Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya meminta semua pihak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judical review atau uji materi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 atau UU Pers.
"Menegaskan kembali, ini bukan soal menang atau kalah, tapi ini menegaskan, meneguhkan, jangan sampai nanti menjadi polemik, diperdebatkan, ini sudah diputuskan oleh MK dan harus kita hormati," ujar Agung dalam jumpa pers virtual, Rabu (31/8/2022).
Baca Juga
Advertisement
Senada juga disampaikan anggota Dewan Pers Ninik Rahayu. Ia meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan MK yang dibacakan siang tadi. Meski demikian, Ninik mengaku bersyukur atas putusan MK tersebut.
"Kita patut syukuri atas putusan MK ini, bahwa gugatan atas pasal 15 ayat 2 tentang dugaan multitafsir tentang monopoli pembuatan aturan oleh Dewan Pers yang menyebabkan terganggunya kemerdekan pers maupun pasal 15 ayat 5 kita sama-sama dengar semua diputus dengan argumentasi tak terbantahkan," kata dia.
Ninik menyebut, terkait dengan pasal 15 ayat 2 dan ayat 5, pihaknya membuka pintu bagi semua pihak untuk berdiskusi. Dia mengklaim Dewan Pers akan menerima setiap masukan.
"Satu pasal dua ayat ini yang seharusnya memang oleh beberapa pihak yang merasa keberatan bisa berdialog dengan Dewan Pers. Kami terbuka bagi pihak-pihak yang selama ini belum terlibat atau belum dilibatkan, ayo datang, silakan memberikan masukan," kata Ninik.
Begitu juga terkait dengan uji kompetensi wartawan, menurut Ninik, pihaknya juga membuka ruang diskusi untuk meluruskan segala persoalan yang ada.
"Terkait dengan uji kompetensi wartawan, kalau selama ini masih muncul lembaga yang secara mandiri baik yang tidak difasilitasi maupun tidak menggunakan standar dari Dewan Pers ayok diluruskan, pemerintah dan pemangku kepentingan juga perlu meluruskan hal ini, supaya tidak ada pedoman yang beda-beda," pungkas dia.
Menurut Koordinator Advokat Dewan Pers Wina Armada Sukardi menyebut keputusan MK atas gugatan UU Pers harus dilaksanakan oleh semua pihak. Pasalnya, putusan MK bersifat final dan mengikat.
"MK ini keputusannya final dan mengikat, kalau ada norma-norma di bawah UU ini, itu dibawanya ke Mahkamah Agung (MA)," kata dia.
MK Tolak Uji Materi UU Pers
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Uji Materi atau Judicial Review Undang-Undang Pers atau UU 40/1999 tentang Pers yang diajukan Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso. Para Pemohon tersebut mengajukan pasal yang mengatur mengenai entitas Dewan Pers dalam gugatannya.
"Mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
Adapun Uji materi tersebut diajukan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021. Mereka mengatasnamakan dirinya sebagai anggota Dewan Pers Indonesia.
Adapun pasal-pasal dalam UU Pers yang menjadi pokok uji materi yakni Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5).
Pasal 15 ayat (2) huruf f berbunyi 'Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut. Dalam huruf f menyebut Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
Sementara Pasal 15 ayat (5) berbunyi Keanggotaan Dewan Pers ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Menurut mereka, ada multitafsir dalam Pasal 15 ayat (2) huruf F. Mereka berpandangan dengan adanya pasal ini, Dewan Pers telah mengambil alih hak organisasi pers untuk menyusun dan membuat peraturan Dewan Pers tentang standar kompetensi wartawan.
Sementara dalam Pasal 15 ayat (5), para pemohon ini sempat mengadakan kongres pada 2019 dan menghasilkan terpilihnya anggota Dewan Pers Indonesia. Namun lantaran adanya Pasal 15 ayat (5) ini, hasil kongres tersebut tak mendapatkan respons dari presiden.
Permohonan para pemohon dalam petitumnya meminta MK memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam pembacaaan pertimbangannya, MK berpendapat bahwa norma Pasal 15 ayat (2) huruf f dan dan Pasal 15 ayat (5) yang didalilkan Pemohon tidak beralasan hukum untuk seluruhnya.
Advertisement