Batasan Aurat Anak Kecil, Simak Pandangan Imam Mazhab

Aurat adalah bagian-bagian tubuh yang tidak boleh terlihat dan wajib ditutupi. Perihal aurat orang dewasa telah jelas para Imam Mazhab membahas batasan-batasannya. Lalu bagaimana dengan aurat anak kecil dan bagaimana batasan-batasannya?

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Agu 2022, 10:30 WIB
5 Anak Artis yang Menggemaskan Menggunakan Hijab. (Sumber; Instagram @queenarsy / @kana.sybilla)

Liputan6.com, Cilacap - Aurat adalah bagian-bagian tubuh yang tidak boleh terlihat dan wajib ditutupi. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 13 terdapat istilah ‘aurat’ yang menujukkan kepada sesuatu yang terbuka.

إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ

Inna buyutana aurat.” Yang artinya, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka.”

Ayat ini menerangkan ucapan kaum munafik yang tidak bersedia berperang bersama Rasulullah SAW dengan dalih bahwa rumah-rumah mereka terbuka dan tidak ada yang menjaganya sehingga mereka mengkhawatirkannya.

Berdasarkan hal di atas, istilah aurat adalah sesuatu yang menghawatirkan karena terbuka. Sebab jika aurat terbuka akan menimbulkan hal-hal yang menghawatirkan dan merugikan seperti dapat memancing birahi bagi orang yang melihatnya.

Oleh sebab, maka Allah SWT memerintahkan untuk menutupi aurat perempuan maupun laki-laki dengan pakaian.

 يَا بَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْاٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” (Q.S Al-A’raf : 26)

Berkaitan dengan aurat, dalam tulisan ini tidak akan membahas aurat laki-laki dan perempuan dewasa, melainkan terfokus pada masalah batasan aurat anak kecil.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Batasan Aurat Anak Kecil Menurut Imam Mazhab

ilustrasi anak kecil makan buah/copyright by beeboys from Shutterstock

Mengutip Bintang Syariah, Imam mazhab berbeda pendapat mengenai batasan aurat anak kecil. Dalam kitabnya Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz 1, halaman 666-667, Syekh Wahbah Zuhaily menjelaskan perbedaan di antara mazhab ulama sebagai berikut :

Pertama, menurut mazhab Hanafi anak yang berusia 4 tahun ke bawah tidak memiliki aurat. Dalam hal ini, seseorang diperbolehkan melihat aurat anak tersebut. 

Semenjak usia 4 tahun sampai 10 tahun auratnya adalah kemaluan depan dan belakang. Beranjak usia 10 tahun ke atas aurat anak disamakan sebagaimana aurat orang dewasa.

Kedua, ulama mazhab Maliki membedakan antara aurat anak laki-laki dan perempuan sebagai berikut :

Anak lak-laki yang berumur 8 tahun ke bawah tidak memiliki aurat. Dalam usia ini perempuan boleh melihat aurat anak tersebut, bahkan boleh juga untuk memandikannya.

Apabila telah masuk usia 9 tahun sampai 12 tahun, perempuan boleh melihat tetapi tidak boleh sampai memandikannya. Beranjak usia  13 tahun ke atas auratnya disamakan seperti pria dewasa. 

Adapun mengenai aurat perempuan pada usia 2 tahun lebih 8 bulan ke bawah tidak memiliki aurat, sehingga laki-laki boleh melihat badan anak tersebut, bahkan boleh juga memandikannya.

Apabila menginjak usia 3–4 tahun laki-laki boleh melihat tapi tidak diperkenankan untuk menyentuhnya. Apabila telah genap berusia 6 tahun maka disamakan dengan wanita dewasa.

Ketiga, menurut mazhab Syafi’i aurat anak kecil laki-laki sekalipun belum tamyiz disamakan dengan pria dewasa, yakni antara pusar dan lutut.

Aurat anak perempuan juga disamakan dengan perempuan dewasa baik ketika shalat dan diluar shalat.

 


Aurat Anak Laki-Laki dan Perempuan Menurut Mazhab Hambali

Anak-anak berenang di Kali Ciliwung, Depok, Jawa Barat, Minggu (27/6/2021). Keterbatasan lahan bermain di tengah masa pandemi COVID-19 membuat anak-anak memilih untuk berenang di Kali Ciliwung sebagai wahana alternatif saat libur sekolah. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Keempat, menurut mazhab Hambali anak yang berusia 7 tahun ke bawah tidak memiliki aurat, sehingga boleh bagi seseorang untuk melihat seluruh aurat anak tersebut.

Beranjak usia 7-10 tahun aurat anak laki-laki adalah kemaluan depan dan belakang baik di dalam shalat dan diluar shalat.

Sementara aurat anak perempuan ketika dalam shalat adalah sesuatu di antara pusar dan lutut dan ketika diluar shalat disamakan dengan wanita dewasa.

Semenjak usia 10 tahun ke atas aurat anak-anak disamakan dengan wanita dan pria dewasa baik ketika shalat maupun di luar shalat.

Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaily pendapat yang lebih unggul adalah pendapat mazhab Hambali dan Hanafi.

Beliau berpendapat demikian karena merasa kedua mazhab tersebut sesuai dengan hadis Nabi yang memerintahkan anak usia 7 tahun untuk salat serta kebolehan memukul apabila telah masuk usia 10 tahun. Sebagaimana perkataan beliau berikut,

ويظهر لي أن هذا الرأي ورأي الحنفية أولى لاتفاقه مع حديث الأمر بالصلاة لسبع، والضرب عليها لعشر

Artinya : “Dan menjadi jelas bagiku bahwa pendapat ini (Hambali) dan pendapat Hanafi lebih utama. Hal ini karena sesuai dengan hadis nabi yang memerintahkan anak usia 7 tahun untuk salat serta kebolehan memukul apabila telah masuk usia 10 tahun.”

Namun demikian, menurut mazhab yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia yakni mazhab Syafi’i, aurat anak kecil laki-laki dan perempuan sekalipun belum tamyiz disamakan dengan pria dan wanita dewasa, baik ketika shalat dan di luar shalat.

Batasan aurat di atas berlaku saat kondisi normal. Sehingga, apabila ada darurat yang mengharuskan melihat aurat anak kecil maka diperbolehkan seperti dalam kasus dokter yang sedang melakukan operasi khitan. Hal ini sebagaimana dalam kitab al-Mabsuth as-Sarkhasi, juz 10, halaman 268,

فلا بأس بالنظر إلى العورة لأجل الضرورة، فمن ذلك أن الخاتن ينظر إلى ذلك الموضع، والخاتنه كذلك تنظر

Artinya : “ Tidak masalah melihat aurat karena alasan darurat. Diantaranya adalah khitan. Orang yang mengkhitan  baik itu laki-laki ataupun perempuan boleh melihat kemaluan pasiennya.”

Demikian penjelasan mengenai batasan aurat anak kecil menurut pandangan para Imam Mazhab.

Penulis: Khazim Mahrur

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya