Tak Tutup Mata, Pemerintah Sediakan ARV Obat HIV Gratis untuk ODHA

Pemerintah peduli ODHA dengan menyediakan ARV Obat HIV gratis total

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 31 Agu 2022, 20:00 WIB
Obat obat ARV Fixed Dose Combination jenis TLE (Tenofovir, Lamivudin, Efavirenz) yang banyak digunakan ODHA di Indonesia. (Foto: Giovani Dio Prasasti/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam penanganan HIV AIDS, pemerintah Indonesia tidak menutup mata dan tinggal diam. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penyediaan obat Antiretroviral (ARV) gratis untuk Orang dengan HIV AIDS (ODHA).

Penjelasan ini disampaikan dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi, Prof Zubairi Djoerban. Menurutnya, ketersediaan obat HIV berupa ARV bisa membantu ODHA menjalani hidup dengan sehat layaknya orang tanpa HIV.

Namun, masalah yang masih dihadapi adalah selalu ada pasien yang putus obat. Jika putus obat maka berbahaya bagi diri pasien.

Sebab, jika pengobatan HIV lini pertama gagal, masih bisa pengobatan lini kedua. Dan, jika lini kedua gagal masih ada beberapa obat yang bisa dimodifikasi.

Lalu, jika semua obat yang ada di Indonesia gagal, terpaksa pasien harus beli sendiri di luar negeri biasanya di Bangkok, Thailand.

"Dan itu mahal, 25 hingga 30 juta per bulan. Padahal kalau berobat teratur di Indonesia itu gratis total. Luar biasa pemerintah menyediakan obat HIV/ AIDS dengan gratis," kata pria yang akrab disapa Prof Beri ketika ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).

Padahal, menurut dokter pertama yang menemukan kasus HIV di Indonesia ini konsumsi ARV gratis secara teratur bisa memberi harapan baru bagi ODHA.

"Sekarang ini hampir semua pasien yang berobat dengan teratur dan tidak putus obat itu HIV-nya akan terkontrol dengan baik," dia menekankan.


Jika HIV Terkontrol

dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi Zubairi Djoerban soal HIV/ AIDS. Foto: (Liputan6.com/Ade Nasihudin).

HIV AIDS yang terkontrol, lanjut dia, membuat ODHA tetap hidup dengan produktif dan aktif dalam waktu lama.

"Cukup banyak yang tetap hidup produktif dan aktif di atas 20 tahun, ada juga yang tetap sehat setelah konsumsi obat 28 tahun," katanya.

Artinya, HIV bisa dikontrol dengan minum obat secara rutin. Dengan demikian orang dengan HIV bisa menjalani kehidupan seperti menikah dan memiliki anak bila disiplin mengonsumsi ARV.

"Bisa juga menikah, bisa punya anak dan anaknya tidak tertular. Intinya, HIV AIDS bisa ditatalaksana dengan baik dan benar," katanya.

Syarat agar pengobatan berhasil adalah disiplin minum obat, tidak putus obat, dan secara berkala diperiksa kadar jumlah virusnya.

"Ini memang perlu konseling, perlu pendampingan, dan perlu dukungan. Orang HIV jangan sampai terstigmatisasi, justru harus selalu didukung," ujar Prof Beri.

Pada anak muda, faktor risiko yang banyak menyebabkan HIV adalah seksual terutama heteroseksual dan homoseksual. Faktor narkotika juga banyak terjadi.

"Berbagai penelitian menunjukkan, narkotik masih menjadi masalah serius di Jakarta dan masih menjadi masalah serius di Indonesia," dia menekankan.


Terkait ARV

Saat ini orang dengan HIV atau biasa disebut ODHA di Indonesia sudah bisa mengonsumsi obat ARV jenis Efavirenz buatan dalam negeri

Menurut lembar fakta Bakti Husada Kementerian Kesehatan, penggunaan obat ARV memang menjadi salah satu cara penanganan HIV.

ODHA dapat ditatalaksana dengan konsumsi obat ARV Kombinasi Dosis Tetap atau Fixed Dose Combination (KDT/FDC).

Tak tanggung-tanggung, pengobatan dengan ARV diberikan seumur hidup kemudian diikuti perkembangan penyakitnya. Hal ini dilakukan guna mencegah timbulnya infeksi oportunistik yang dapat memperberat daya tahan tubuh ODHA.

Agar pengobatan berhasil, maka kedisiplinan, kepatuhan, serta komitmen kuat dari ODHA sangat penting. Mengingat, ODHA perlu meminum ARV seumur hidupnya.

Pemberian obat ARV bagi ODHA mengacu pada Permenkes 87/2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral.

Sebelum dapat diputuskan untuk melakukan pengobatan atau tidak, orang dengan risiko tertular HIV akan diperiksa terlebih dahulu.

Orang berisiko HIV bisa datang ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, klinik, dan rumah sakit untuk menjalani konseling dan tes HIV.

Setiap orang yang dinyatakan positif HIV maka akan diberikan pengobatan antiretroviral gratis sedini mungkin.


HIV di Bandung

Gubernur Ridwan Kamil mencatat sepanjang tahun lalu, sekitar 38.290 rumah berhasil disebar Kang Emil di 1.232 desa dan kelurahan di 27 kabupaten/kota Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Baru-baru ini, terungkap sebuah fakta mengenai data kasus HIV di Bandung. Selama periode 1991 s.d 2021, total kasus HIV di sana mencapai lebih dari 5.943 jiwa.

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bandung mengungkap bahwa sebanyak 11 persen di antaranya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT).

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil ikut angkat bicara soal kasus HIV AIDS di Bandung. Pria yang karib disapa Kang Emil meluruskan, data 414 kasus HIV di kalangan mahasiswa Kota Bandung itu adalah akumulasi selama 30 tahun yakni sejak 1991 hingga 2021.

“Bukan data (kasus HIV) dalam 1 tahun,” tulis Emil mengoreksi sebuah berita daring yang ia unggah di Instagram pribadinya Selasa (30/8/2022).

Beragam program serta agenda untuk mendeteksi dan menangani masalah ini sudah dilaksanakan secara progresif oleh pemerintah Jawa Barat, lanjutnya.

“Pemprov Jabar fokus pada kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan dalam penanggulangan HIV AIDS dan IMS (Infeksi Menular Seksual) di Provinsi Jawa Barat.”

Upaya-upaya itu termasuk:

1. Melakukan skrining dini tes HIV pada populasi kunci, ibu hamil pasien TB, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di layanan maupun secara mobile.

2. Melakukan perluasan layanan konseling tes HIV, layanan perawatan dukungan dan pengobatan.

3. Melakukan peningkatan kapasitas petugas puskesmas dalam pengembangan layanan test and treat.

4. Melakukan evaluasi triple eliminasi dengan sasaran ibu hamil yang dites HIV, sifilis dan hepatitis untuk eliminasi pada bayi lahir dari ibu positif HIV, sifilis dan hepatitis.

5. Melakukan pemantauan desentralisasi obat ARV (antiretroviral) di 27 kabupaten/kota.

6. Melakukan pemeriksaan viral load bagi Orang dengan HIV AIDS (ODHA) untuk melihat evaluasi penggunaan ARV pada ODHA.

7. Melakukan pertemuan terkait kolaborasi TB HIV.

8. Melakukan kegiatan pemetaan populasi kunci untuk mendapatkan gambaran estimasi populasi kunci.

Hari AIDS Sedunia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya