Diprediksi Varian COVID-19 yang Muncul pada 2023 Tak Berbahaya

Prediksi varian COVID-19 pada 2023 tak akan lebih berbahaya dibanding Corona yang beredar sekarang.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 03 Sep 2022, 19:00 WIB
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito saat memberikan keterangan pers di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada 26 Oktober 2021. (Dok Satgas Penanganan COVID-19)

Liputan6.com, Jakarta Kemunculan varian COVID-19 pada 2023 diprediksi tak akan lebih berbahaya dibandingkan virus SARS-CoV-2 yang beredar saat ini. Prediksi ini sebelumnya disampaikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin usai rapat terbatas di Istana Presiden Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Terkait prediksi tersebut, Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan lebih rinci. Bahwa kemungkinan varian COVID-19 yang akan muncul nanti tidak akan lebih berbahaya dipengaruhi oleh tingkat kekebalan masyarakat Indonesia.

Sebagaimana hasil survei serologi antibodi yang diumumkan pada Juli 2022, ada peningkatan proporsi penduduk yang mempunyai antibodi SARS-CoV-2, yakni dari 87,8 persen pada Desember 2021 menjadi 98,5 persen pada Juli 2022. Kadar antibodi penduduk Indonesia juga meningkat lebih dari 4 kali lipat.

"Pada prinsipnya, secara ilmiah karena kekebalan sudah terbentuk dari beberapa dosis yang sudah diterima sebagian populasi, maka manifestasi gejala yang ditampakkan pun tidak akan terlalu parah," jelas Wiku menjawab pertanyaan Health Liputan6.com di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Sabtu (3/9/2022).

Walau kekebalan terbentuk, Wiku mengingatkan tetap ada potensi seseorang terpapar virus Corona. Kondisi ini ditandai dengan adanya reinfeksi, terutama ketika imunitas seseorang sedang lemah. Virus pun akan mudah menginfeksi kembali.

"Pada prinsipnya, sudah divaksinasi tidak serta-merta melindungi seseorang 100 persen dari penularan COVID-19. Buktinya, ada beberapa fenomena reinfeksi yang ditemukan di masyarakat," ucapnya.

"Umumnya, karena imunitas yang melemah akibat aktivitas yang padat. Invasi varian baru maupun karena transmisi komunitas yang juga tinggi."


Disiplin Masker dan Olahraga

Sejumlah warga bersepeda di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (2/1/2022). Meski hari bebas kendaraan bermotor atau car free day (CFD) ditiadakan, warga masih banyak yang beraktivitas di kawasan Sudirman-Thamrin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Agar tidak mudah terpapar virus Corona, Wiku Adisasmito berpesan masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan dengan baik, seperti memakai masker. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan aktif olahraga juga bisa terus dilakoni.

"Untuk itu, kita perlu disiplinkan kembali perilaku kita dalam memakai masker, mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas, tidur cukup sekitar 7 - 8 jam dan tetap aktif secara fisik dengan berolahraga," pesannya.

Pada konferensi pers berbeda, Wiku menekankan kembali masyarakat pentingnya perilaku mencegah COVID-19 dalam setiap aktivitas. Sebab, belakangan ini kasus COVID-19 kembali meningkat, baik di dalam negeri maupun di berbagai belahan dunia.

"Di tengah kondisi kasus yang kembali dinamis dalam beberapa minggu terakhir, COVID-19 mengingatkan kita kembali pentingnya konsisten mengendalikan peluang penularan secara bersama-sama," ujar Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (4/8/2022).

Protokol kesehatan seperti 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) harus menjadi perilaku keseharian dan sebagai bagian dari PHBS dalam situasi pandemi COVID-19.


Kemungkinan Mutasi Corona Lebih Lemah

Covid Photo by Adam Nieścioruk on Unsplash

Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, terdapat kemungkinan varian Corona baru yang kelak hadir tidak akan lebih berbahaya dibandingkan Delta atau Omicron yang sekarang beredar di Indonesia.

"Secara alamiah, virus itu tidak ingin inangnya cepat-cepat mati. Kalau inangnya cepat mati, dianya juga cepat mati. Jadi, mutasi virus itu akan membuat inangnya lebih susah mati. Itu sebabnya virus yang baru pasti lebih lemah daripada virus yang lama karena dia enggak ingin juga cepat-cepat mati," ungkapnya saat memberikan keterangan pers di Istana Presiden Jakarta, Selasa (23/8/2022).

"Itu sebabnya Omicron lebih lemah daripada Delta. Kemungkinan besar nanti mutasi berikutnya pasti akan lebih lemah dari Omicron. Karena virus ini tidak ingin inang tempatnya hidup cepat-cepat meninggal."

Dalam beberapa bulan mendatang, menurut Budi Gunadi, kemunculan varian Corona baru tidak terlalu memengaruhi kondisi warga. Terlebih vaksinasi bakal digencarkan pada kelompok rentan.

"Sekarang, ujiannya 6 bulan lagi, sekitar bulan Januari, Februari, Maret 2023. Kalau kita benar-benar bisa melampaui itu sama seperti sekarang, Indonesia adalah menjadi mungkin selected few negara yang bisa menangani pandemi ini 12 bulan berturut-turut," pungkasnya.


Titer Antibodi Sesuai Rentang Umur

Petugas medis mengecek kesehatan warga sebelum divaksin booster di Gor Ciracas, Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Vaksin booster diberikan kepada warga lanjut usia dan masyarakat berisiko tinggi tertular Covid-19. (merdeka.com/Imam Buhori)

Selain kekebalan masyarakat Indonesia di angka 98,5 persen, hasil survei serologi pada Juli 2022 juga menunjukkan, perbedaan kadar antibodi berdasarkan kelompok umur.

Rerata beda titer antibodi menurut kelompok umur tertinggi pada kelompok usia 60 tahun ke atas, yakni 3.504,6 unit per mililiter, usia 30 tahun sampai 59 tahun sebesar 2.427,3 unit per mililiter, dan usia 19 tahun sampai 29 tahun sebesar 2.337,9 unit per mililiter.

“Peningkatan mulai tinggi terjadi pada usia di atas 18 tahun karena kelompok usia tersebut sudah ada program vaksinasi booster sejak Januari 2022,” papar Tim Pandemi COVID-19 FKM UI Pandu Riono saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (11/8/2022)

Pandu menambahkan, dengan melengkapi vaksinasi hingga booster akan meningkatkan kadar antibodi. Dampaknya, angka keparahan pasien di rumah sakit dan angka kematian tidak meningkat tajam, melainkan landai atau malah menurun.

“Artinya, kita perlu melengkapi vaksinasi sampai booster dan harus menjadi prioritas bersama antara pemerintah dan masyarakat,” tambahnya.

"Meskipun penduduk sudah memiliki antibodi tinggi bukan berarti tidak bisa terinfeksi COVID-19. Ya, tetap bisa terinfeksi tapi mengurangi risiko terjadinya masalah kesehatan yang berat atau risiko kematian."

Infografis Yuk Ketahui Proses Pembentukan Varian Baru Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya