Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menilai kondisi ekonomi global saat ini bak perfect storm. Hal itu mengacu pada angka inflasi tinggi yang tercatat di banyak negara, menyebabkan daya beli mengalami penurunan. Di saat bersamaan, dunia sedang dalam masa pemulihan pasca pandemi Covid-19.
"Kalau saya melihatnya, this is not winter. Kalau winter itu musiman. Kalau ini tidak. The storm is coming, badai,” kata Mahendra dalam Launching Journalist Class di Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Advertisement
Mulanya, Mahendra mencermati dan mengakui adanya stagflasi sebagai bagian dari badai ekonomi saat ini. Selanjutnya ia coba mengurai benang kusut yang saat ini mendera ekonomi global, agar bisa memecahkan jalan keluarnya. Sebagai gambaran, pada krisis sebelumnya yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, solusinya adalah vaksin. Namun, untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum pandemi, diperlukan sinergi dari berbagai pihak.
“Saat dunia memerlukan persatuan untuk menghadapi pandemi, malah yang terjadi perpecahan, yang kita kenal dengan istilah geopolitik. Kalau sekarang ini sebenarnya natural cause-nya tidak ada. Satu satunya adalah human error, yaitu geopolitical. jadi itu penyebabnya, padahal kita berharap masyarakat internasional bisa selesaikan masalah ini,” beber Mahendra.
Seperti diketahui, dunia saat ini tengah mencermati perkembangan konflik Rusia—Ukraina yang mengganggu jalur logistik supply-chain, hingga mengerek kenaikan harga komoditas. Baru-baru ini, kisruh Taiwan—China juga kembali memanas dengan persoalan hampir serupa.
Mahendra menilai, kondisi yang terjadi saat ini tidak hanya berhenti pada geopolitik, melainkan ada tendensi pada deglobalisasi. Di mana beberapa negara membentuk aliansi untuk sekelompok negara.
“Karena yang terjadi bukan hanya geopolitik competition, tapi malah deglobalisasi karena masing-masing mau buat aliansi kemitraan untuk value chain masing-masing. Sehingga ini terjadi jauh akan lebih struktural dan lebih fundamental daripada musiman yang diibaratkan winter tadi,” kata Mahendra.
Mahendra menambahkan, kondisi ini akan masih akan berlangsung untuk waktu yang lama. Namun, harapannya, tidak sampai 10 tahun hingga semua akan kembali stabil.
Ketua OJK: Penyelesaian Konflik Global Kurang Tepat
Sebelumnya, konflik global tengah berkecamuk. perang antara Rusia dengan Ukraina dan ketegangan China dengan Taiwan masih berkecamuk. konflik ada masih terus berlangsung dan diperkirakan akan terus berlanjut. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menjelaskan, penyelesaian konflik global yang terjadi sekarang diselesaikan dengan cara yang tidak tepat.
"Yang sebenarnya bisa mengatasi adalah Pemerintah dan pihak-pihak yang mampu mengurai permasalahan pasokan dari segi supply," kata Mahendra Sidang Pleno ISEI XXII dan Seminar Nasional 2022 di Semarang, Rabu (24/8/2022).
Namun yang terjadi malah diselesaikan lewat jalur keuangan. Bank-bank sentral dunia malah menaikkan suku bunga sebagai respons kenaikan inflasi yang disebabkan geopolitik.
"Padahal yang kita lihat sekarang, yang ambil peran justru bank-bank sentral dunia, yaitu The Fed, Bank of England, ICB artinya apa? Ini adalah pendekatan yang tidak tepat," kata dia.
Advertisement
Persoalan Utama
Mahendra menjelaskan persoalan utamanya pasokan, supply dan geopolitik yang terjadi sektor rill. Namun pendekatanya dari kebijakan tingkat bunga dan likuiditas yang diharapkan diselesaikan bank sentral. Padahal ini hanya bisa mempengaruhi permintaan.
"Jadi terjadi mix match, sehingga yang terjadi saat ini bukan sekedar bagaimana bank sentral bisa menyelesaikan masalah geopolitik dan masalah pasokan dunia lalu kondisi kepada keterbatasan dan rantai pasok tadi," tuturnya.
Dia pun menganalogikan kondisi yang terjadi sekarang seperti menyaksikan kejuaraan Karateka kelas bantam yang diwakili The Fed. Kemudian bertarung dengan Bank of England dan ICB dalam pertandingan tinju kelas berat.
"Artinya apa bukan hanya kelasnya beda, pertandingannya pun salah. Karateka masuk ke pertandingan tinju kelas berat, bisa apa? Itu yang kita lihat sekarang," kata dia.
Padahal seharusnya para bank sentral tersebut tidak turut campur dalam mengatasi geopolitik. Sebaliknya negara-negara terkait segera menyelesaikan masalah dan menghentikan perang.
"Padahal yang diharapkan mestinya petinju kelas berat dan juara dunianya, tapi juara dunia petinju kelas berat itu justru bagian dari masalah," pungkasnya.
China dan Taiwan Memanas, Dunia Makin Tak Aman?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketegangan antara China dan Taiwan menimbulkan eskalasi baru konflik global.
Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi ke Taiwan pekan lalu berakhir dengan ketegangan politik baru di regional Asia.
"Hadirnya Ketua DPR AS di Taiwan (menimbulkan) eskalasi yang luar biasa. Tentunya menimbulkan kemungkinan dari sisi keamanan namun juga dari sisi politik ekonomi," kata Sri Mulyani Indrawati dalam Kuliah Umum PPKMB Universitas Indonesia, Jakarta, Senin (8/8).
Sri Mulyani menuturkan geopolitik yang luar biasa sekarang ini membuat ketidakpastian global semakin meningkat. Rasa tidak aman ini makin terasa belakangan ini.
"Dengan dunia memiliki geopolitik yang luar biasa besar maka seluruh dunia merasa tidak aman," kata dia.
Rasa tidak aman ini mengancam hubungan antara negara yang dalam 3 dekade terakhir. Padahal selama ini diasumsikan hubungan setiap negara akan saling berhubungan baik dari sisi perdagangan, investasi, lalu lintas manusia, lalu lintas modal, barang dan informasi.
"Ini semuanya sekarang di riset. Banyak dunia sekarang, masyarakat atau negara melakukan review terhadap hubungan antara negara," kata dia.
Dia menuturkan kondisi geopolitik yang penuh kompetisi dan potensi perang membuat semua negara semakin hati-hati. Tiap negara sekarang mencari hal-hal yang bisa meningkatkan ketahanan dari perekonomiannya masing-masing.
"Artinya proteksionisme kemungkinan akan semakin besar, blok akan semakin menguat," katanya.
Advertisement
Investasi dan Perdagangan
Sehingga hubungan investasi dan perdagangan tidak lagi berdasarkan kepada murni masalah bisnis dan kebebasan dalam mengambil sikap. Melainkan sudah mulai memperhatikan aspek geopolitik.
"Ini adalah landscape yang berubah," katanya.
Dia menambahkan, Indonesia kini juga masuk dalam perhitungan. Mengingat Indonesia merupakan negara yang besar baik dari sisi populasi dan ekonominya.
Bahkan telah menjadi bagian dari anggota G20, artinya Indonesia masuk dalam 20 besar negara ekonomi terbesar di dunia. Makanya, Indonesia harus melek terhadap kondisi global yang terjadi saat ini.
"Ini menyebabkan indo menjadi salah satu negara yang tidak boleh tidak paham terhadap konteks geopolitik yang berubah," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com