Sooyoung Girls Generation Curhat Soal Kesehatan Mentalnya

Di media sosial, Sooyoung Girls Generation curhat mengenai masalah kesehatan mentalnya. Ia merasa seperti anak SMA.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 28 Agu 2022, 07:00 WIB
Warna rambut pirang yang terurai panjang, serta tubuh ideal menjadikan Sooyoung salah satu idol favorit banyak orang. (FOTO: instagram.com/sooyoungchoi)

Liputan6.com, Jakarta Dalam sebuah program reality show baru-baru ini, Sooyoung dan Yoona Girls' Generation curhat soal kesehatan mentalnya. Mereka menghabiskan hari bersantai dan pergi ke toko tanaman untuk berkebun dan membuat taman mini mereka sendiri.

 

Saat menanam bunga, Sooyoung berkomentar bahwa CEO SM Entertainment menyuruhnya untuk menemukan hobi yang sama sekali tidak terkait dengan pekerjaannya.

Keduanya pun lalu membahas pembuatan roti dan hobi lainnya sebelum Yoona menyebutkan bahwa ia mulai travelling. Dengan polosnya, Yoona mengaku sempat terkejut melihat harga hotel dan penerbangan yang ia pesan. Ia juga bersemangat mengatakan bahwa itu merupakan pertama kalinya ia melakukan perjalanan solo.

Sooyong membenarkan, hobi baru ini dilakukannya sejak mengalami masalah mental. 

Dilansir dari Koreaboo, Sooyong mengatakan, ia merasa masih seorang siswi SMA. "Seperti terjebak oleh waktu," katanya. Bahkan Yoona setuju dengan pernyataan tersebut.

Sejak lama, banyak ahli di Korea Selatan memberikan kritik terkait debut idol di usia muda. Hal ini mengakibatkan generasi muda kehilangan pertumbuhan dan kedewasaan psikologis. 

"Memulai debut di usia yang begitu muda biasanya mereka kehilangan pengalaman anak-anak lain seusianya. Dalam kasus terburuk, jika mereka gagal untuk sukses sebagai selebriti, mereka memiliki pilihan karir yang terbatas karena kemungkinan besar mereka kehilangan sebagian besar pendidikan akibat training idola," ujar kritikus budaya pop Ha Jae Kun.

 


Dampak Melewatkan Sosialisasi di Usia Remaja

Profesor psikologi Lim Myung Ho dari Universitas Dankook memperluas poin ini lebih jauh. Sebagai seseorang yang berspesialisasi dalam psikologi anak dan remaja, ia merasa bahwa para trainee yang menjalani isolasi sebelum debut memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar melewatkan sosialisasi.

Sistem pelatihan di K-Pop memisahkan anak-anak ini dari dunia nyata sehingga mereka akhirnya kehilangan pertumbuhan dan kedewasaan psikologis.

Bahkan jika mereka menjadi bintang, ada kemungkinan besar bahwa mereka akan merasa sulit untuk menangani emosi mereka atau menjadi tangguh ketika menghadapi stres. Mereka mungkin juga sangat terpengaruh oleh komentar kebencian, kemudian menjadi tidak mampu mengatasi dan berubah menjadi perilaku merusak diri sendiri, yang telah kita lihat dilakukan oleh banyak selebritas. Kurangnya sosialisasi adalah masalah yang lebih besar daripada bolos sekolah

"Kekhawatiran lain yang tampaknya tidak hanya dikhawatirkan oleh para ahli tetapi juga masyarakat umum adalah kurangnya konsep yang sesuai dengan usia dalam musik yang diikuti oleh para idola muda ini," katanya.

 


Awal Mula Tren Debut Idola

Lee Gyu Tag, seorang profesor musik pop dan studi media di Universitas George Mason Korea, menjelaskan bahwa tren debut idola muda ini mungkin berawal dari popularitas program audisi trot di mana peserta anak-anak mendapatkan banyak perhatian. Namun dalam tayangan tersebut, peserta anak-anak diperbolehkan berperilaku sesuai usianya.

Masalahnya adalah, audisi idola mengharuskan mereka yang berusia remaja untuk berperilaku seperti artis K-pop profesional. Saya tidak yakin seberapa pantas bagi anak-anak untuk bertindak terlalu dewasa untuk usia mereka.

"Masalah ini bahkan lebih parah bagi idola wanita. citra populer dari girl group Korea telah bergeser dari gadis yang sopan dan polos menjadi wanita yang kuat dan dewasa. Padahal para idola muda ini tidak memiliki pengalaman hidup yang bisa memproyeksikannya secara sehat," kata Gyu Tag.

Ditambah lagi, isu seksualisasi para idola muda juga terus menjadi perhatian. Ini bukan hanya tentang pakaian yang terbuka, tetapi juga anak-anak muda yang dipaksa untuk mengambil pola pikir yang belum mereka siapkan.

 

 

Menurut profesor Lim, pengalaman semacam ini bisa sangat membebani secara psikologis bagi anak-anak. 

"Mendebutkan anak-anak muda sebagai artis seperti ini juga masuk ke dalam stereotip "Sistem pabrik" K-Pop," kata Lim.


Manajemen Artis Perlu Mendukung Kesehatan Mental Artis

 

Stereotip ini juga akan semakin diperkuat jika lebih banyak remaja yang terus debut sebagai idola K-pop dan menyanyikan lirik yang bahkan tidak mereka pahami karena mereka terlalu muda. 

"Terlepas dari kritik dan tanda-tanda berbahayanya, para ahli merasa bahwa tren industri debut muda tidak akan hilang dalam waktu dekat," ujar Lee Gyu Tag.

Sementara Profesor Lim menyarankan bahwa label manajemen perlu membangun sumber daya untuk mendukung kesehatan mental artis muda, kritikus percaya bahwa penonton juga perlu waspada dan menyebut perlakuan yang tidak pantas atau seksualisasi ini juga berlebihan.

INFOGRAFIS: Deretan Prestasi Mendunia Artis Korea (Liputan6.com / Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya