Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Seekor buaya tampak berjemur di sisi sungai saat Sudarmin melintas dengan kapal klotoknya di kawasan Delta Mahakam. Setelah menoleh ke buaya tersebut, pria berusia 53 tahun itu langsung membelokkan kapal ke kiri ke arah sungai kecil.
Tak lama setelah memasuki sungai kecil, Sudarmin menambatkan kapalnya dan berjalan kaki menyusuri hutan mangrove. Jarak tambaknya dengan buaya berjemur tadi tak sampai 200 meter.
“Ini tambak saya,” katanya kepada liputan6.com usai keluar dari hutan mangrove pada awal Juli 2022 lalu.
Baca Juga
Advertisement
Sudarmin memiliki tambak seluas 8 hektar di Desa Muara Kembang, Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Lokasinya berada di kawasan Delta Mahakam, muara Sungai Mahakam, dan tak jauh dari laut.
Begitu tiba di tambak, Sudarmin langsung membersihkan pintu air dari dedaunan. Tak lama berselang dia memeriksa pohon mangrove yang ditanamnya beberapa waktu lalu di tengah tambaknya.
Tak ada kegiatan lain selain memeriksa pintu air, memastikan pohon mangrove tumbuh, dan menunggu pasang surut air laut. Meski memiliki tambak yang luas, Sudarmin tak sibuk soal pakan, menjaga kualitas air, dan lain-lain.
“Semuanya disediakan oleh alam,” sebutnya singkat.
Sejak tahun 2017, Sudarmin memang sudah mulai beralih ke tambak ramah lingkungan. Dia hanya perlu menjaga ekosistem tambaknya untuk bisa memperoleh hasil panen maksimal.
Pendampingan dari Yayasan Biosfer Manusia atau Bioma membuat langkah besar Sudarmin ini makin mudah. Yayasan Bioma juga mendapat dukungan dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) yang fokus pada pembangunan hijau di Kalimantan Timur.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Makin Jauh Melaut
Sebenarnya berat bagi Sudarmin untuk beralih ke tambak. Alih-alih ke tambak ramah lingkungan, melepas profesi nelayan tangkap saja sudah berat baginya.
Namun dia tak bisa berbuat banyak, sebab hasil tangkapan di laut tidak pernah banyak, cenderung turun. Tak ada pilihan lain selain beralih ke nelayan tambak.
“Saya mulai melaut di sini tahun 1980-an menggunakan pukat harimau mini. Tapi hasil tangkap terus turun dari tahun ke tahun,” keluh Sudarmin mengenang masa lalunya.
Dia kemudian mencoba mengelola tambak yang dimilikinya. Luasnya 8 hektar. “Tambak menghasilkan udang dan kepiting. Per hektar bisa 50 kilogram,” sebutnya.
Sejak mendapat pendampingan dari Yayasan Bioma beberapa tahun terakhir, Sudarmin mulai mempraktekkan tambak ramah lingkungan. Beberapa bagian tambaknya mulai ditanami mangrove.
Saat Liputan6.com berkunjung ke tambak tersebut, tampak beberapa pohon mangrove sudah cukup tingga dan menghijau di tengah-tengah tambak.
Sudarmin didampingi Saparwadi dari Yayasan Bioma langsung menuju tengah tambak menggunakan sampan. Sampan terbuat dari styrofoam.
Setelah memeriksa beberapa mangrove yang baru tumbuh, keduannya lalu mengecek pohon mangrove yang tingginya lebih dari dua meter. Di tengah tambak tampak pohon nipah juga tumbuh berkelompok.
Sementara di sisi kanan dan kiri tambak, pohon mangrove yang tinggi tampak rimbun.
“Itu dulunya tambak tapi kemudian tidak dirawat sehingga pohon mangrove tumbuh subur. Sekarang jadi hutan mangrove,” kata Sudarmin menunjuk pepohonan mangrove yang rimbun.
Advertisement
Filter Tambak
Kawasan Delta Mahakam merupakan Muara Sungai Mahakam. Tak hanya kaya akan sumber perikanan, Delta Mahakam juga kaya akan minyak dan gas.
Eksploitasi besar-besaran sejak lama untuk dijadikan lahan budidaya perikanan membuat kawasan ini kritis. Banyak hutan mangrove yang dibuka untuk dijadikan tambak.
Kini secara perlahan, para nelayan tambak mulai terbiasa dengan budidaya perikanan yang lebih ramah lingkungan. Setelah dikembangkan beberapa tahun terakhir, manfaat pola pengelolaan tambak ramah lingkungan mulai dirasakan oleh para nelayan.
“Salah satu manfaat dari penanaman mangrove di sini karena menjadi filter air bagi tambak. Karena tambak di sini sistem buka tutup, jadi air yang masuk bisa disaring oleh mangrove sehingga membuat ikan dan udang bisa berkembang dengan baik,” kata Hendra, salah satu petambak.
Para nelayan bahkan tak perlu lagi menyediakan pakan untuk ikan maupun udang yang ada di tambaknya. Mereka cukup memastikan ekosistem tambaknya terjaga, maka pakan untuk ikan dan udang pun tersedia.
“Kita menanam mangrove juga karena kesadaran masyarakat khususnya dari petani tambak,” sambung Hendra.
Karena tak ada kesibukan untuk memberi pakan, nelayan pun kini lebih disibukkan dengan merawat hutan mangrove atau menanam mangrove di tambaknya. Selain memberi pakan, pohon mangrove juga mampu menjaga air di tambak dari racun.
Pohon Mangrove ibarat filter yang menyaring dan menjaga kualitas air di tambak. Semakin bagus ekosistem mangrove di sekitar tambak, semakin bagus kualitas air.
Jika kualitas air baik, maka perkembangan ikan maupun udang ditambak juga baik. Hasil panen nelayan akan melimpah.
“Manfaatnya menanam mangrove ini salah satunya menyerap zat-zat kimia yang ada di dalam tambak. Untuk memberi makan ikan dan udang itu semua dari alam,” kata Hendra.
Lebih Berkelanjutan
Perlahan tapi pasti, rehabilitasi mangrove di kawasan delta mahakam mulai dirasakan oleh warga setempat. Apalagi upaya rehabilitas tersebut melibatkan masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal.
Upaya rehabilitasi juga mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk dari Pemerintah Indonesia sendiri. Beragam program rehabilitasi terus digulirkan dengan melibatkan organisasi non pemerintah seperti Yayasan Bioma dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara.
Menurut Junaid Purwanto, Manager Program Yayasan Bioma, upaya pendampingan masyarakat untuk terlibat aktif melakukan penyelamatan kawasan Delta Mahakam rutin dilakukan. Apalagi kisah sukses petambak ramah lingkungan mulai dirasakan sendiri oleh nelayan.
“Kami perhatikan untuk tambak yang ada tanaman mangrovenya ini, kami sudah membandingkan dengan tambak-tambak yang ada di sekitar sini juga, di satu jalur yang tidak ada tanamannya, kadang terserang banyak penyakit,” kata Junaidi.
Ini membuktikan, ekosistem mangrove yang baik bisa menjadi daya dukung usaha tambak warga. Di sisi lain, sambung Junaidi, produksi hasil tambak juga terjaga dengan baik dan nelayan tak perlu takut merugi.
“Kalau yang banyak tanaman mangrovenya, ikan dan udangnya bisa lebih bertahan hidup. Karena pada dasarnya masyarakat nelayan di sini ketika panen pasti menebar racun yang terkadang bisa meracuni air yang ada. Dengan adanya mangrove bisa menjadi filter dari racun-racun itu,” pungkasnya.
Advertisement
Kaltim Hijau
Alfan Subekti, Senior Manajer Pembangunan Hijau Kalimantan Timur Yayasan Konservasi Alam Nusantara menjelaskan, Provinsi Kalimantan Timur mendeklarasikan Kaltim Hijau pada 2010. Ini sebagai upaya transformasi ekonomi dari industri ekstraktif menuju industri terbarukan.
Hal ini bertujuan untuk mempercepat terwujudnya Kaltim Hijau, maka pada 2016, dibentuklah program Green Growth Compact (GGC) atau Kesepakatan Pembangunan Hijau.
“Program ini menjembatani aksi kolaboratif atas dasar kesepakatan bersama, baik di tingkat tapak maupun bentang alam. Implementasinya di lapangan dalam bentuk sejumlah inisiatif model,” kata Alfan.
Hingga 2022, sambungnya, terdapat 11 inisiatif model yang menjadi strategi mitigasi perubahan iklim di Kalimantan Timur. Salah satunya adalah pengembangan kemitraan Delta Mahakam.
“Pada konteks Kemitraan Delta Mahakam, dikembangkanlah skema perlindungan dan restorasi berbasis masyarakat dengan mendukung kolaborasi para pihak dalam pengelolaan kawasan mangrove,” papar Alfan.
YKAN, sebutnya menggandeng Yayasan Mangrove Lestari dan Yayasan Bioma dalam implementasi di sejumlah desa, di tepian kawasan mangrove Delta Mahakam. Yayasan Bioma memiliki lokus kerja di Kelurahan Muara Kembang, Kecamatan Muara Jawa.
“Skema perlindungan dan restorasi berbasis masyarakat di Kelurahan Muara Kembang mengedepankan model Insentif Berbasis Kinerja. Masyarakat didampingi dalam kegiatan-kegiatan peningkatan ekonomi dengan kesepakatan 10 persen dari keuntungan digunakan untuk program perlindungan dan restorasi Mangrove,” katanya.
YKAN meyakini bahwa menyelaraskan ekologi, ekonomi, dan sosial lebih menjaga kesinambungan program. Karena masyarakat merasakan manfaat ekonomi, dan kesejahteraan keluarganya dengan tetap menjaga dan melindungi mangrove.