Wall Street Tersungkur Imbas Aksi Jual Saham

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 184,41 poin atau 0,57 persen menjadi 32.098,99.

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Agu 2022, 07:18 WIB
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Senin, 29 Agustus 2022. Koreksi wall street ini terjadi seiring pelaku pasar berjuang untuk mendapatkan kembali pijakan dari aksi jual minggu sebelumnya di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kenaikan suku bunga dan kebijakan moneter AS yang lebih ketat.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 184,41 poin atau 0,57 persen menjadi 32.098,99. Indeks S&P 500 tergelincir 0,67 persen menjadi 4.030,61. Indeks Nasdaq susut 1,02 persen menjadi 12.017,67.

Selama perdagangan awal pekan ini, indeks Dow Jones sempat berubah positif setelah anjlok lebih dari 300 poin pada hari sebelumnya. Sektor saham teknologi membukukan kinerja terburuk di sektor S&P 500 seiring suku bunga naik. Di sisi lain, sektor saham energi dan utilitas membukukan keuntungan.

Saham 3M dan Salesforce mencatat penghambat terbesar dalam 30 saham di indeks Dow Jones. Di sisi lain, saham Walmart dan Chevron membukukan kenaikan hampir 1 persen.

Pergerakan saham pada awal pekan ini juga di tengah imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun yang mencapai level tertinggi baru dalam 15 tahun karena kekhawatiran kenaikan suku bunga tetap ada.

Sebelumnya, wall street alami aksi jual tajam pada Jumat pekan ini ketika pernyataan singkat dan blak-blakan ketua The Federal Reserve Jerome Powell di Jackson Hole, Wyoming tampaknya memadamkan harapan bank sentral mengubah arah kenaikan suku bunga agresif pada bulan-bulan mendatang.

 

 


Imbal Hasil Obligasi AS Melonjak

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Indeks Dow Jones anjlok 1.008 poin atau lebih dari tiga persen, terburuk sejak Mei. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun 3,4 persen dan 3,9 persen, koreksi terburuk sejak Juni 2022. Penurunan tersebut hapus kenaikan Agustus untuk indeks acuan di wall street.

"Sementara aksi jual yang agresif dan tak henti-hentinya dari Jumat mereda, tidak ada banyak permintaan beli yang sebenarnya, bahkan pembeli ingin melewati beberapa peristiwa makro utama pada pekan ini termasuk IMP China dan IHK Zona Euro pada Rabu dan laporan pekerjaan AS,” ujar Adam Crisafulli dari Vital Knoledge dikutip dari CNBC, Selasa (30/8/2022).

Di sisi lain, investor menantikan lebih banyak pidato the Federal Reserve pekan ini sebelum laporan nonfarm payrolls Agustus pada Jumat pekan ini.

Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun berada di posisi 3,41 persen. Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun naik tujuh poin ke posisi 3,1 persen.


Penutupan Wall Street Jumat 26 Agustus 2022

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada Jumat, 26 Agustus 2022. Tekanan terhadap wall street terjadi setelah Ketua the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS Jerome Powell mengatakan dalam pidato di Jackson Hole kalau bank sentral tidak akan mundur untuk melawan inflasi yang cepat.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones jatuh 1,008,38 poin atau 3,03 persen ke posisi 32.283,40. Indeks Dow Jones merosot makin cepat hingga penutupan perdagangan. Indeks S&P 500 melemah 3,37 persen ke posisi 4.057,66. Indeks Nasdaq terpangkas 3,94 persen ke posisi 12.141,71.

Rata-rata indeks acuan utama melemah dalam dua minggu. Indeks Dow Jones merosot 4,2 persen. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing merosot 4 persen dan 4,4 persen.  Powell mengurangi sikap keras terhadap inflasi, mendorong investor untuk mempertimbangkan implikasi dari suku bunga lebih tinggi yang dipertahankan untuk waktu lebih lama.

“Memulihkan stabilitas harga kemungkinan akan membutuhkan mempertahankan sikap kebijakan yang membatasi untuk beberapa waktu. Catatan sejarah sangat memperingatkan terhadap kebijakan pelonggaran premature,” ujar Powell dikutip dari CNBC, Sabtu (27/8/2022).

Sementara itu, Head of Portofolio Management Horizon Investments Zach Hill menuturkan, pihaknya percaya the Fed. “Kami percaya apa yang mereka katakan, suku bunga akan lebih tinggi lebih lama, dan kami melihat beberapa penurunan harga pada 2023,” kata Hill.

Ia menuturkan, ada lebih banyak hal yang harus dilakukan di depan dan kemungkinan akan terus memicu volatilitas saham. Aksi jual di wall street berbasis luas, dengan hanya lima saham di S&P 500 yang membukukan kenaikan pada Jumat pekan ini.

 


Sektor Saham di Wall Street

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Sementara itu, sektor saham energi mencatat kenaikan terbesar pada pekan ini. Sektor saham energi yang menjadi salah satu sektor saham yang menguat dengan reli lebih dari lima persen pada pekan ini. Namun, sektor saham energi turun pada Jumat, 26 Agustus 2022 di tengah aksi jual pasar.  

Sektor saham energi melemah 0,6 persen. Harga minyak yang lebih tinggi membantu mendorong saham lebih tinggi. Harga minyak mentah West Texas Intermediate naik 1,7 persen pekan ini. Saham APA Corp naik 10,9 persen.

Pada perdagangan Jumat sore, sektor saham teknologi informasi, layanan konsumen dan komunikasi menjadi penghambat terbesar di indeks sektor saham S&P 500. Sektor tersebut masing-masing turun 3,4 persen, 3,3 persen dan 3,3 persen seiring investor mengkhawatirkan suku bunga lebih tinggi. Sementara itu, sektor saham utilitas turun 1,1 persen.

Pidato ketua the Fed Jerome Powell lebih hawkish pada perdagangan Jumat, 26 Agustus 2022 daripada yang diantisipasi sehingga membebani saham. Hal itu disampaikan Chris Senyek dari Wolfe Research.

“Nada yang lebih hawkish sebagian besar diharapkan datang ke pidatonya pagi ini. Pasar menafsirkan nadanya bahkan lebih hawkish dari harapan tersebut,” tulis Senyek.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya