Liputan6.com, Jayapura - Masyarakat Jayapura Papua mulai sadar hoaks. Kesadaran mulai muncul dalam memilah informasi.
Menurut Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Jayapura, Sri Wijayanti, kesadaran masyarakat Jayapura dalam memilah informasi dan tidak mempercayai hoaks terlihat beberapa waktu lalu.
“Ada informasi berantai yang muncul menyebut ada perekrutan CPNS di Jayapura. Setelah membaca informasi tersebut, banyak orang mengecek informasi ke Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Jayapura,” ujarnya dalam Pertunjukan Rakyat dengan tajuk 'Cerdas Memilah Informasi, Waspada Hoaks', Selasa (30/8/2022) malam, seperti tertulis dalam siaran pers.
Ia menilai, langkah masyarakat itu pun bagian dari kroscek ke pihak berkompeten guna memastikan kebenaran informasi yang diterimanya.
"Kesadaran masyarakat untuk selalu melakukan cek dan ricek sangat penting dalam menangkal hoaks dan ini sudah dilakukan oleh masyarakat Jayapura," ucapnya.
Ia juga berpesan agar anak-anak muda mampu bijak dalam memanfaatkan ponsel pintar. Ketika menerima informasi melalui gawai, mereka perlu mempelajari terlebih dahulu isinya sebelum meneruskan ke pihak lain.
Baca Juga
Advertisement
Artinya, ketika informasi tersebut memiliki kadar kebenaran, maka baru layak untuk disebarluaskan. Sebaliknya, ketika ragu akan kebenarannya maka harus dicari sumber faktanya.
“Kami tetap konsisten dalam menyeleksi media-media sosial yang beredar di Jayapura. Jika mengarah yang tidak sesuai kebenaran, kami hentikan,” kata Sri Wijayanti.
Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bambang Gunawan yang diwakili oleh Koordinator Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Filmon Leonard Warouw, memaparkan penyebaran hoaks pada era ini seakan memiliki jalan tol seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi. Hal ini karena masyarakat semakin terkoneksi dengan dunia maya.
Terlebih sejak pandemi Covid-19, intensitas penggunaan internet dan layanan digital meningkat tajam. Pemerintah telah melakukan penanganan terhadap 1,6 juta konten yang melanggar peraturan di berbagai situs. Selain pemutusan akses, peningkatan literasi digital juga terus dilakukan sebagai modal utama dalam menangkal konten negatif maupun informasi hoaks yang masih beredar.
“Keberadaan hoaks menjadi ancaman serius di samping keamanan siber, data pribadi, dan konten negatif,” ujarnya.
Ia menyebutkan sejumlah ciri berita hoaks yang mudah dikenali publik, seperti judul yang cenderung provokatif shingga menimbulkan ketakutan di masyarakat. Bahkan terkadang, hoaks juga menimbulkan rasa bahagia yang berlebihan, permusuhan, dan kebencian.
Ciri selanjutnya, sumber informasi yang tidak jelas. Seringkali, informasi tersebut tidak mencantumkan narasumber serta ditulis dengan bahasa bombastis atau berlebihan.
Ciri lain yang kerap ditemui adalah penggunaan foto atau video yang tidak relevan dengan isi.
"Pemerintah membutuhkan partisipasi masyarakat maupun komunitas untuk bersama-sama memerangi hoaks," ucap Filmon Leonard Warouw.
Sementara konten kreator, Jeni Karay, menilai judul informasi yang bombastis cenderung memiliki nilai yang negatif dan patut diragukan kebenarannya. Ia mengajak masyarakat agar tidak terkecoh dengan judul melainkan harus menelaah isinya secara detail.
“Jadilah warganet yang smart, jangan gampangan. Dipikir dulu sebelum share, apakah itu akan memberikan dampak yang bagus atau tidak,” tuturnya.