Liputan6.com, Jakarta - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) mengumumkan kinerja perseroan untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2022. Pada periode tersebut, Adaro Energy Indonesiaberhasil mengantongi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 1,21 miliar atau sekitar Rp 18,05 triliun (kurs Rp 14.902 per USD).
Raihan laba itu naik 613,48 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 169,96 juta. Kenaikan laba bersih pada semester I sejalan dengan pendapatan perseroan yang tumbuh 126,61 persen menjadi USD 3,54 miliar atau sekitar Rp 52,69 triliun dari USD 1,56 miliar pada semester I 2021.
Advertisement
Bersamaan dengan itu, beban pokok pendapatan tercatat sebesar USD 1,52 miliar, naik dibanding semester I 2021 sebesar USD 1,06 miliar. Meski begitu, laba bruto perseroan mengalami kenaikan signifikan dari USD 499,22 juta pada semester I 2021 menjadi USD 2,03 miliar pada semester I 2022.
Perseroan mencatatkan pendapatan lain-lain senilai USD 9,19 juta dan beban usaha USD 143,1 juta. Pada saat bersamaan, perseroan mencatatkan biaya keuangan sebesar USD 38,72 juta, penghasilan keuangan USD 11,56 juta, bagian atas keuntungan ventura bersama sebesar USD 177,25 juta, dan lainnya USD 150,09 juta.
Dari rincian tersebut, setelah dikurangi pajak, perseroan membukukan laba tahun berjalan sebesar USD 1,35 miliar atau naik 610,74 persen dibanding semester I 2021 sebesar USD 189,3 juta.
Aset Perseroan
Dari sisi aset perseroan sampai dengan Juni 2022 tercatat sebesar USD 8,79 miliar, naik dibandingkan posisi akhir Desember 2021 sebesar USD 7,59 miliar. Terdiri dari aset lancar senilai USD 3,6 miliar dan aset tidak lancar USD 5,19 miliar.
Liabilitas sampai dengan 30 Juni 2022 naik tipis menjadi USD 3,28 dari posisi akhir tahun lalu senilai USD 3,13 miliar. Terdiri dari liabilitas jangka pendek sebesar USD 1,58 miliar dan liabilitas jangka panjang USD 1,7 miliar. Sementara akuitas hingga akhir Juni 2022 tercatat sebesar USD 5,51 miliar, naik dibanding posisi akhir Desember 2021 sebesar USD 4,46 miliar.
Pada perdagangan Selasa, 30 Agustus 2022 pukul 10.21 WIB, saham ADRO melonjak 4,05 persen ke posisi Rp 3.600.
Saham ADRO dibuka naik 200 poin ke posisi Rp 3.660 per saham. Saham ADRO berada di level tertinggi Rp 3.700 dan terendah Rp 3.590 per saham. Total frekuensi perdagangan 13.249 kali dengan volume perdagangan 953.042 saham. Nilai transaksi Rp 347,1 miliar.
Advertisement
Tanggapan Kenaikan Royalti Batu Bara
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Widodo) menyetujui penetapan kenaikan terhadap iuran produksi atau tarif royalti batu bara bagi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambahan (IUP) batu bara.
Sebagai perusahaan nasional yang bergerak di bidang penambangan batu bara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) senantiasa patuh dan mentaati peraturan yang ditetapkan. Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk, Febriati Nadira mengatakan, perseroan percaya pemerintah telah mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan kebijakan tersebut.
"Kami yakin bahwa peraturan yang ditetapkan akan senantiasa mempertimbangkan aspek kelangsungan usaha batu bara di Indonesia," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (24/8/2022).
Perseroan berharap pemerintah memberikan keputusan yang terbaik terkait peraturan yang ditetapkan dan mendukung iklim investasi di sektor pertambangan, agar sektor ini dapat terus berkontribusi bagi penerimaan negara dan kemajuan Indonesia serta menjaga ketahanan energi nasional.
Selanjutnya
Bersamaan dengan itu, Adaro Energy akan terus fokus menjaga kinerja operasi perusahaan agar dapat meningkatkan efisiensi. Sehingga dapat menjaga kontinuitas operasional dan terus memberikan kontribusi ke negara secara optimal, sesuai ketentuan dan peraturannya.
"Adaro juga akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan," imbuh dia.
Kenaikan tarif royalti batu bara itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 26 Tahun 2022, tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Peraturan baru tersebut mencabut PP Nomor 81 Tahun 2019.
Pada aturan sebelumnya, kenaikan royalti hanya sebesar 7 persen, dan kini menjadi 13,5 persen. Royalti dihitung dari harga jual per ton secara progresif disesuaikan dengan harga batu bara acuan (HBA).
Advertisement