Liputan6.com, Jakarta - Kelompok hacker kedapatan menyebarkan malware bernama "GO#WEBBFUSCATOR" dengan cara menggunakan foto teleskop James Webb.Dikutip dari Bleeping Computer, Rabu (31/8/2022), malware ini ditulis menggunakan bahasa pemrograman yang mendapatkan popularitas di kalangan penjahat siber lintas platform (Windows, Linux, dan Mac).
Tak hanya itu, malware baru ini memiliki kemampuan lebih baik terhadap rekayasa balik dan analisa dari para peneliti keamanan siber.
Advertisement
Dalam aksi penyebaran baru ini yang ditemukan oleh peneliti di Securonix, pelaku ancaman menjatuhkan muatan yang tidak ditandai berbahaya oleh antivirus di platform VirusTotal.
Diketahui, cara kerja malware ini diawali dengan email phishing berisikan lampiran dokumen bernama "Geos-Rates.docx".
Saat dokumen berbahaya itu diklik, pengguna akan diminta untuk men-download file template berisikan makro VBS disamarkan agar dapat beroperasi secara otomatis saat makro diaktifkan di aplikasi Office.
Lewat kode yang ditulis oleh hacker, sebuah gambar JPG (“OxB36F8GEEC634.jpg”) akan di download dari server remote (“xmlschemeformat[.]com”), dan diterjemahkan menjadi file .exe (“msdllupdate.exe”) menggunakan certutil.exe, dan meluncurkannya.
Saat dibuka menggunakan software image viewer, file .JPG menunjukkan gugus galaksi SMACS 0723 yang diterbitkan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada Juli 2022.
Lebih lanjut, para peneliti mencatat domain yang digunakan untuk kampanye penyebaran malware ini baru didaftarkan oleh pelaku kejahatan siber. Diketahui, entry paling awal tercatat pada 29 Mei 2022.
Astronom Deteksi Karbon Dioksida Pertama di Atmosfer Eksoplanet
Lebih lanjut, teleskop Luar Angkasa James Webb tak hanya bisa menangkap gambar alam semesta yang menakjubkan. Observatorium itu membuat astronom menemukan bukti nyata karbon dioksida untuk pertama kalinya di atmosfer eksoplanet.
Mengutip laman Engadget, Senin (29/8/2022), James Webb 'menemukan' gas di WASP-39 b, raksasa gas yang mengorbit bintang sekitar 700 tahun cahaya.
Teleskop Hubble dan Spitzer sebelumnya mendeteksi uap air, natrium, dan kalium di atmosfer planet. Tetapi James Webb memiliki kemampuan inframerah yang lebih kuat dan sensitif serta mampu menangkap tanda karbon dioksida.
"Memahami komposisi atmosfer planet dapat membantu kita mempelajari lebih lanjut tentang asal usul dan evolusinya," tulis akun Twitter resmi James Webb Space Telescope.
"Keberhasilan Webb di sini memperlihatkan bukti bahwa ia juga dapat mendeteksi dan mengukur karbon dioksida di atmosfer yang lebih tipis dari planet berbatu yang lebih kecil di masa depan," sambungnya.
Advertisement
Motret Eksoplanet WASP-96 b
NASA sebelumnya merilis data spektroskopi James Webb yang diambil dari WASP-96 b, sebuah eksoplanet yang berjarak sekitar 1.150 tahun cahaya.
Observatorium mendeteksi "tanda air yang tidak ambigu", bersama dengan kabut dan awan, yang sebelumnya tidak diyakini ada di WASP-96 b.
Minggu lalu para astronom juga mengumumkan penemuan sebuah eksoplanet yang berjarak sekitar 100 tahun cahaya.
Planet ekatrasurya itu terdeteksi dengan bantuan Satelit Survei Transit Exoplanet NASA dan teleskop berbasis darat.
Para astronom meyakini bahwa air dapat membentuk sebanyak 30 persen dari massa TOI-1452 b, yang telah dianggap sebagai "Bumi super"--sekitar 70 persen lebih besar dari Bumi dan mungkin memiliki lautan yang sangat dalam.
Teleskop James Webb Abadikan Momen Galaksi Cartwheel
Teleskop ruang angkasa James Webb kembali menangkap objek antariksa yang menakjubkan. Kali ini, Badan Antariksa AS (NASA) dan Badan Antariksa Eropa (ESA) merilis foto Galaksi Cartwheel yang diabadikan teleskop James Webb dengan memperlihatkan cincin warna berputar dalam gambar yang lebih jelas.
Terletak sekitar 500 juta tahun cahaya dari bumi di konstelasi Sculptor, Cartwheel terbentuk dari tabrakan yang spektakuler antara dua galaksi.
Menurut NASA dan ESA, tabrakan itu menimbulkan dua cincin yang meluas dari pusat galaksi, seperti riak di kolam setelah sebuah batu dilemparkan ke dalamnya, seperti dikutip dari AFP, Kamis (4/8/2022).
Cincin putih yang lebih kecil tetap lebih dekat ke pusat Galaksi Cartwheel. Sementara cincin luar, dengan jari-jari warnanya, telah berkembang ke alam semesta selama sekitar 440 juta tahun.
Saat cincin luar mengembang, cincin itu berubah menjadi gas sehingga memicu pembentukan bintang-bintang baru.
(Ysl/Tin)
Advertisement