Pemprov DKI Pastikan Ikuti Prosedur Kemendagri Terkait Pemberhentian Anies-Riza Patria

Pada Oktober 2022 mendatang Anies Baswedan sudah tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta

oleh Winda Nelfira diperbarui 01 Sep 2022, 11:46 WIB
Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali. (dok.pemkot jaksel)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Marullah Matali menyatakan akan mengikuti prosedur Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait usulan pemberhentian Anies Baswedan-Ahmad Riza Patria sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta jelang akhir masa jabatan pada Oktober 2022 mendatang.

“Kami akan melakukan proses usulan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai Surat Edaran Kemendagri. Jadi, kami akan ikuti prosesnya sesuai dengan prosedur yang berlaku,” kata Marullah dalam keterangannya, Kamis (1/9/2022).

Merujuk pada Surat Edaran No. 131/2188/OTDA Kemendagri terkait usulan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Yang Masa Jabatan Berakhir Pada Tahun 2022, mengamanatkan pelaksanaan rapat paripurna bersama DPRD DKI Jakarta untuk mengusulkan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Presiden dengan melampirkan risalah dan berita acara rapat paripurna.

Pelaksanaan rapat paripurna dimaksudkan untuk penyampaian usulan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri guna mendapatkan penetapan pemberhentian.

Adapun usulan pemberhentian tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 30 hari sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur/Wakil Gubernur.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta telah memutuskan bakal mengadakan rapat paripurna penyampaian pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) pada Selasa 13 September 2022 mendatang.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan penjadwalan tersebut telah disepakati seluruh jajaran Badan Musyawarah (Bamus) termasuk Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Marullah Matali beserta jajarannya.

Prasetio menjelaskan penjadwalan rapat paripurna tersebut merupakan amanat yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022.

 

 


Menerka Langkah Anies Baswedan Menjaga Momentum tanpa Jabatan Gubernur DKI

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung, Jakarta Timur. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bakal memasuki akhir masa jabatannya pada 16 Oktober 2022. Berdasarkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, di mana pada 2022 dan 2023 ditetapkan tidak ada Pilkada. Seluruh pilkada digelar serentak pada November 2024.

Untuk mengisi kekosongan kepala daerah, pemerintah pusat diberi kewenangan untuk menunjuk penjabat. Penjabat gubernur adalah pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon I. Adapun penjabat bupati/wali kota adalah pejabat pimpinan tinggi Pratama atau setara eselon II.

Masa "menganggur" usai habis masa jabatan Gubernur DKI sampai Pemilu, Pilkada, dan Pilpres 2024, diyakini memengaruhi popularitas dan elektabilitas Anies Baswedan, yang disebut-sebut berpotensi ikut Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang. Dengan tidak lagi menjadi gubernur, aspek pemberitaan sangat mungkin berkurang.

Oleh karena itu, Anies perlu terus-menerus menjadi pusat perhatian dan sumber pemberitaan, dengan melakukan aktivitas politik atau kegiatan lainnya. Hal tersebut demi mengelola dan mempertahankan elektabilitas dan popularitasnya.

Proses pendaftaran calon presiden dan wakil presiden 2024 sendiri dilakukan sekitar Juni 2023. Saat ini, elektabilitas dan popularitas Anies Baswedan cukup tinggi untuk bertarung dalam Pilpres 2024. Lalu, bagaimana nanti upaya Anies Baswedan untuk menjaga momentum tersebut setelah dia tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI.

Kepala Departemen Politik dan Sosial CSIS (Centre for Strategic and International Studies), Arya Fernandes, menilai, ada jeda sekitar delapan bulan dari saat Anies Baswedan tidak lagi menjabat Gubernur DKI hingga ke proses pendaftaran capres. Menurut Arya, waktu delapan bulan itu bisa dimanfaatkan Anies untuk melakukan safari-safari politik.

"Kunjungan-kunjungan kepada masyarakat pada daerah-daerah atau provinsi-provinsi di mana menurut sejumlah hasil survei, posisi dia masih lemah dibanding kandidat lain. Misalnya, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan beberapa provinsi lainnya di Indonesia bagian timur," terang Arya Fernandes kepada Liputan6.com.


Sisa Waktu Anies Diprediksi Lakukan Kegiatan Politik

Sisa waktu Anies menjabat itu bisa menjadi momentum yang pas bagi Anies untuk melakukan aktivitas-aktivitas politik, yang mungkin sulit dilakukan kandidat-kandidat capres dan cawapres lainnya yang masih menjadi kepala daerah atau menteri. Anies pun dapat melakukan komunikasi kepada partai politik.

Sebab, sebagai kepala daerah non-partai, Anies membutuhkan lobi-lobi politik dengan sejumlah partai politik untuk memenuhi ambang batas pencalonan yang mencapai sekitar 20 persen. Anies dan tim suksesnya juga dapat melakukan proses identifikasi pemilih, targeting pemilih, serta membangun narasi-narasi politik, terutama pada kelompok-kelompok pemilih baru.

Arya berpendapat, waktu delapan bulan bisa cukup efektif untuk Anies membangun basis politik yang loyal. Terlebih, dari sisi popularitas, mantan rektor Universitas Paramadina ini angkanya cukup tinggi, yakni di atas 80 persen.

"Namun, memang masih ada PR untuk meningkatkan keterpilihan pada daerah-daerah yang memang bukan menjadi basis politik Pak Anies, terutama di daerah kompetitor beliau, Pak Ganjar, yang cukup kuat di Jawa Tengah. Saya kira menjelang masa pendaftaran, hal-hal tersebut bisa dilakukan dengan baik oleh Pak Anies," tuturnya. 

Infografis Jabatan Gubernur Anies Baswedan Berakhir di 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya