Mendagri Tito Karnavian: Pengusaha Pakai BBM Subsidi, Polisikan!

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan kompensasi dan subsidi energi, seperti subsidi BBM telah mencapai Rp 502,4 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Agu 2022, 15:30 WIB
Mendagri Tito Karnavian mengeluarkan SE Penggunaan BTT untuk mengendalikan inflasi daerah. (Foto: Puspen Kemendagri)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan kompensasi dan subsidi energi telah mencapai Rp 502,4 triliun. Namun 80 persen subsidi tersebut nyatanya salah sasaran. Mereka sebenarnya mampu membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi.

"Kata Bu Menkeu subsidi ini hanya dinikmati masyarakat tidak mampu 20 persen, yang 80 persen ini dinikmati yang sebetulnya bisa membayar BBM non bersubsidi," kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2022).

Tito menilai mekanisme subsidi BBM yang sekarang perlu diperbaiki. Sehingga dia meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk ikut mengawasi agar BBM tidak bocor kepada pihak-pihak yang seharusnya tidak mengkonsumsi BBM bersubsidi.

"Tapi di daerah tolong juga diawasi dan diatur supaya BBM subsidi ini. Jangan bocor ke masyarakat atau pengusaha besar yang mereka sebenarnya harus gunakan BBM tanpa subsidi," tuturnya.

Dia juga meminta Pemerintah Daerah untuk bersikap tegas kepada para pengusaha nakal yang menggunakan BBM bersubsidi. Tito memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah untuk memberikan peringatan hingga mencabut izin usaha pengusaha tersebut.

"Tolonglah jangan ada konspirasi dengan mereka yang kelas atas, pengusaha industri pertambangan yang seharusnya tidak boleh beli BBM bersubsidi," kata dia.

Tito mengatakan bila konsumsi BBM bersubsidi bisa dikendalikan maka bebannya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berkurang.

"Kalau ini bisa diatur, beban subsidi Rp 502 triliun ini akan turun karena jumlah BBM yang dibutuhkan buat subsidi ini akan berkurang dan angka ini bisa kurang bisa digunakan buat sekolah, rumah sakit dan lain-lain," sambungnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


Menko Luhut Soal Kenaikan Harga BBM: Tak Ada Pilihan, Kita Sudah Subsidi Rp 502 T

Suasana sepi pelanggan saat stok pertalite habis di salah satu SPBU kawasan Galur, Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2022). Kekosongan pertalite diduga disebabkan oleh migrasi pengguna pertamax dan BBM nonsubsidi lainnya akibat disparitas harga yang cukup tinggi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemeritah terus menggodok rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sinyal-sinyal harga BBM naik dalam waktu dekat sudah terlihat. Pada pekan lalu pemerintah menjelaskan bahwa subsidi energi sudah tidak cukup. Sedangkan pada Senin kemarin pemerintah mengumumkan tambahan bantuan sosial (bansos).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, dalam setiap rapat Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menteri mengantisipasi kenaikan harga pangan dampak kenaikan harga BBM.

"Dampak ke harga pangan ini perlu diperhatikan, logistik, pengangkutan barang akibat kenaikan harga Solar," kata Luhut dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2022).

Meski saat ini harga minyak dunia mulai menurun, tetapi selisih harga jual BBM dengan nilai keekonomian masih sangat besar. "Meski mulai menurun masih tingginya harga minyak mentah dunia mendorong meningkatnya harga keekonomian dan harga penjualan pertalite dan solar," kata dia.

 


Harga BBM Subsidi

Sejumlah kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di sebuah SPBU di Jakarta, Kamis (31/3/2022). PT Pertamina (Persero) akan memberlakukan tarif baru BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 pada 1 April 2022. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Seperti diketahui, saat ini harga Pertalite di angka Rp 7.650 per liter. Sementara Solar dibanderol Rp 5.450 per liter, dan Pertamax sebesar Rp 12.500 per liter. Sedangkan dalam hitungan pemerintah, harga keekonomian Pertalite Rp 17.200 per liter, Solar Rp 17.600 per liter, dan Pertamax Rp 19.900 per liter.

Dengan selisih yang besar tersebut, pemerintah mengalokasikan subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 502,4 triliun. Namun pemerintah tidak bisa menambah lagi jika jumlah tersebut habis.

"Ini tidak ada pilihan karena di kita ini subsidi sudah Rp 502 triliun," kata dia.

Luhut mengatakan bila pemerintah tidak lagi menambah anggaran subsidi energi, dana yang ada bisa dialihkan untuk program lain. "Kalau ini bisa dikurangi dan bisa dialihkan ke harga-harga yang lain itu akan lebih bagus," sambungnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya