Liputan6.com, Jakarta Belum lama ini, Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengklaim solusi untuk mencegah HIV/AIDS yang meningkat di Jawa Barat adalah dengan menikah dan poligami. Selain menikah, Uu menyebut poligami juga untuk menjauhkan diri dari zina.
"Toh agama juga memberikan lampu hijau asal siap adil kenapa tidak? Makanya dari pada ibu kena (HIV/ AIDS) sementara ketahuan suami seperti itu mendingan diberikan keleluasaan untuk poligami," tutur Uu mengutip keterangan resmi yang diterima Liputan6.com.
Advertisement
Terkait hal itu, dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi Zubairi Djoerban menjelaskan, jika laki-laki menikah dengan satu perempuan dan tidak ada kegiatan seks dengan orang lain lagi maka risiko penularan HIV bisa dikatakan nol.
“Jadi, jika semua setia pada pasangan, baik poligami maupun monogami ya tidak tertular jadi tidak hanya poligami, tapi monogami dengan hanya hubungan seksual dengan satu orang saja tentu tidak akan tertular kalau dua-duanya setia,” kata penemu kasus HIV pertama Indonesia itu saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2022).
Dokter yang akrab disapa Prof Beri juga mengatakan bahwa pada prinsipnya, cara penularan HIV itu beragam bisa karena seks, jarum suntik yang terkontaminasi, penularan dari ibu ke bayi, dan penggunaan narkotika.
“Jadi walaupun setia tapi menggunakan narkotika ya tetap bisa tertular HIV/ AIDS,” katanya.
Kasus HIV di Bandung
Maraknya kasus HIV di Bandung disebabkan seks bebas yang dilakukan para laki-laki dengan Pekerja Seks Komersial (PSK).
Tak jarang laki-laki yang melakukan hubungan terlarang ini sudah memiliki istri. Mereka pun melakukan hubungan intim dengan istrinya sehingga para ibu rumah tangga ikut tertular.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bandung mengungkap bahwa ada lebih dari 5.943 kasus positif HIV di Bandung selama periode 1991-2021, 11 persen di antaranya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT).
Selain IRT dan suaminya, usia muda termasuk mahasiswa juga menjadi penyumbang terbanyak kasus HIV di Jawa Barat. Hal ini dikarenakan para pemuda dan pemudi cenderung ingin mencoba segala sesuatu yang baru.
Masyarakat usia muda juga rentan terpengaruh oleh teman sebaya. Banyak dari mereka yang mencoba konsumsi narkoba hingga seks bebas.
“Ada juga masalah ekonomi, banyak remaja-remaja yang berasal dari keluarga yang kurang beruntung yang memerlukan dukungan ekonomi. Itu yang kemudian menimbulkan prostitusi anak.”
Advertisement
Mahasiswa Rentan Kena HIV?
Prof Beri menambahkan, mahasiswa adalah kelompok usia muda 18 hingga sekitar 25 tahun. Ini merupakan kelompok yang mudah terkena HIV/ AIDS.
“Tapi tolong diingat, seolah-olah ini gawat banget, enggak. Sekarang ini hampir semua pasien yang berobat dengan teratur dan tidak putus obat itu HIV-nya akan terkontrol dengan baik.”
“Cukup banyak yang tetap hidup produktif dan aktif di atas 20 tahun, ada juga yang tetap sehat setelah konsumsi obat 28 tahun.”
Artinya, lanjut Prof Beri, HIV bisa dikontrol dengan minum obat secara rutin. Dengan demikian orang dengan HIV bisa menjalani kehidupan seperti menikah dan memiliki anak bila disiplin mengonsumsi ARV.
“Bisa juga menikah, bisa punya anak dan anaknya tidak tertular. Intinya, HIV/ AIDS bisa ditatalaksana dengan baik dan benar,” katanya.
Masalahnya, selalu ada pasien yang putus obat. Jika putus obat maka berbahaya bagi diri pasien. Jika pengobatan lini pertama gagal maka masih bisa pengobatan lini kedua. Dan jika kini kedua gagal masih ada beberapa obat yang bisa dimodifikasi.
Jika Semua Obat Gagal
Namun, lanjutnya, jika semua obat yang ada di Indonesia gagal maka terpaksa pasien harus beli sendiri di luar negeri biasanya di Bangkok, Thailand.
“Dan itu mahal, 25 hingga 30 juta per bulan. Padahal kalau berobat teratur di Indonesia itu gratis total. Luar biasa pemerintah menyediakan obat HIV/ AIDS dengan gratis.”
Syarat agar pengobatan berhasil adalah disiplin minum obat, tidak putus obat, dan secara berkala diperiksa kadar jumlah virusnya.
“Ini memang perlu konseling, perlu pendampingan, dan perlu dukungan. Orang HIV jangan sampai terstigmatisasi, justru harus selalu didukung.”
Pada anak muda, faktor risiko yang banyak menyebabkan HIV adalah seksual terutama heteroseksual dan homoseksual. Faktor narkotika juga banyak terjadi.
“Berbagai penelitian menunjukkan, narkotik masih menjadi masalah serius di Jakarta dan masih menjadi masalah serius di Indonesia.”
Advertisement