Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai pemerintah sudah membuat kebijakan yang tepat dengan mengalihkan anggaran subsidi BBM menjadi bantuan sosial untuk masyarakat tidak mampu.
Bansos diharapkan bisa menjaga daya beli masyarakat.
Advertisement
"Dari awal kami sudah menyampaikan bahwa ada baiknya pola dan mekanisme pemberian subsidi dialihkan dari produk ke penerima. Ini (bansos) salah satu kebijakan pemerintah yang tepat agar pemberian subsidi diberikan kepada yang butuh dan berhak," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno saat dihubungi, Selasa (30/8/2022).
Eddy yang juga Sekretaris Jenderal PAN mengatakan, Komisi VII mendukung pengalihan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah rencana pemerintah menyesuaikan harga BBM. Namun, saat pengalihan anggaran subsidi BBM menjadi bansos, ada hal yang bisa pemerintah lakukan.
"Untuk menjadikan subsidi tepat sasaran, perlu merevisi Perpres 191 Tahun 2014, sehingga ada payung hukum yang jelas untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima subsidi. Itu perlu disegerakan dan kami siap untuk melakukan pengawasan dan pengawalan pelaksanaan revisi perpres tersebut," tegas Eddy.
Sedangkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menegaskan subsidi BBM tidak tepat sasaran, karena banyak dinikmati masyarakat mampu. Karena itu, ia sepakat anggaran subsidi BBM dialihkan untuk membantu masyarakat yang betul-betul berhak.
"Sudah saatnya kita mendukung pengurangan subsidi energi dan direalokasi menjadi anggaran diperlukan masyarakat miskin, seperti Bantuan Langsung Tunai, bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM atau fasilitas kesehatan dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat," kata Said.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut APBN tak mampu menambal subsidi energi termasuk subsidi BBM tahun ini. Meski, dengan kondisi APBN yang terus mengalami surplus beberapa bulan belakangan.
Menkeu Sri Mulyani menilai dengan kondisi APBN surplus akibat keuntungan dari kenaikan harga komoditas, itu akan menambal beban subsidi. Bahkan, angka untung itu akan habis pada bulan depan setelah keluar hitungan pengeluaran subsidi dan kompensasi Pertamina dan PLN.
"APBN masih surplus tagihannya itu akan ke kami September atau Oktober, baru akan datang pada (setelah) audit BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) sekitar bulan September. Makanya APBN kita akan adjusted yang surplus tadi akan langsung habis aja untuk bayar itu," katanya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, ditulis Sabtu (27/8/2022).
Amati Tren Harga Minyak
Penjelasannya, alokasi subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun masih kurang dan perlu disiapkan penambahan Rp 195,6 triliun hingga akhir tahun. Jika, pola konsumsi masyarakat masih seperti saat ini, dimana subsidi BBM sebagian besar dinikmati orang kaya.
Ditambah dengan hitungan volume konsumsi yang ditetapkan pemerintah dibandingkan dengan konsumsi masyarakat imbas dari pertumbuhan ekonomi. Serta tren prediksi harga minyak dunia yang berkisar diatas USD 100 per barel.
"Ini yang akan kita sampaikan, hitung-hitungan yang disampaikan ke Presiden, karena kalau tadi Rp 195 triliun tidak disediakan tahun ini, maka akan ditagih 2023 (terhadap) APBN kita," kata dia dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, ditulis Sabtu (27/8/2022).
Artinya, jika tak disiapkan sejak saat ini, angka ini masih akan ditagihkan kepada pemerintah kepada APBN 2023. Padahal posisinya tahun depan APBN perlu dijaga di posisi defisit 3 persen supaya menjadi lebih sehat.
Pada posisi ini, Rp 195,6 triliun tambahan subsidi BBM ini memakan lebih dari setengah jumlah alokasi subsidi BBM dari alokaai dalam RUU APBN 2023 sebesar Rp 336,7 triliun. Dengan begitu, akan semakin memberatkan uang negara.
"Kita bisa bayangkan 2023 pasti anggaran subsidi kompensasi menjadi tak mencukupi, akan timbul persoalan sama akan ada snowballing effect," bebernya.
"Inilah situasi dari APBN kita, satu sisi kalau ditanyakan dengan oenerimaan negara nambah Rp 402 triliun pun tambah (beban subsidi) lpj 3 kilo, listrik, BBM itu gak akan mencukupi, seluruh windfall profit dipake semuanya nanti akan habis," tambah Sri Mulyani.
Advertisement