Belanja Pake Emosi, Kenali Alasan Impulsive Buying dan Solusinya

Tak lagi berdasarkan gender untuk menilai seseorang yang hobi belanja. Sekarang perempuan ataupun laki-laki senang belanja.

oleh Balqis Eghnia diperbarui 04 Sep 2022, 12:09 WIB
Ilustrasi Berbelanja Credit: pexels.com/Andrea

Liputan6.com, Jakarta - Belanja untuk memenuhi kebutuhan merupakan hal wajar. Namun, apa jadinya jika Anda berbelanja hanya untuk memenuhi keinginan sementara?

Tak lagi berdasarkan gender untuk menilai seseorang yang hobi belanja. Sekarang perempuan ataupun laki-laki senang belanja. Apalagi dengan adanya e-commerce, belanja bukan saja menjadi mudah, bahkan dapat merubah seseorang menjadi impulsive buying.

Impulsive buying merupakan perilaku seseorang dalam membuat keputusan tidak terencana atau spontan untuk membeli produk atau jasa. Jika Anda pernah merasakan hal sama, saat Anda membeli barang tersebut biasanya Anda akan merasa seolah sesuatu itu harus segera dibeli. Sehingga Anda mengedepankan emosi daripada logika.

Langkah seseorang dapat melakukan impulsive buying, biasanya didasari empat alasan. Anda melakukan pembelian karena emosi, pengalaman masa lalu, kesepakatan yang bagus, dan memang Anda si hobi berbelanja.

Impulsive buying pake emosi

Adapun hal yang mendasari seseorang belanja pakai emosi untuk terapi ritel, yakni meningkatkan mood dan mengurangi stres. Barang yang dibeli kerap kali bukan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan. Transaksi terjadi hanya karena melihat barang bagus atau melihat orang lain telah membeli sesuatu yang sedang akan Anda beli.

Impulsive buying berdasarkan pengalaman masa lalu

Pengeluaran yang berlebihan dapat menjadi masalah pada masa akan datang. Berdasarkan pengalaman masa lalu, seorang impulsive buying bisa saja tidak memiliki ilmu mengatur keuangan dengan baik. Anda tidak pernah diajari cara mengatur keuangan, sehingga tanpa melihat dampaknya Anda membeli tanpa mengenali diri dan uang Anda.


Impulsive buying atas dasar kesepakatan

Ilustrasi Belanja Online (Foto: Pixabay.com)

Era digital sekarang ini mempermudah untuk mendapatkan informasi dengan cepat. Para penjual memanfaatkan media ini untuk memberikan info pemasaran produk, salah satunya promosi.

Berdasarkan Ramseysolutions, menurut survei, 64% impulsive buying membeli karena penjualan atau promosi. Misalnya, barang yang Anda beli mendapatkan promo gratis ongkir tentu Anda mendapatkan kesepakatan tersebut lalu melakukan transaksi pembelian. Apalagi semua e-commerce saat ini menawarkan promo gratis ongkir, Anda akan dapat berbelanja dengan mudah hanya melalui layar ponsel Anda.

Impulsive buying si hobi belanja

Sudah memiliki hobi belanja, apakah dapat dinilai sebagai impulsive buying? Boleh saja jika Anda cinta belanja. Namun, yang berbahaya ketika pembelian Anda impulsif atau berlebihan. Anda menjadi kecanduan belanja.

Biasnya orang yang kecanduan belanja juga beralasan karena “balas dendam.” Di mana masa kecil Anda banyak yang tidak terpenuhi kebutuhannya, sehingga ketika sudah dewasa dan memiliki penghasilan sendiri saatnya membeli barang yang tidak bisa dibeli saat masa lalu.


Solusi Menghentikan Impulsive Buying

Ilustrasi Membuat Anggaran Belanja Credit: pexels.com/Finn

Banyak dari impulsive buying tanpa sadar mengetahui sebab akibat dari tindakan yang telah dilakukan. Terutama pada era digital yang memudahkan Anda untuk berbelanja, hal ini pemicu paling besar yang menjadikan Anda seorang impulsive buying.

Dengan beberapa alasan yang sudah dijelaskan sebelumnya, Liputan6.com merangkum solusi yang dapat mengurangi atau bahkan menghentikan Anda sebagai impulsive buying. Berikut 8 cara membantu menghindari godaan untuk mengeluarkan uang lebih banyak:

1. Buat Anggaran Bulanan

Anda membutuhkan anggaran bulanan untuk mengetahui pengeluaran yang akan Anda belanjakan selama satu bulan kedepan. Solusi ini dapat menjadi langkah awal yang mudah dilakukan bagi seseorang yang terjebak dengan situasi impulsive buying.

Anda dapat mencatat anggaran di buku, note smartphone, atau mengunduh aplikasi supaya lebih mudah di lihat sebelum atau setelah berbelanja. Pastikan Anda mengevaluasi kembali setelahnya. Jika hal mudah dapat Anda jalankan sesuai dengan aturan, maka Anda dapat mengubah kegiatan menghabiskan uang tanpa alasan.


2. Tidak Menghentikan Kegiatan Belanja

Ilustrasi belanja online. Sumber foto: unsplash.com/Mein Deal.

Dalam solusi menghentikan kegiatan belanja, bukan berarti Anda berhenti belanja untuk menyenangkan diri sendiri. Anda hanya perlu memberikan diri Anda izin untuk berbelanja dengan anggaran yang sudah Anda buat.

Pastikan dalam anggaran keuangan bulanan, Anda menyisihkan uang untuk bersenang-senang. Jumlahnya dapat Anda tetapkan dengan syarat masih masuk akal dan terjangkau. Dengan begitu Anda dapat berbelanja tanpa rasa bersalah.

3. Beri Waktu Lebih Lama untuk Melakukan Pembelian

Bagi impulsive buying yang sering kali berbelanja dengan emosi membutuhkan solusi memberi waktu lama untuk melakukan pembelian. Waktu satu atau dua hari dapat digunakan untuk berpikir, apakah Anda membutuhkan barang tersebut saat itu juga atau dapat Anda beli pada lain waktu saat Anda sudah membutuhkannya. Dengan belanja berkepala dingin akan ada perspektif baru saat mengambil keputusan.

4. Hindari Memasukkan Email Saat Berbelanja

Belanja pada sebuah halaman website, sering kali diminta untuk mendaftarkan email Anda. Cara ini guna mengumpulkan database pembeli yang akan dimanfaatkan mengirimkan info promosi yang sedang dilakukan penjual. Maka dari itu, hindari mendaftarkan email Anda untuk mengetahui promosi lebih awal.


5. Batasi akses media sosial dan e-commerce

Pelanggan membuka website Blibli untuk belanja online produk lokal (ilustrasi produk Uwitan, brand furnitur lokal asal Yogyakarta)

Setiap waktu kemudahan dalam berbelanja semakin meningkat. Media sosial dan e-commerce kini suah terintegrasi dengan hanya mengklik sebuah link. Apalagi dengan banyaknya iklan yang bermunculan di media sosial, Anda lebih mudah untuk menjadi impulsive buying. Segera batasi penggunaan media sosial dan e-commerce. Misalnya, Anda cukup mengakses satu dari masing-masing platform.

6. Ingat kejadian terakhir saat Anda kalap

Seorang impulsive buying pasti pernah mengalami kejadian berbelanja yang terlalu berlebihan sampai kalap. Misalnya, Anda kalap belanja sampai uang bulanan Anda habis di pertengahan bulan. Kejadian ini tentu menggerakkan hati Anda untuk tidak mengulanginya kembali. Karena itu, dengan mengingat kejadian terakhir Anda kalap dapat menjadi pengingat atau rem Anda saat belanja.

7. Blokir Kartu Kredit

Sudah menjadi impulsive buying, Anda juga membelinya dengan transaksi pembayaran kartu kredit. Ya, kartu kredit memang sering sekali menawarkan reward atau promo spesial. Namun, sebaiknya segera blokir kartu kredit Anda. Sebab, jika keduanya berjalan bersamaan Anda akan rugi di masa depan.

8. Buat tujuan kesejahteraan keuangan

Dengan tujuan yang jelas, impulsive buying dapat mencapai tujuan kesejahteraan keuangan. Anda dapat membuat list tujuan tersebut, seperti keluar dari hutang ataupun berinvestasi untuk masa depan.

Ingat menghabiskan uang tanpa manfaat kebutuhan saat ini, sama halnya dengan Anda menembak kaki Anda sendiri. Jadi, bantu diri Anda untuk keluar dari zona tersebut dan ingat tujuan penting yang Anda upayakan.

Itulah beberapa cara menghentikan impulsive buying. Buatlah kondisi keuanganmu dalam keadaan baik dan stabil. Jangan jadikan impulsive buying menjadi gaya hidup Anda.

Infografis Hari Belanja Online (Liputan6/desi)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya