Ombudsman: Masyarakat Belum Pulih dari Pandemi, Harga BBM Malah Mau Naik

Ombudsman RI menyoroti rencana kenaikan harga BBM Subsidi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Padahal kondisi saat ini masyarakat masih belum pulih dari dampak pandemi Covid-19.

oleh Arief Rahman H diperbarui 01 Sep 2022, 11:39 WIB
Sejumlah kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di sebuah SPBU di Jakarta, Kamis (31/3/2022). Ombudsman RI menyoroti rencana kenaikan harga BBM Subsidi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Padahal kondisi saat ini masyarakat masih belum pulih dari dampak pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI menyoroti rencana kenaikan harga BBM Subsidi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Padahal kondisi saat ini masyarakat masih belum pulih dari dampak pandemi Covid-19.

Anggota Omudsman RI Hery Susanto mengatakan dari sisi tata kelola distribusi BBM pun masih dalam proses perbaikan. Sementara sudah muncul rencana kenaikan harga BBM Subsidi.

"Dalam hal kenaikan harga BBM, tentu ini akan, tanpa ditanya sekalipun pasti jawabannya banyak gak setuju, semua kalangan saya kira tak akan setuju," kata dia dalam Diskusi bertajuk Subsidi Energi BBM untuk Siapa?', Rabu (31/8/2022) malam.

"Dalam kondisi pandemi belum pulih total, masyarakat kecil sudah sangat kesusahan ketika ditambah bebannya, harga pangan, BBM belum naik, (harga) pangan sudah naik," tambahnya.

Pada kondisi ini, masyarakat menengah kebawah disebut akan menjadi golongan yang paling terdampak. Belum lagi berbicara kondisi di beberapa titik yang sulit ditemuinya BBM Subsidi.

"Ini kan satu hal yang menurut kami sangat berimplikasi terhadap perekonomian masyarakat. Kenaikan harga BBM dengan Rp 10.000 per liter saja Pertalite, dan Sola Rp 8.000 per liter akan mendorong inflasi bertambah 0,9 persen," terangnya.

Untuk itu, Hery menyarankan pemerintah tidak dulu menaikkan harga BBM Subsidi. Namun, lebih kepada pembatasan pembelian Pertalite maupun Solar.

 


Perpres 191/2014

Pengendara motor antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kelapa Dua, Jakarta , Kamis (14/4/2022). Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga Pertalite dan solar. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selanjutnya, Peraturan Presiden nomor 191 Tahun 2014 yang sedang direvisi disebut perlu mengatur lebih jelas golongan yang boleh mengakses BBM Subsidi. Utamanya perlu menyasar kelompok pengguna espeda motor dan angkutan umum.

"Gimana pemerintah dalam revisi perpres tersebut dengan penekanan lebih mengakomodasi dari sepeda moor dan angkutan umum saja, angkutan barang sudah ada di perpres tersebut," kata dia.

"Adapun untuk mobil pribadi, kelompok menengah atas lebih baik masuk kategori BBM non subsidi," imbuhnya.

Di sisi lain, menurutnya jika pemerintah masih memasukkan kategori kendaraan pribadi, itu bertentangan dengan Undang-Undang Energi dan Undang-Undang MInyak dan Gas Bumi.

"UU migas Pasal 28 ayat 3 dalam menentukan harga BBM pemerintah punya tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu. Subsidi BBM bukan untuk seluruh golongan masyarakat, kalau digeneralisir pemerintah jangan mengeluh lagi kalau banyak dikonsumsi kalangan kaya," bebernya.

 


Persempit Konsumen BBM Subsidi

Petugas mengisi BBM pada sebuah mobil di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (1/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengakui sistem penyaluran BBM Subsidi masih dilakukan secara terbuka. Alih-alih mengganti dengan sistem tertutup, pemerintah memilih untuk mempersempit konsumen BBM subsidi tersebut.

Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, itu dilakukan dengan harapan penyaluran BBM Subsidi tepat sasaran. Caranya dengan melakukan pendataan yang saat ini tengah dilakukan.

Untuk diketahui, pendataan yang dimaksud mengarah pada pendaftaran melalui situs MyPertamina. Sejauh ini, setidaknya ada 1 juta orang yang telah mendaftar.

"Subsisdi masih terbuka masih di harga, jadi belum menyasar orang-orang yang berhak atas subsidi tersebut. Ini memang yang jadi bahan pemikiran kita juga di Kementerian ESDM, di BPH, di Kemenkeu, saya kira juga ya gimana cara kita agar subsidi ini tepat sasaran kita coba persempit komosumennya," kata dia dalam Diskusi bertajuk 'Subsidi Energi BBM untuk Siapa?', Rabu (31/8/2022) malam.

Pendataan ini menurutnya jadi satu poin penting untuk menjadikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran. Meski, implementasinya kedepan masih menunggu aturan yang jelas.

Mengacu beberapa upaya pembatasan kebelakang, Saleh mengatakan kalau sistem MyPertamina saat ini dinilai sudah paling siap. Artinya, telah memiliki kemampuan sebagai platform penopang pembatasan penyaluran BBM Subsidi.

"Saya pikir MyPertamina lebih siap dan komprehensif dan bisa meminimalisir ketidaktepatan subsidi yang diberikan kepada masyarakat kita," terangnya.

Kendati begitu, ia mengakui sistem pendaftaran MyPertamina masih belum maksimal, baru sekitar 1 juta orang yang mendaftar. Satu hal yang menurutnya bisa mendorong jumlah ini adalah terbitnya revisi Peraturan Presiden Nomor 191/2014.

"Saya kira memang misalnya Perpres keluar, disitu clear apa yang disitu nanti promosi atau pendaftaran tentu akan dilakukan lebih masif," ujarnya.

 


Catatan Ombudsman

Papan petunjuk BBM yang berada di SPBU, Jakarta, Kamis (5/1). Penetapan harga BBM Umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite merupakan kebijakan korporasi Pertamina. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pada kesempatan yang sama, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto melihat kalau MyPertamina sebagai satu terobosan dalam digitalisasi. Namun, pelaksanaan di lapangan masih belum tepat sasaran.

Hal ini didapatkan dari proses asesmen yang dilakukan oleh Ombudsman. Di sisi lain, pelaksaaan MyPertamina ini masih terbatas di sebagaian kecil SPBU di daerah-daerah besar.

"Dalam catatan kami sebarannya hanya di memang sudah 10 provinsi, dan belum semua kabupaten kota, dan jauh dari basis perekonomian rakyat di level bawah. Paling banyak ditemukan pendaftaran MyPertamina itu sopir sama ojek dan lain-lain, nelayan kecil sekali, petani gimana akses mereka suapya bisa masuk MyPertamina, ini belum terserap dalam aplikasi tersebut," paparnya.

Masalah yang ditemukan ternyata adanya keterbatasan pengetahuan dari kelompok kecil tersebut untuk mendaftar melalui MyPertamina. Ini jadi satu alasan kalau sosialisasi harus dilakukan lebih masif lagi.

"Artinya disini aplikasi harus melindung (sesuai dengan) persyarakat dalam undang-undang pelayanan publik, pelayanan informasi, dan konsultasi ini belum masif dilakukan," tegasnya.

"Sehingga pemenitah terlalu menggemborkan upaya lewat MyPertamina di seluruh lapisan masyarakat, harus dievaluasi dan diperbaiki untuk serapan pembatasan," tambah dia.

Infografis Ragam Tanggapan Siap-Siap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya