Belum Naik, Harga BBM Sudah Bikin Pangan Gonjang-Ganjing

Hingga saat ini pemerintah tak kunjung menaikkan harga BBM subsidi. Namun, efek turunannya ternyata dinilai sudah mulai mempengaruhi harga-harga bahan pokok di pasaran.

oleh Arief Rahman H diperbarui 01 Sep 2022, 20:15 WIB
Mesin pengisian ulang bahan bakar minyak di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Hingga saat ini pemerintah tak kunjung menaikkan harga BBM subsidi. Namun, efek turunannya ternyata dinilai sudah mulai mempengaruhi harga-harga bahan pokok di pasaran.

Pengamat Ekonomi Ryan Kiryanto menyampaikan kondisi itu merupakan imbas psikologis dari rencana kenaikan harga BBM subsidi yang digembar-gemborkan pemerintah. Harga BBM belum naik, tapi harga perdagangan dan jasa telah menyesuaikan lebih dulu.

"Kata 'akan naik' itu dipersepsikan naik, itu efek psikologis, tadi betul, rational expectation akan naik harganya," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Kenaikan Harga BBM versus Stabilitas Makro Ekonomi', Kamis (1/9/2022).

Perlu diketahui, dalam beberapa waktu belakangan, pemerintah menyatakan akan mengumumkan kenaikan harga BBM Subsidi. Namun, hingga saat ini belum ada pengumuman secara resmi.

Ryan memandang, kalaupun akan menaikkan harga BBM Subsidi, perlu dilakukan secara sekaligus. Tujuannya, efek terhadap iklim perdagangan di dalam negeri tidak dibayang-bayangi ketidakpastian.

"Kalaupun akan ada penyesuaian tolong one shot saja, kita pernah mengalami berkali-kali (harga BBM naik) itu dampak di pasarnya termasuk pasar tradisional itu luar biasa. orang berspekulasi, akibatnya harga naik,"ujarnya.

Di sisi lain, ia meminta pemerintah untuk merencanakan secara matang lebih dulu soal kebijakan BBM Subsidi. Baru kemudian diumumkan ke publik.

Langkah ini guna meredam efek psikologis atau dampak turunan yang memicu kenaikan harga-harga lainnya, seperti pangan.

 


Sudah Jadi Pertimbangan

Papan petunjuk BBM yang berada di SPBU, Jakarta, Kamis (5/1). Penetapan harga BBM Umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite merupakan kebijakan korporasi Pertamina. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, Ryan mengamini kalau pemerintah saat ini memang tengah mempertimbangkan secara matang berbagai kemungkinannya. Termasuk antisipasi adanya kenaikan dari harga BBM subsidi.

Berbagai keputusan seperti penebalan bantuan sosial hingga kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia dinilai jadi langkah tepat. Pasalnya, mengenai harga BBM diakui berimbas pada banyak sektor, sehingga memerlukan pandangan secara komprehensif.

"Semua isu yang beredar itu sudah didiskusikan perangkat pemerintah, saya tahu persis setiap 3 bulan sekali ada rapat komite stabilitas keuangan, itu mereka melakukan asesmen detail sehingga menelurkan kebijakan yang betul-betul bisa menjawab persoalan," ujarnya.Pemerintah Tak Kunjung Tentukan Harga BBM Subsidi, Pengamat: Kalau Belum Final Jangan Diumumkan

 


Kondisi Serba Sulit

Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Jalan MT Haryono, Jakarta, Kamis (31/3/2022). Harga BBM jenis Pertamax naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 mulai 1 April 2022 pukul 00.00. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan pemerintah memang sedang dalam kondisi serba sulit. Namun, ia meminta, jika rencana kebijakan ini belum bersifat final, tak perlu lebih dulu disampakkan ke publik.

"Harusnya jangan dulu disampaikan ke publik aklau belum jelas (kepastian harga BBM subsidi)," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Kenaikan Harga BBM versus Stabilitas Makro Ekonomi', Kamis (1/9/2022).

Menurutnya, kebingungan pemerintah tercermin dari dua pilihan. Pertama, mengenai upaya menjaga daya beli masyarakat ditengah tantangan termasuk rencana kenaikan BBM Subsidi. Kedua, beban subsidi terhadap APBN imbas dari kenaikan harga minyak dunia.

"Tekanan ini sebetulnya sejak dari semester I, ada gangguan dari sisi penawarannya. Rusia produksi (minyak mentah) 15 juta barel per day, jadi cukup besar dan hanya mengkonsumsi 2,5-3 juta barel per hari," terangnya.

Sementara, suplai minyak dari Rusia diblokir oleh negara barat yang berimbas pada tertahannya rantai pasok global. Setidaknya, ada 12 juta barel per hari yang tak bisa keluar dari Rusia. Maka, harga minyak dunia ikut naik dan mengganggu stabilitas global.

"Pemerintah dalam posisi sulit sebetulnya pengen naik, tapi dari aspek daya beli nanti malah memukul daya beli. Kalau BBM naik biasanya merembetnya ke lain-lain," bebernya.

 


Perlu Perbaiki Alokasi Subsidi BBM

Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Kamis (30/6/2022). PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, akan melakukan uji coba pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan Solar, secara terbatas bagi pengguna yang sudah terdaftar pada sistem MyPertamina, mulai 1 Juli mendatang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut, Komaidi juga menyoroti data yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Yakni, mengenai besaran konsumsi bahan BBM Subsidi baik Solar maupun BBM penugasan Pertalite.

Ia sepakat kalau konsumsinya tidak tepat dan dikonsumsi oleh kalangan yang bukan seharusnya. Namun, pada konteks ini ia tak menyebut kalau subsidi tidak tepat atau tidak pas.

"Subsidi itu tepat baik dari kebijakan makro maupun kebijakan publik, itu dibutuhkan. Tapi alokasi dan caranya perlu diperbaiki," kata dia.

"Ini yang saya kira kenapa pemerintah maju mundur, sekarang momentumnya (untuk menaikkan harga BBM Subsidi) juga kurang pas katena harga minyak (dunia) sedang turun," imbuhnya.

Infografis Subsidi BBM Bengkak hingga Rp 502 Triliun, Jokowi Harus Bagaimana? (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya