Harga BBM Tak Kunjung Naik, Pedagang Warteg: Jangan Maju Mundur

Pelaku usaha kuliner Warung Tegal (Warteg) mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terkait rencana menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Sep 2022, 12:00 WIB
Warga memesan makanan di rumah makan Warteg Bahari, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Pelaku usaha kuliner Warung Tegal (Warteg) mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terkait rencana menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pelaku usaha kuliner Warung Tegal (Warteg) mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terkait rencana menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar akibat mahalnya harga minyak mentah dunia.Sebab, akibat tarik ulur wacana kenaikan BBM tersebut telah membuat harga sembako naik.

"Pedagang warteg butuh kepastian, artinya ketika pemerintah mau menaikan BBM harus ada kepastian. Jangan maju mundur, sementara harga sudah pada naik karena isu BBM akan naik," ujar Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni kepada Merdeka.com di Jakarta, Jumat (2/9).

Mukroni mencatat, saat ini, harga telur ayam terus berkisar antara Rp30.000-Rp sampai Rp31.000 per kilogram (kg). Padahal, dalam situasi normal bahan pangan tinggi protein hewani tersebut hanya dibanderol Rp 24.000 per kg.

Selain telur, harga komoditas cabai juga terpantau masih tinggi. Misalnya, untuk cabai merah TW di jual Rp80.000 per kg dari harga normal Rp26.000 per kg.

"Sekarang beras juga naik. Untuk yang kemasan karung ukuran 50 kg, itu naik Rp500 per kilo nya, mas," imbuhnya.

Adapun, lanjut Mukroni, sejumlah pedagang di pasar mengatakan kenaikan harga pangan ini mengikuti rencana pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM subsidi. "Jadi, mereka pedagang pasar beralasan harga naik karena BBM juga akan naik," ucapnya.

Oleh karena itu, Mukroni berharap pemerintah tidak membiarkan wacana kenaikan harga BBM subsidi tersebut terus berlarut-larut. "Karena ketidakpastian ini membuat harga pangan juga naik," pungkasnya.

 


Penjelasan Jokowi soal Harga BBM Subsidi Tak Kunjung Naik

Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara mengenai kepastian kenaikan harga BBM Subsidi. Ia menegaskan, soal ini masih dilakukan penghitungan. (Sumber: YouTube Sekretariat Presiden)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun angkat bicara mengenai kepastian kenaikan harga BBM Subsidi. Ia menegaskan, soal ini masih dilakukan penghitungan.

Dalam beberapa waktu belakangan, pemerintah memang berencana menaikkan BBM Subsidi. Namun, kabar kenaikan ini masih sebatas sinyal-sinyal dari pemerintah.

"BBM semuanya masih pada proses dihitung, dikalkulasi dengan hati-hati, masih dalam proses dihitung dengan penuh kehati-hatian," kata dia kepada wartawan, mengutip Keterangan Pers yang disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (1/9/2022).

 


Ekonom Ingatkan Kenaikan Harga BBM Subsidi Bisa Picu Inflasi Tinggi

Sejumlah kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di sebuah SPBU di Jakarta, Kamis (31/3/2022). PT Pertamina (Persero) akan memberlakukan tarif baru BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 pada 1 April 2022. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef/Ekonom Rizal Taufikurahman memprediksi bila pemerintah memutuskan harga BBM naik untuk bersubsidi dan LPG 3 kg bisa menaikkan inflasi bulan selanjutnya hingga angka 4,8 - 5,2 persen.

"Skenario adanya rencana kenaikan BBM bersubsidi dan LPG 3 kg, inflasi diprediksi kisaran sebesar 4,8-5,2 persen (yoy)," kata Rizal kepada Liputan6.com, Jumat (2/9/2022).

Menurutnya, faktor penyebab kenaikan inflasi imbas kenaikan harga BBM karena dorongan harga di beberapa komoditas pangan.

Selain disebabkan sensitifitas elastisitas harga komoditas pangan, kondisi ini menyebabkan IHK pangan diprediksi pada Bulan Agustus 2022 sebesar 10,23 persen (yoy).

Kenaikan harga ini juga disebabkan oleh kenaikan harga komoditas pangan dan energi di Bulan Agustus yang mulai naik. Bahkan biaya input produksinya yang semakin tidak mudah dikendalikan.

Dia menilai laju inflasi inti ini bisa dikendalikan dengan melakukan, pertama, Pemerintah perlu melakukan koordinasi dan sinergitas antara Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dari level kab, provinsi dan nasional. Terutama mendeteksi dan identifikasi komoditas yang sangat volitile untuk bisa dikendalikan.

Kedua, Bank Indonesia dengan menaikan suku bunga 25 point menjadi absorber gejolak inflasi dan stabilitas harga akibat gejolak kenaikan harga pangan dan energi.

Ketiga, laju inflasi inti akan rendah apabila efektifitas kebijakan peningkatan harga bisa diredam dengan TPID yang saling koordinasi dan mengambil kebijakan yang saling memperkuat.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2022 terjadi inflasi sebesar 4,69 persen secara tahunan.

Penyebab utamanya inflasi berasal dari makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,73 persen secara tahunan.

"Tingkat inflasi tahun kalender pada Agustus 2022 tercatat sebesar 3,63 persen, sementara itu tingkat inflasi tahunan dari tahun ke tahun pada Agustus 2022 sebesar 4,69 persen," kata Kepala BPS Margo Yuwono, dalam keterangan pers, Kamis (1/9/2022).Jika dirinci komoditas yang dominan atau memberikan andil pada inflasi adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau diantaranya cabe merah, minyak goreng, rokok kretek filter, telur ayam ras, Ikan Segar, dan bawang  merah.


Indonesia Disebut Termasuk Kelompok Negara dengan Harga BBM Murah

Pengendara motor antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kelapa Dua, Jakarta , Kamis (14/4/2022). Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga Pertalite dan solar. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pengamat Ekonomi Unika Atma Jaya Rosdiana Sijabat menilai pemerintah sudah sepatutnya merasionalisasi harga BBM bersubsidi. Ada kondisi yang menuntut perubahan kebijakan, seperti permasalahan geopolitik.

Rosdiana Sijabat mengatakan, bagi Indonesia, penyesuaian harga BBM bersubisidi harus dilakukan, karena jika tidak anggaran subsidi energi bisa mencapai Rp700an triliun per akhir tahun. "Dan ini menjadi sangat boros," kata Rosdiana di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Rosdiana mengatakan, saat ini BBM jenis Pertalite dan Pertamax masuk kategori BBM khusus penugasan atau JBKP. Setiap liter Pertalite dan Pertamax mendapat subsidi. Pertamax misalnya, mendapat subsidi 53% dari harga jual saat ini. "Kalau itu (subsidi) terjadi terus, di tengah naiknya harga minya dunia, maka APBN akan semakin tertekan. Oleh karena itu, memang ada urgensi untuk mengurangi subsidi," ujar Rosdiana.

Menurut dia, masyarakat perlu tahu bahwa sebenarnya harga BBM di Indonesia termasuk murah, dibandingkan negara-negara Asean.

"Kita termasuk kelompok 3 negara yang harga BBM-nya murah. Kalau kita bandingkan dengan Amerika Serikat dan negara maju sekalipun, itu harga jual BBM-nya rata-rata Rp17.500. Negara yang paling mahal harga BBM Hongkong misalnya, mereka menjual Rp49 ribu per liter," kata Rosdiana.

Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci kenaikan subsidi dan kompensasi untuk bahan bakar minyak (BBM) menjadi Rp502,4 triliun. Dia menyebut angka itu merupakan lonjakan dari tahun sebelum-sebelumnya.

"Hitung-hitungan ini menggambarkan bagaimana perubahan kenaikan subsidi dari tahun 2018 hingga 2022 yang melonjak. Kompensasi meledak, kalau subsidi melonjak karena bicara Rp 130-140 triliun menjadi Rp208 triliun atau naik Rp79,9 triliun, (kompensasi) dari 2021 Rp47 triliun, ini hanya Rp18 triliun, ini meledak menjadi Rp293,5 triliun," kata Sri.

Menurut dia, kuota BBM saat ini juga akan habis pada Oktober 2022. Tidak hanya kuota yang akan meningkat, subsidi BBM juga disebut berpotensi naik di atas Rp698 triliun. 

Infografis Siap-Siap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya