Liputan6.com, Jakarta - Ada satu penganan terkenal dari tanah Papua yang digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Namanya kue lontar.
Sekilas, kue Lontar tampak seperti mangkuk dan bentuknya tak ada beda dengan pie susu. Kudapan ini rasanya enak, manis, gurih, dan nikmat, membuat siapa saja yang mencobanya seperti ketagihan, ingin lagi dan lagi.
Ada beberapa hal unik yang disandang oleh kue berwarna kuning terang ini. Tidak ada satu pun bahan sagu dicampurkan ke dalam kue lontar Papua ini.
Baca Juga
Advertisement
Justru salah satu bahan pembuatan kue ini berasal dari tepung terigu sehingga dapat mudah diterima oleh semua lidah orang Indonesia.
Lantaran rasanya yang menggugah selera, kue lontar selalu hadir sebagai sajian istimewa kepada tamu ketika menyambut perayaan hari besar keagamaan seperti Lebaran dan Natal. Kue ini juga kerap dicari umat Muslim di Papua untuk disantap saat berbuka puasa pada Ramadan karena rasanya yang manis.
Kue berbahan dasar margarin, vanili, dan susu selain terigu ini dicetak menggunakan piring keramik sehingga bentuknya bundar. Kue lontar punya tekstur lembut di bagian dalam dan renyah pada kulit luarnya.
Unsur susu menjadi faktor utama dari lembutnya rasa kue dan menambah kelezatannya. Di Papua, kue lontar umumnya dibuat berukuran cukup besar dengan diameter bisa mencapai 20 sentimeter dan memerlukan sebuah cetakan kue khusus.
Sehingga, kue yang dihasilkan pun juga cukup besar dan dapat disantap oleh 8 sampai 10 orang.
Tapi ada juga kue lontar yang dibuat dengan diameter lebih kecil, misalnya 8 cm dan biasanya diproduksi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke kampung halaman.
Kue dengan ukuran lebih kecil ini dibuat untuk memudahkan ketika akan dikemas sebagai buah tangan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Asal Usul
Kue lontar merupakan kuliner khas Papua yang menurut sejarahnya dibawa masuk oleh para serdadu Hindia Belanda yang menduduki pulau tersebut sejak 1910 silam. Penamaan kue lontar konon berasal dari bahasa Belanda yaitu ronde taart atau kue bundar.
Namun, karena penduduk setempat kesulitan melafalkannya, maka akhirnya mereka menyebutnya sebagai kue lontar seperti yang kita kenal sekarang ini.
Para serdadu kolonial terutama yang berada di Fakfak pada mulanya mengajari penduduk setempat cara membuat kue ini. Hal tersebut dilakukan agar mereka tidak kesulitan untuk mendatangkan kue lontar ini dari kampung halaman di Belanda sana.
Lambat laun, kue ini dapat dipraktikkan dengan mudah oleh masyarakat setempat. Meski beberapa bahan utama masih didatangkan dari Belanda seperti margarin, susu, dan terigu. Dengan cepat kue ini menyebar ke berbagai penjuru di Papua selain karena rasanya yang lezat.
Advertisement