Survei: Kebijakan Ketat Covid-19 Bikin Perusahaan AS Tunda Investasi ke China

Lebih dari setengah perusahaan AS yang disurvey USCBC mengungkapkan sedang menunda investasi di China, karena kebijakan Covid-19 di negara itu.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 01 Sep 2022, 19:35 WIB
Pemandangan unit perumahan saat lockdown akibat virus corona COVID-19 di Distrik Jing'an, Shanghai, China, 21 April 2022. (HECTOR RETAMAL/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah perusahaan asal Amerika Serikat (AS) membatalkan atau menunda investasi ke China. Hal ini karena kebijakan terkait Covid-19 yang ketat di negara itu.

Hal itu diungkapkan oleh organisasi perdagangan antara Amerika Serikat dan China, U.S.-China Business Council (USCBC), dalam laporan survei tahunan terhadap 117 perusahaan anggota organisasi tersebut. 

Dilansir dari US News, Kamis (1/9/2022) lebih dari setengah dari perusahaan anggota USCBC sedang menunda investasi di China, karena pembatasan ketat untuk meredam penularan Covid-19 manghambat aktivitas ekonomi di sana, menurut laporan itu.

"Kemungkinan besar bahwa perusahaan akan kembali dipaksa untuk menghentikan sebagian operasi karena lockdown dan dampak pada permintaan konsumen telah merusak kepercayaan di lingkungan bisnis," kata USCBC dalam laporannya.

Seperti diketahui, ekonomi China hampir tidak terhindar dari kontraksi pada kuartal II 2022 karena lockdown Covid-19 yang meluas dan sektor properti yang merosot merusak kepercayaan konsumen dan bisnis.

Aktivitas ekonomi masih belum pulih 100 persen karena banyak kota di China, termasuk pusat manufaktur dan tempat-tempat wisata populer, memberlakukan lockdown pada Juli 2022 setelah wabah baru varian Omicron ditemukan.

"Sebagian besar perusahaan yang disurvei mengatakan efek negatif dari kebijakan Covid-19 di Beijing dapat dipulihkan, tetapi 44 persen mengatakan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulihkan kepercayaan bisnis," ungkap USCBC.

Selain Covid-19, perusahaan AS yang disurvei USBC juga menyoroti kekhawatiran dari dampak ketegangan AS-China, dan hambatan akses pasar yang signifikan di China membuat tingkat pesimisme meningkat, meskipun ada jaminan perlakuan yang sama terhadap perusahaan asing.

Hal ini mempengaruhi keputusan perusahaan tentang rantai pasokan dan investasi di masa mendatang, kata USCBC.


Covid-19 Naik Lagi, China Lockdown Pasar Elektronik Terbesar di Dunia

Seorang pekerja yang mengenakan alat pelindung diri berdiri dekat kotak untuk dikirim sementara dua orang mengendarai sepeda saat perberlakuan lockdown karena virus corona COVID-19 di Distrik Jing'an, Shanghai, China, Rabu (18/5/2022). (Hector RETAMAL/AFP)

China kembali memberlakukan lockdown di sejumlah kota, dalam upaya negara itu meredam penularan Covid-19. 

Dilansir dari Aljazeera, Rabu (31/8/2022) di pusat teknologi Shenzhen, pejabat setempat menangguhkan acara besar dan memerintahkan penutupan tempat hiburan dan pusat perbelanjaan grosir di distrik Longhua, menyusul pengumuman tindakan serupa sehari sebelumnya di tiga distrik lainnya.

Penutupan kawasan bisnis di Shenzhen, China termasuk pasar elektronik terbesar di dunia. Hampir setengah dari 18 juta penduduk kota itu berada di bawah pembatasan Covid-19 yang ketat.

"Pasar bisa sekali lagi terpukul dalam beberapa minggu ke depan, kemungkinan memicu pemangkasan proyeksi lagi oleh para ekonom," kata Nomura dalam sebuah catatan pada Selasa (30/8), menyoroti besarnya dampak pembatasan baru di kota-kota China seperti Shenzhen.

Selain Shenzhen, pihak berwenang di provinsi Hebei juga menghimbau hampir empat juta orang untuk tetap berada di rumah mereka, sampai akhir pekan ketika para pejabat bergegas untuk mengendalikan wabah kecil Covid-19.

Lockdown terkait Covid-19 juga diberlakukan di Dalian, yang dikenal dengan pelabuhannya. Sekitar tiga juta penduduk kota itu terdampak lockdown hingga akhir pekan.

Adapun Tianjin, sebuah kota pelabuhan di timur laut China, di mana pihak berwenang mengumumkan bahwa lebih dari 13 juta penduduk harus menjalani tes massal mulai pukul 6 pagi setelah ditemukannya 51 kasus baru Covid-19.

Ekonomi China nyaris tidak terhindar dari kontraksi selama kuartal April-Juni karena lockdown dan pembatasan terkait Covid-19 menghambat aktivitas ekonomi, dengan produk domestik bruto (PDB) meningkat hanya 0,4 persen YoY.


Meski Ada Covid-19, JD.com Masih Cuan di China

Pekerja menyortir paket untuk pengiriman menjelang festival belanja Singles' Day yang jatuh pada 11 November, di gudang JD.com di Beijing, Selasa (9/11/2021). Hari belanja online nasional (Harbolnas) atau single day di China menjadi festival belanja online terbesar di dunia. (Giok GAO / AFP)

Perusahaan e-commerce JD.com mencatat pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dari perkiraan, meski pembatasan Covid-19 masih menghantui ekonomi di China.

JD.com mendapat dorongan dari profitabilitas yang lebih baik di divisi bisnis ritel dan logistik utamanya, dibantu oleh naiknya permintaan saat festival belanja tahunan 618 yang berlangsung di China pada bulan Juni.

Dilansir dari CNBC International, Rabu (24/8/2022) JD.com mencatat pendapatan senilai 267,6 miliar yuan atau setara Rp 579,2 triliun, melampaui perkiraan 262,3 miliar yuan, atau naik 5,4 persen Yoy.

Sebagian besar pendapatan JD.com didapatkan dari segmen ritel. Divisi ini menghasilkan pendapatan 241,5 miliar yuan (Rp 522,7 triliun) pada kuartal kedua, naik hampir 4 persen.

Laba operasional untuk bisnis ritel JD.com juga naik 36 persen YoY menjadi 8,17 miliar yuan (Rp 17,6 triliun).

"Kami senang mencatat pertumbuhan yang melampaui industri selama periode yang menantang, serta profitabilitas dan arus kas yang sehat," kata Sandy Xu, kepala keuangan JD.com dalam siaran pers.

"Penekanan kami pada disiplin keuangan dan efisiensi operasional telah memungkinkan kami untuk kembali kepada pemegang saham dalam bentuk pembelian kembali saham serta dividen tunai khusus yang diterbitkan selama kuartal tersebut. Kami akan terus fokus untuk menghasilkan pengembalian pemegang saham yang kuat sambil mempertahankan komitmen kami untuk berinvestasi. untuk jangka panjang," jelasnya. 

Sebelumnya, pada Juni 2022, JD.com melaporkan bahwa total volume transaksi di seluruh platformnya selama periode promosi berjumlah 379,3 miliar yuan.

Adapun divisi logistik JD.com yang juga melihat peningkatan pendapatan hingga 20 persen pada kuartal kedua menjadi 31,2 miliar yuan (Rp 67,5 triliun). 

Infografis Hati-Hati 5 Tanda Daya Tahan Tubuh Menurun Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya