Liputan6.com, Jakarta Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramowardhani menegaskan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah saatnya disahkan. Terlebih, pembahasan RUU tersebut sudah mandek selama dua dekade atau 20 tahun.
Advertisement
"Kita sudah menunggu dua puluh tahun. Saatnya RUU itu disahkan untuk melindungi hak dan kewajiban para pekerja, pemberi kerja, dan penyalur," kata Jaleswari dikutip dari siaran persnya, Jumat (2/9/2022).
Dia menyampaikan pemerintah telah membentuk satuan tugas (Satgas) percepatan pembentukan RUU PPRT yang beranggotakan perwakilan dari delapan kementerian dan lembaga.
Saat ini, Satgas tengah berbagai persoalan terkait perkembangan pembahasan RUU PPRT dengan Badan Legislasi DPR RI dan kementerian/lembaga.
"Kami sudah melakukan konsinyering untuk menyamakan persepsi tentang pentingnya UU PPRT dan merumuskan langkah-langkah strategis percepatannya," jelasnya.
Jaleswari mengungkapkan bahwa Satgas percepatan pembentukan RUU PPRT bersama perwakilan koalisi masyarakat sipil telah melakukan audensi bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Rabu, 31 Agustus 2022 lalu.
Pada kesempatan itu, kata dia, Ma'ruf Amin memberikan dukungan penuh agar RUU PPRT segera disahkan menjadi Undang-Undang.
"Wapres menekankan pentingnya pekerja rumah tangga dilindungi oleh hukum dari pelanggaran hak-hak untuk tidak didzolimi, tidak direndahkan, dan tidak dieksploitasi,” tutur Jaleswari mengutip pernyataan Wapres Ma’ruf Amin.
Sebagai informasi, Kantor Staf Presiden sebelumya telah menginisiasi pertemuan dengan berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS) dan Komnas Perempuan terkait pembahasan percepatan pengesahan RUU PPRT.
KSP juga menggelar rapar-rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga dan organisasi kemasyarskatan, yang mencuatkan pandangan tentang pentingnya pembentukan gugus tugas RUU PPRT.
RUU PPRT Tidak Kunjung Dibawa ke Paripurna DPR
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak kementerian/lembaga untuk bergerak bersama mengawal pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Pasalnya, RUU ini sudah 18 tahun mengendap di DPR dan belum jelas nasibnya.
Moeldoko menyebut RUU PPRT sudah disepakati sebagai inisiatif DPR. Namun, kata dia, RUU yang diharapkan menjadi payung hukum dan perlindungan bagi pekrerja rumah tangga (PRT) ini tak kunjung dibawa ke agenda pembahasan di sidang paripurna.
"RUU PPRT sudah lama tertidur, saatnya kita bangunkan lagi. KSP siap memberikan dukungan penuh. Dan kami (KSP) sudah pengalaman mengawal UU TPKS yang baru disahkan 12 April kemarin," kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Sabtu 16 April 2022.
Menurut dia, RUU PPRT sangat diharapkan untuk mengisi kekosongan hukum perlindungan pekerja rumah tangga, dan memberikan rasa aman kepada PRT dari tindakan diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan.
Mengutip data Jala PRT, Moeldoko membeberkan, selama 2018-2020 tercatat 1.743 kasus kekerasan terhadap PRT.
"Data ini sudah menunjukkan Urgensi RUU PPRT untuk segera disahkan. Agar ada aturan yang jelas soal hak dan kewajiban bagi PRT, kepala keluarga, hingga lembaga-lembaga penyalurnya," ucap dia.
Moeldoko menyadari bahwa tidak mudah mengawal percepatan pembahasan dan pengesahan sebuah Undang-Undang. Terlebih, jika UU tersebut dianggap marjinal dan tidak menguntungkan secara politik.
Dia menuturkan butuh kerja keras dan kolaborasi yang kuat agar UU PPRT ini dapat disanhkan. Mulai dari, kolaborasi antar kementerian/lembaga hingga dukungan dari masyarakat sipil.
“Ini perlu gugus tugas yang melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat sipil. Segera dirumuskan manajemen pembentukannyanya. Untuk cara kerjanya, kita bisa mengadopsi bagaimana kerja tim Gugus Tugas RUU TPKS," tutur Moeldoko.
Advertisement
Koalisi 5 Desak DPR Segera Sahkan RUU PPRT
Koalisi 5 mendesak pimpinan DPR RI segera menjadwalkan paripurna untuk pengambilan keputusan atas RUU PPRT.
Koalisi 5 yang terdiri dari Kowani, Komnas Perempuan, Institut Sarinah, Jalastoria dan Jala PRT menyatakan keprihatinan atas terhentinya proses legislasi RUU PPRT selama lebih 1,5 tahun.
"Terhentinya proses legislasi RUU PPRT usulan Baleg selama lebih 1,5 tahun karena sikap diskriminatif Pimpinan DPR RI. Baleg sudah memaparkan usulan tersebut pada tanggal 15 Juli 2020 tetapi Pimpinan DPR tidak pernah mengagendakan RUU PPRT ke sidang paripurna untuk diambil keputusan sebagai RUU usulan DPR," kata perwakilan Kowani, Giwo Rubianto dalam keterangannya, Minggu 21 November 2021.
Perwakilan Isntitut Sarinah Eva Sundari menyatakan, semua RUU yang telah dibamuskan telah masuk paripurna. Dia mengatakan, hanya RUU PPRT yang dilangkahi dan didiskriminasi.
"Semua usulan lain yang sudah diBamuskan telah diagendakan oleh Pimpinan DPR ke sidang Paripurna. Koalisi 5 menghimbau agar Pimpinan menjalankan kewajiban mereka sebagaimana diatur di UU MD3 maupun Tatib DPR RI," ujar Eva.
Padahal, lanjut dia, Pasal 86 UU MD 3 terkait tugas Pimpinan DPR ayat (1) menyatakan Pimpinan DPR harus memimpin Sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusannya. Keputusan atas usulan RUU PPRT inisiatif Baleg adalah oleh seluruh anggota DPR RI di sidang paripurna dan bukan merupakan diskresi Pimpinan DPR.
"Koalisi 5 mengimbau agar Pimpinan DPR segera menjadwalkan RUU PPRT di Sidang Paripurna di penghujung masa sidang di penghujung tahun ini demi para Ibu Sarnah PRT yang disebut PB NU maupun Muhammdiyah sebagai Kaum Dhuafa dan Muftaqiyin yang wajib dilindungi negara," kata Eva.
Dia menyarankan, pada Peringatan Hari Ibu dan Hari HAM sekaligus Anti Kekerasan terhadap perempuan Desember nanti, sepatutnya Pimpinan DPR menunjukkan pemihakan mereka kepada kaum ibu Indonesia. Caranya dengan memberikan dukungan penuh bagi pengusulan RUU PPRT (dan TPKS) menjadi inisiatif DPR pada Sidang Paripurna, Desember 2021.
"Koalisi 5 Pro RUU PPRT mengimbau adanya terobosan legislasi yang pro perempuan oleh DPR periode 2019-2024 yang diketuai Ibu Puan Maharani yang juga Menko Kesra 2014-2019. Komitmen politik Pimpinan DPR yang responsive gender ini akan produktif dan efektif karena pemerintah sudah membentuk gugus tugas untuk RUU PPRT dan RUU TPKS yang dimotori oleh KPPPA dan Kemenakertrans yang kebetulan keduanya, bersama ketua DPR RI adalah para perempuan luar biasa dan pro Kesetaraan Gender," pungkas Eva.