Dengan rincian biaya Rp 142,8 miliar per kilometer.
"Mungkin kita bisa menyelesaikan semua tol di Sumatera sih menurut saya. Bahkan, lewat," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/8/2022).
Sementara jika dipakai untuk pembangunan Infrastruktur kesehatan rumah sakit, lanjut Sri Mulyani, setara dengan 3.333 unit. Rinciannya Rp150 miliar per unit.
"Kalau Menteri Kesehatan minta anggaran membangun Rumah Sakit (bisa) sampai ke seluruh pelosok. Ini RS kelas menengah ya," tekannya.
Adapun, dana jumbo subsidi dan kompensasi energi tersebut jika dipakai untk pembangunan Puskesmas setara 41.666 unit. Dengan asumsi Rp 12 miliar per unit.
Bahkan, jika digunakan untuk pembangunan Sekolah Dasar bisa mencapai 227.886 unit. Dengan rincian, biaya pembangunan Rp 12 miliar per unit.
"Jadi, ini hanya untuk memberikan sense bahwa angka (subsidi dan kompensasi energi) ini sangat besar. Dan ini R p502 triliun masih belum cukup," tutupnya.
Ketua Banggar: Pola Subsidi BBM Harus Diubah
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah memandang subsidi BBM tidak tepat sasaran. Maka, perubahan skema subsidi perlu jadi pertimbangan pemerintah.
Pada 2022, harga minyak dunia melonjak cukup tinggi hingga diatas USD 100 per barel. Dengan begitu, pemerintah menambah subsidi energi menjadi Rp 502,4 triliun.
"Dana tersebut, hanya habis digunakan untuk mensubsidi harga energi yang saat ini 80 persen subsidi LPG 3 Kg masyarakat mampu," kata dia dalam keterangannya, Jumat (26/8/2022).
Kenaikan harga BBM jenis Pertamax ke Rp 12.500 per liter juga jadi pengaruh masyarakat mampu beralih membeli Pertalite. Dimana Pertalite masih dibanderol sebesar Rp 7.650 per liter.
Akibatnya kuota Pertalite yang disediakan pemerintah tidak mampu menahan lonjakan permintaan pertalite. Perkiraan peemrintah, pada Oktober nanti stok pertalite diperkirakan habis jika menyimulasikan dengan tren konsumsi sekarang ini.
"Subsidi solar juga tidak tepat sasaran karena gap harga solar subsidi dengan non subsidi sangat besar. Banyak terjadi penyelundupan solar subsidi. Perubahan pola subsidi BBM dan LPG menjadi keniscayaan yang harus dirubah oleh pemerintah," paparnya.
Advertisement
Dibangun untuk Masyarakat Bawah
Lebih lanjut, Said mengatakan dana subsidi energi itu bisa dilimpahkan untuk pembangunan di berbagai sektor lain. Utamanya bagi kepentingan masyarakat kelas bawah.
Yakni, menyasar kegiatan-kegiatan produktif seperti pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur energi serta sektor lainnya.
"Besaran anggaran subsidi BBM dapat digunakan untuk membangun ruas tol baru sepanjang 3.501 km dengan perkiraan investasi Rp. 142,8 miliar per km. Jika di setarakan dengan anggaran pembangunan Sekolah Dasar (SD) 227.886 unit, diperkirakan butuh investasi 2,19 miliar tiap SD," ungkapnya.
Bahkan jika dikonversikan anggaran subsidi BBM setara dengan 3.333 unit Rumah Sakit sekala menengah, dengan besaran investasi Rp. 150 miliar per rumah sakit.
"Bahkan jika diperlukan untuk membangun puskesmas, anggaran subsidi dan kompensasi BBM dapat digunakan untuk membangun 41.666 puskesmas baru dengan biaya Rp 12 miliar per puskesmas," tukasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com