KPK Panggil Legislator Demokrat Terkait TPPU Bupati Nonaktif Banjarnegara

Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Lasmi Indaryani akan dimintai keterangan seputar kasus dugaan TPPU sang ayah, Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 30 Agu 2022, 11:02 WIB
Ilustrasi KPK. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Lasmi Indaryani hari ini, Selasa (30/8/2022). Lasmi bakal dimintai keterangan seputar kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sang ayah, Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

"Pemeriksaan dilakukan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jl Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, atas nama Lasmi Indaryani, anggota DPR RI," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya.

Lasmi sebelumnya mangkir alias tak memenuhi panggilan KPK pada Jumat, 22 Juli 2022.

Lasmi pernah diperiksa KPK di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah pada Selasa, 14 Juni 2022. Saat itu Lasmi dicecar tim penyidik soal proses penganggaran untuk pengadaan beberapa proyek di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara.

Lasmi yang merupakan legislator Partai Demokrat itu dicecar tim penyidik saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan keterlibatan dalam proyek pengadaan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat sang ayah, Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

"Lasmi Indaryani (anggota DPR RI), hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses penganggaran untuk pengadaan berbagai proyek di Pemkab Banjarnegara tahun 2019-2021," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu 15 Juni 2022.


Pengembangan Kasus

Bupati nonaktif Banjarnegara, Budhi Sarwono usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/11/2021). Budhi Sarwono merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Banjarnegara tahun 2017-2018. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

KPK mengembangkan kasus dugaan korupsi Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono. KPK menduga ada tindak pidana lain yang dilakukan Budhi Sarwono.

"Dalam pengusutan penyidikan perkara awal, tim penyidik KPK berdasarkan adanya kecukupan alat bukti kembali menemukan adanya dugaan perbuatan pidana lain yang diduga dilakukan oleh Tersangka BS (Budhi Sarwono) dan lainnya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).

Ali mengatakan, pidana lain yang diduga melibatkan Budhi yakni terkait proses pengadaan barang dan jasa. Selain itu, Ali menyebut Budhi diduga menerima gratifikasi dan tak melapornya ke KPK selama 30 hari kerja pasca-penerimaan gratifikasi.

"Yaitu dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggara negara yang dengan sengaja baik langsung maupun tidak langsung ikut serta dalam proses pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah Tahun 2019-2021 dan dugaan penerimaan gratifikasi," kata Ali.


Vonis

Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono divonis 8 tahun penjara denda Rp 700 juta subsider 6 bulan kurungan. Budhi dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap terkait proyek di Kabupaten Banjarnegara tahun 2017 hingga 2018.

Tak hanya Budhi, vonis 8 tahun penjara juga ditujukan kepada Kedy Afandi selaku orang kepercayaan Budhi.

"Pidana masing-masing 8 tahun dan denda Rp 700 juta subsider 6 bulan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (9/6/2022).

Vonis tersebut dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Sidang dipimpin Hakim Ketua Rochmad dengan Hakim Anggota Rajendra dan Lujianto. Panitera pengganti yakni Endang Hartiningsih.

Ali menyebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang menyatakan Budhi dan Kedy terbukti melanggar Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Namun hakim membebaskan keduanya dari Pasal 12B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat KUHP. Hakim menilai perbuatan gratifikasi keduanya tak terbukti.

Hal-hal yang memberatkan vonis yakni Budhi sebagai kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Budhi juga selaku kepala daerah dengan kewenangan yang dimiliki seharusnya berperan aktif ikut mencegah praktik-praktik korupsi di wilayahnya, Budhi malah terlibat dalam melanggengkan praktik-praktik korupsi.

"Terdakwa I (Budhi) dan Terdakwa II (Kedy) tidak mengakui perbuatannya," kata Ali.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya