Legenda Bocah Gimbal, Kiai Kolodete dan Penyebaran Islam di Dieng

Banyak versi tentang legenda Kiai Kolodete. Salah satunya yakni keyakinan bahwa Kiai Kolodete inilah yang kemudian menyebarkan agama Islam di Dieng dan sekitarnya, seperti kawasan Wonosobo dan Banjarnegara

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Sep 2022, 03:30 WIB
Dampak ekonomi dari event Dieng Culture Festival 2016 yakini mampu mendatangkan Rp 45 miliar.

Liputan6.com, Banjarnegara - Ruwat atau pemotongan rambut gembel menjadi penanda puncak gelaran Dieng Culture Festival (DCF) 2022, Sabtu (3/9/2022). Seperti tahun-tahun sebelumnya, puncak ruwat digelar di Kompleks Candi Arjuna, Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Kali ini sebanyak 15 bocah gimbal diruwat. Tampak hadir dan turut memotong rambut gimbal, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Pj Bupati Banjarnegara, Triharaso Widirahmanto, Ketua DPRD Banjarnegara, Ismawan Setya Handoko, Dandim 0704 Letk Inf Dhanang Agus Setiawan, Kaplores AKBP Hendri Yulianto, dan Sekda Banjarnegara Indarto.

Sebelum prosesi puncak pemotongan rambut gimbal, anak gimbal diarak dengan kereta kencana dalam kirab budaya bersama grup kesenian rakyat yang ada di Dieng. Selanjutnya dilakukan prosesi jamasan di kompleks Dharmasala.

Jumlah 15 yang diruwat itu adalah jumlah terbanyak sepanjang sejarah Dieng Culture Festival dan mencatat rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Mereka berasal dari berbagai daerah, namun bisa dipastikan merupakan keturunan Dieng.

 

Bicara bocah berambut gimbal tak akan lepas dari sosok legenda Nyai Roro Ronce dan Kiai Kolodete. Sosok legendaris dataran tinggi Dieng ini diyakini adalah danyang atau penjaga masyarakat Dieng dan merupakan leluhur.

Banyak versi tentang legenda Kiai Kolodete. Salah satunya yakni keyakinan bahwa Kiai Kolodete inilah yang kemudian menyebarkan agama Islam di Dieng dan sekitarnya, seperti kawasan Wonosobo dan Banjarnegara.

Kiai Kolodete adalah seorang resi Hindu penguasa Dieng yang akhirnya memilih masuk Islam karena pengaruh Walisongo. Kiai Kolodete adalah salah satu penjaga Dieng. Dia menjaga wilayah tengah Dieng.

 

 


Penjaga Keislaman Dieng dan Sunan Kalijaga

Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Mengutip merdeka.com, selain Kiai Kolodete, ada empat orang lainnya yang ditugaskan oleh para walisongo untuk menjaga ke-Islaman masyarakat Dieng saat itu.

Empat orang itu adalah Kiai Karim yang bertugas menjaga Dieng wilayah selatan, Kiai Ageng Selo Manik yang bertugas menjaga Dieng wilayah timur, Kiai Ageng Mangku Yudho yang bertugas menjaga Dieng wilayah barat, dan Kiai Walik yang bertugas menjaga Dieng wilayah

Masyarakat juga meyakini mereka dimakamkan di wilayah Dieng. Ki Ageng Mangku Yudho dimakamkan di barat Desa Karangtengah, dan Kiai Walik di jalur Wonosobo, begitu pula dengan Kiai Karim yang dimakamkan di Wonosobo.

Ada versi cerita Kiai Kolodete di-Islamkan langsung oleh Sunan Kalijaga.

"Mitosnya Sunan Kalijaga pernah ke sini. Ada musala di sini dinamakan Sunan Kalijaga karena katanya dulu Sunan Kalijaga pernah salat di situ di sebuah batu," kata Alief Fauzi, ketua Pokdarwis Dieng Kulon.

Menurutnya, sejak Islam masuk, Dieng boleh ditinggali oleh siapapun. Sebelum itu, hanya kasta Brahmana dan kasta Kesatria saja yang boleh masuk dan tinggal di Dieng.

Sementara, soal fenomena anak kecil Dieng berambut gimbal dipercaya memiliki garis keturunan dari Kiai Kolodete. Anak berambut gembel itu, demikian biasa disebut warga Dieng, memiliki kehidupan layaknya anak biasa. Namun demikian, mereka memiliki sejumlah perbedaan dengan anak biasa lainnya.

"Misalnya kalau mereka marah rambut gembelnya berdiri. Selain itu kalau mereka marah tenaganya luar biasa, karena mereka ditumpangi oleh mahluk gaib," jelasnya.

 


Versi Lain Kisah Kiai Kolodete dan Nyai Roro Ronce

Dieng Culture Festival akan digelar selama tiga hari antara Jumat-Minggu, 2-4 Agustus 2019, dan dipusatkan di kompleks Candi Arjuna Dieng, Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Versi lain dari kisah Kiai Kolodete adalah seorang pengembara yang bersama dua sahabatnya yakni: Kiai Karim dan Kiai Walik menjadi perintis cikal bakal pemukiman di Dieng. Kiai Kolodete merintis di dataran tinggi Dieng, sementara Kiai Karim di Kalibeber dan Kiai Walik di Wonosobo.

Berdasarkan penelusuran, Kiai Kolodenter berambut gimbal. Saat berkuasa di Dieng, dia bersumpah tak akan mencukur rambutnya hingga penduduk Dieng makmur. Jika sumpahnya itu tak terkabul, dia akan menitiskan rohnya kepada anak-anak di Dieng.

Versi lainnya, Kiai Kolodete adalah seorang punggawa pada masa Mataram Islam sekitar abad 14 masehi. Bersama Kiai Walid dan Kiai Karim, Kolodete ditugaskan Mataram mempersiapkan pemerintahan di Wonosobo dan sekitarnya.

Kiai Wali dan Kiai Karim ditugaskan ke Wonosobo, sementara Kolodete ke Dieng. Saat tiba di Dieng, Kolodete dan istri, Nini Roro Rence, mendapat wahyu dari Nyai Roro Kidul, penguasa pantai selatan.

Mereka diperintahkan mensejahterakan masyarakat Dieng. Tolak ukur kesejahteraan bagi masyarakat Dieng akan ditandai dengan keberadaan anak-anak berambut gimbal. Sejak itu kemudian muncul anak-anak berambut gimbal di Dieng.

Tim Rembulan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya